Showing posts with label EmakBackToSchool. Show all posts
Showing posts with label EmakBackToSchool. Show all posts

Meskipun Laris Manis, Ini Alasan Nggak Nonton Film Joker

Mungkin nggak fair, belum nonton tapi berani-beraninya memberikan respon negatif terhadap film Joker. Iyup, mungkin memang benar demikian. Tapi, respon yang aku berikan bukan semata-mata karena asal cakap. Melainkan respon yang muncul dari ringkasan hasil baca-baca review, testimoni, hingga quote-qoute yang ada di film Joker. 

 Awalnya, aku tertarik dengan film satu ini.  Tertarik karena penilaian penilaian yang diberikan oleh orang-orang yang sudah nonton Joker. Rata-rata memberikan nilai sempurna. Bahkan nilai 10 dari 10 pun ada. "Wah, pasti oke semua-muanya" pikirku gitu. Dari nilai-nilai itu juga aku berpikir bahwa akting pemain, cerita hingga sinematografinya pasti kece badai sampai banyak yang memberikan nilai sempurna. Penasaran. Mantab bener dah ah. 

Namun sayangnya aku memutuskan untuk mengurungkan niat nonton joker. Karena beberapa alasan.

 1. Masa lalu
 Sambil menunggu jadwal nonton tiba yakni weekend depan, aku pun makin antusias mencari cari semua hal tentang film ini. Review-review, testimoni-testimoni. 

Makin ke sini, antusiasku hilang berubah jadi rasa yang tidak menyenangkan. Puncaknya setelah aku baca-baca quote film Joker. Entah gimana, ada satu quote, yang sukses bikin aku nelangsa. Setdah, baru baca testimoni, review-review dan terakhir quote-quote Joker saja, aku sudah terbawa perasaan. Apalagi kalau nonton. Bisa berabe sepulang dari bioskop. Lemah.

 Iya aku selemah itu. Ah nggak gitu ah. Biasa aja. Jangan lebay deh ah. Kalau kata Joker, why so serius? Tapi kalau versi aku, why so baper padahal baru baca-baca doank? Why? 

 Iya, ada hal yang melatarbelakangi rasa nelangsa yang hadir manakala aku baca-baca tentang film Joker. Pernah merasakan hal yang sama seperti Joker, makanya jadi sebaper itu? Mungkin. Hanya tak sesakit yang dialami Joker. Yang ditimpa hal hal yang menyakitkan hati bertubi tubi.

Sebagian kita, mungkin pernah mengalami apa yang dialami oleh Joker, meskipun Joker adalah tokoh fiktif. Dikecewakan oleh orang-orang yang sudah kita baik2in. Dihina. Disakiti. Direndahkan. Dibully. Pernah? Aku sendiri pernah mengalami hal itu. 

Beruntung, ada alm. Datuk (nenek). Ya, beliaulah tempat ternyaman bagiku. Jika diibaratkan, beliau adalah rem cakram. Saat sisi negatifku keluar, beliau yang meredam dengan jutaan kasih sayang, pengertian, dan kesabaran. Alfatihah untuk beliau. 

Itulah, mengapa aku merasa nelangsa hanya dengan baca quote-quote atau review soal film Joker. Rasa sakit masa kecil itu tiba-tiba menyergap hadir. 

Di samping karena masa lalu yang 'begitu', kebetulan, belakangan ini kondisi jiwaku sedang tidak baik-baik saja. Sedang tidak stabil. Karena ada beberapa problematika kehidupan yang berhasil merenggut rasa tenang, rasa santuy di jiwa. Intinya lagi nggak selow lah. Namun, karena aku adalah seorang Ibu yang memiliki 2 anak, maka aku pun berusaha keras untuk menekan rasa-rasa tak mengenakkan itu. 

Nah dengan kondisi seperti ini, nggak mungkin donk aku nonton film yang dapat mempengaruhi kondisi mood aku. Secara beberapa orang yang sudah nonton bilang, terutama para penonton yang pernah atau hampir mengalami mental illness merasa terpengaruh dengan film ini. 

 Ya intinya, sadar dengan kapasitas diri sendiri, sadar dengan kondisi emosional sendiri seperti apa. Sekiranya, nggak sanggup ya sudah. 

Meskipun begitu, beberapa review bilang film ini membawa serta banyak pelajaran. Terutama bagaimana berperilaku pada orang lain. Untuk tidak mudah menjudge seseorang. Untuk berusaha memikirkan terlebih dahulu ucapan atau mengeluarkan kata-kata untuk mengatisipasi ucapan yang membuat seseorang (yang mungkin lagi terpuruk) menjadi berada di titik terendahnya. Jika ingin berbuat baik kepada orang lain, lakukanlah bukan karena mengharap imbal balik dari orang itu melainkan karena tulus membantu dan masih banyak yang lainnya. 

 Tapi, aku tetaplah, aku memutuskan untuk tidak menonton film ini meskipun diajak suami. Berkurang 1 penonton ini. Jadi santuy ya, Ker. Tho sepertinya film ini sudah laris manis tanjung kimpul. 

 Akhir kata, buat teman-teman yang mau nonton Joker. Selamat nonton yak.

Reda Rasa Rasa: Baper Karena


Assalamu'alaikum, 
Hai Mamis

Hari ini, rasanya lelaaaaahhh banget. Lelah jiwa juga raga. Kalau lelah raga, bisa diatasi dengan istirahat yang cukup lalu pulih pun dapat segera terasa. Yang lama adalah memulihkan jiwa yang lelah. 
Lelah, dengan pertanyaan "kapan lulus?", "koq, nggak selesai-selesai?", "Koq begini", "Koq begitu" dan pertanyaan juga pernyataan yang beberapa membuatku merasa rendah, rendaaahhh. 

Memang, di beberapa sesi kehidupan, pasti akan bertemu dengan komentar-komentar yang membuat lelah dan sakit hati. Memang, kita tidak bisa mengontrol orang untuk tidak berkata yang menyakitkan. Tidak. Tidak akan pernah bisa. Aku tahu itu. Aku sadar akan hal itu. 

Biasanya, aku cukup tak peduli dengan komentar komentar yang membuat sesak. Tapi, entah kenapa, komentar-komentar yang terdengar kali ini membuat ngilu.

Ah aku tahu, apa yang membuatku mudah terbawa perasaan saat komentar-komentar itu terdengar. Karena ada pengorbanan, ada perjuangan, ada bersusah payah, ada terseok-seok, stres, hingga rasa ingin menyerah yang mengiringi perjalanan hidupku selama 3 tahun belakangan ini. 

Ini Waktunya

Berhenti
Ingin sekali berhenti di titik ini
Karena sudah terlalu lelah
Lelah sekali

Dari awal melangkah, aku sudah disapa duri. Kadang duri mengenai kaki, kadang malah hati. Jika kaki yang kena, sungguh tak masalah. Asal jangan hati yang kena, aku bisa hilang arah.

Aku memang sudah memperkirakan bahwa pilihanku ini akan menghadapi jalan yang terjal. Namun aku tak menyangka jalan terjal yang aku lalui ternyata disertai duri.

Meskipun berkalang sakit, pos demi pos berhasil aku lalui. Sayangnya, di pos terakhir, aku mulai kehabisan tenaga. Aku kepayahan. Sungguh kepayahan.

Aku bukan tipe orang yang gampang menyerah. Aku suka belajar. Aku suka berusaha. Tapi, kali ini beda. Aku ingin menyerah saja.

Apakah ini saatnya aku berpasrah kepadanya. Apakah ini saatnya aku memohon izin untuk bersandar padaNya.
Iya, bagiku ini saatnya.



Menelusuri Sebab Keluh Mengeluh

Dari awal masuk sekolah lagi. Aku sering berbagi cerita tentang rasa rasi yang aku rasa selama kembali ke sekolah. Baik di blog ini, atau ke orang orang sekitar aku. Sebagian besar rasa yang aku bagi, berisi keluh, mengeluhkan ini itu.

Sekali, dua kali, mungkin masih maklum. Tapi.....sudah satak kali, sudah lewat satu semester, masih saja begitu. Melelahkan bukan ? Lelah bagi yang mendengarkan, pun melelahkan juga bagi aku sendiri. Mengeluh itu, melelahkan. Makin terasa melelahkan. Ternyata.

Iya, itulah hasil refleksi yang aku lakukan belakangan ini. Bahwa ada yang salah denganku. Karena ini sudah terlalu lama, sudah terlalu sering aku lakukan. Sampai suami pun angkat tangan dan menyarankanku untuk berkeluh kepadaNya saja. "Toh, apa yang ayah sarankan juga nggak ngaruh kan ?" Ucap suami di sekian kalinya aku mengeluh padanya.

***

"Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak".

Mencari salah sendiri itu, tak semudah mencari kesalahan orang lain. Sebab itu, aku meminta bantuan suami untuk mengoreksiku. "Ada yang salah denganku ? Tapi apa ? Beri tahu aku !!".

Namun, suami memilih mengucapkan kalimat seperti ini ; "Dah, adaptasi aja dulu, nanti lama-lama pasti terbiasa".

Aku tahu, maksud suami berkata seperti itu. Demi agar aku tak merasa 'nganu'. Tapiiii.....

Hhhh. So, kalau begini, aku harus mencari jawaban pertanyaanku sendiri.

Mengapa terus mengeluh begini ? Apa penyebab aku berkeluh kesah teus menerus ? Apakah ada yang memberatkan ? Si kecil kah ? Suami kah ? Atau jangan-jangan penyebab keluh kesahku selama ini karena aku yang memberatkan diri sendiri ?.

Ah iya...
Memang begitu..
Penyebab keluh kesahku karena aku sendiri..
Aku memberatkan diri sendiri...

Berat badan maksudnya ? Bukanlah yah. Berat badan mah...nggak pernah mikiiiiirrr. Hahaha. Trus apa donk ?.

Target.
Itu yang membuat apa yang aku alami ini terasa berat. Yang mengakibatkan aku berkeluh mengeluh.

***

Entah sejak kapan target ini muncul. Rasa-rasanya, waktu awal aku mulai sekolah lagi, aku tak memiliki target apa-apa. Just nyari ilmu. Nambah ilmu saja. Ladalah makin kesini, aku jadi punya target. "IP harus cakep. Biar gampang nyarik kerja setelah lulus sekolah. Secara kan, sampai saat ini, yang dilihat pasti nilai toh".
Ngoookkk...
Target yang maknyonyor...
Iya...
Karena demi mengejar target itu, aku jadi 'meleng' dengan tugasku sebagai ibu juga istri. Belajar terus, lupa sekitar. Si kecil jadi nggak keramut, suami pun begitu. Puncaknya, sebulan yang lalu, dua orang kesayangan jadi tepar. Suami jatuh sakit. Si kecil juga ikut jatuh sakit. Bahkan sampai masuk rumah sakit (lagi).

Selain itu juga, target itu aku buat tanpa berpikir panjang. Tanpa mempertimbangkan kondisi diri, yang tengah menjabat sebagai seorang full time mom tanpa art dan seorang istri yang tengah dibutuhkan dukungannya akan karir suami. Target yang maknyonyor bukan ?.

Maka dari itu, demi menghapus rasa keluh kesah yang aku rasa dan sering aku bagi di sini. Dengan kekuatan bulan aku putuskan untuk menghapus target itu.
TING
Hahahaha.
LEGAHHHH

Arti Cobaan Yang Dialami Emak Back To School

Kadang, aku suka nanyak ke diri aku sendiri. Bahasa kerennya, koreksi diri *aseg. Apa arti dari cobaan yang aku alami sepanjang aku kembali ke sekolah ini.
Apa cobaan ini menunjukkan Allah nggak ridho ?
Atau
Apa cobaan ini sebagai pelebur dosa ?
Atau
Apa cobaan ini sebagai tahapan untuk naik kelas ?
Atau
Apa cobaan ini sebagai langkah awal menuju hal yang manis-manis di depan sana ?

Yang mana ?
?????

Nah dari pilihan itu, ada satu yang paling aku pikirkan, bahwa Allah nggak ridho ?.
Duuhh, asli, nulis kalimat ini aja rasaya merinding. Bagaimana tidak, sebagai hamba-Nya, pasti selalu mendamba Ridho dari-Nya. Iya kan ?.

Lalu apakah cobaan yang aku alami selama ini bermakna demikian ?
Wallahu'alam.
Rahasia Allah.
Yang bisa seorang hamba lakukan hanyalah, Berprasangka Baik tentang-Nya. Segala kehendak-Nya, Cobaan dari-Nya, dan apapun ketentuan dari-Nya.

Kalimat itulah yang keluar dari mulut suami, setelah aku mengutarakan uneg-uneg yang menggelayut dipikiran aku belakangan ini.
Prasangka baik yang dimaksud suami adalah...
Cobaan yang aku alami selama ini bukan menunjukkan Allah tidak ridho. Bukan pula menunjukkan bahwa cobaan adalah peringatan bahwa kembalinya aku ke sekolah itu merupakan keputusan yang salah. Bukan. Bukan itu.

Kata suami lagi, cobaan yang datang (dan jika sabar menghadapinya, tanpa kata menyerah), mungkin sebagai cara Allah untuk mempersiapkan hamba-Nya ke tahapan hidup berikutnya. Istilah kecenya, naik kelas.

Lagipula niat untuk menuntut ilmu, bukan hal yang buruk, bukan hal yang tidak baik. Jadi, tidak mungkin rasanya Allah tidak ridho dengan pilihan yang baik, niat yang baik, untuk menuntut ilmu.
"Iya kan, berprasangkalah seperti itu!" Ucap suami, mengakhiri diskusi kami malam itu.

***
Tulisan sebelumnya, Cobaan Emak Back To School.

Cobaan Emak Back To School

Di awal kuliah, aku pikir, cobaan yang aku hadapi akan sama dengan yang dihadapi suami waktu suami kuliah S2 yakni ekonomi. Terseok-seok berburu rejeki buat bayar spp dan sangu kuliah. Namun ternyata, makin ke sini, aku baru paham bahwa cobaan yang aku hadapi tak sama dengan suami.

Alhamdulillah, sampai saat ini, aku tak terlalu memikirkan soal spp dan sangu kuliah. Karena alhamdulillah, Allah membuka jalan rejeki bagi aku untuk mencari sangu kuliah lewat profesi yang dua tahun ini sudah aku tekuni yakni sebagai blogger. Allah juga memberi bantuan buat aku lewat teman-teman blogger yang suka 'nyolek' aku kalau ada job untuk blogger. Berkat colekan mereka, aku yang nggak selalu bisa 'megang' medsos, jadi tahu info tentang job untuk blogger. Tengkiu mama wahyu, tengkiu mbk irly, tengkiu mama neyna. Kalian baek banget. Semoga kebaikan kalian dibalas sama Allah amin. #Srot #UsapUmbel #Terharu.

Lalu, jika cobaan itu bukan ekonomi, apa donk ? Anak.

Entahlah, mungkin ini hanya perasaanku saja. Bahwa aku merasa sejak aku mulai kembali sekolah, si kecil jadi gampang banget sakit. Bahkan dalam satu semester ia sudah dua kali masuk rumah sakit. Hiks, maafken emakmu ya nak, Padahal sebelum itu, sebelum aku sekolah, si kecil jarang banget sakit. Apalagi sampai masuk rumah sakit. Nah Kalau seperti ini, apakah aku hanya terbawa perasaan saja ? Hemmm....rasa-rasanya nggak.

Aku akui, sejak aku mulai sekolah lagi, perhatianku akan si kecil sangat amat berkurang. Bisa dibilang berkurang drastis. Fokus perhatianku pada tugas kuliah yang bagaikan nggak pernah ada habisnya. Sementara sisa perhatianku, aku bagi pada usaha mencari sangu kuliah, beberes rumah (karna aku nggak pakek ART dan pengasuh), menyiapkan hidangan buat keluarga, dan beberapa pritilan lainnya. Dan jatah buah si kecil yang harusnya lebih banyak, malah sekarang harus berebut dengan hal-hal itu. #sedih

Bingung, di satu sisi, ada hasrat ingin mendapatkan yang terbaik di bangku kuliah. Di sisi lain, ada hasrat ingin selalu menjaga bocah, biar selalu sehat, tidak sakit lagi, dan tumbuh menjadi pribadi yang amazing, seperti dulu, sebelum aku 'nyambi' adi mahasiswa. Lalu apa ? Bisakah dua hal tersebut berjalan berbarengan. Tugas segambreng selesai, dan perhatian terhadap bocah tidak berkurang sedikitpun. Bisakah begitu ?.

Kemaruk yak. Karena mengharapkan dua-duanya.
Tapi, apakah aku harus memilih salah satu. Aku nggak mau begitu Karena Kuliah lagi, juga anak merupakan dua hal yang bagiku sama-sama penting.

Trus gimana ?
Entahlah
Aku cukup bingung memikirkannya.

Persiapan Kuliah : Kostum


Jangan lihat kulitnya, tapi lihat juga isinya. 

Jangan menilai buku dari sampulnya saja.

Kalimat-kalimat begitu sering berseliweran di telinga. Bahwa tidak boleh menilai seseorang berdasarkan penampilannya saja. Melainkan kudu dilihat inner beauty nya juga. Begitu. . Iya kan ?.

Pada umumnya, hal itulah yang terjadi. Menurut aku nih, sebelum keinginan untuk mengetahui inner beauty muncul di hati, pasti akan melalui tahapan menilai penampilan terlebih dahulu. Setelah itu baru akan berlanjut ke tahapan menggali inner beauty. Namun, meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan masih ada orang yang tak mempedulikan penampilan saat menilai seseorang. Tapi langsung tertarik dengan inner beauty. Emangnya Ada ? Ada. Ada koq yang begitu. #ngelirik ke suami. Hahahayy.

Meskipun aku paham soal begitu-begitu. Tapi aku tetap tidak memikirkan soal penampilanku saat kuliah nanti. Mau berpenampilan seperti apa ? Mau pakai gaya casual atau feminin ? Tomboy atau ala ibu-ibu PKK? Nggak pernah terlintas hal seperti itu di dalam pikiran aku. Karena ada hal yang bagiku lebih penting daripada memikirkan penampilan. Apakah itu ? Ngumpulin duit buat sangu kuliah. Bahkan kalau bisa sih, mudah-mudahan bisa, aku pengen bayar SPP kuliah sendiri. Nggak nyusahin suami. Gitu.

Ajaibnya nih yah. Ternyata ada seseorang yang mikirin seperti apa penampilanku saat kuliah. Seseorang itu adalah adekku tercinta.
"Mbak, sudah punya baju buat kuliah ?" Tanya adekku suatu hari.
"Nggak" jawabku singkat.
"La trus, baju mbak kan hampir daster semua ?"
"Eh iyaya, iya sih, daster semua. Tapi....masih belum tahulah. Nggak mikirin itu dulu"
"Gimana kalau mbak pakek bajuku aja" usul adekku
"Emang ada yang muat diaku ?" Tanya ku lagi. Secara, postur tubuh adekku lebih besar dari aku.
"Adalah, baju-baju lama aku, tapi masih bagus koq mbk, nggak mbulak, asli, besok kalok mudik mbak lihat-lihat sendiri aja ya"
"Okeh"

Hhhhhhh
Lega. Ah nggak. Lebih dari itu. Bersyukur banget alhamdulillah. Kalau dipikir-pikir. Ini mungkin salah satu cara Allah bantu aku melalui adekku tercinta. Tengkiu my little sister.

Tengkiu my little sister
*abaikan caption yak, wkwkkwkwk
***
Cerita emak back to school yang lain :

Persiapan Kuliah : Membuat Pilihan Rute Menuju Kampus

Salah satu hal yang patut aku syukuri, insyaAllah selama hidup aku adalah dipasangkan dengan seorang pria yang menerimaku apa adanya. Terutama menerima kekuranganku. Yang pastinya nggak hanya satu. Berjubel-jubel cyiinnn.

Nah diantara tumpukan kekuranganku itu, salah satunya adalah tak mahir mengingat jalan, tak cepat mengingat rute menuju suatu tempat. Dampaknya tentu saja, jadi rawan nyasar. Tapi kalau sudah berulang-ulang, tentu saja bakal hapal donk yak. Yuhuuuu.

Demi agar aku tak mengalami yang namanya nyasar saat mulai sekolah nanti. Suami pun mulai memikirkan caranya.

Langkah awal yang dilakukan suami adalah membuat pilihan-pilhan rute perjalanan dari rumah menuju kampus. Antara lain, rute perjalanan dengan menggunakan motor, bus, dan kereta api.

Sebagai penentu, rute perjalanan mana yang akan kami pilih. Maka kami menggunakan acuan. Berupa waktu tempuh perjalanan.

Dari pengalaman suami sendiri, yang sudah lebih dulu menyesap pendidikan di kampus yang sama, waktu tempuh untuk rute perjalanan menggunakan motor paling cepat dari yang lainnya. Jombang-Kampus, kira-kira 1.5 jam. Paling lama 2 jam.

Sementara untuk bus, perjalanan bisa memakan waktu 3 jam-an. Itupun baru nyampek Bungurasih. Sedangkan untuk menuju kampus, harus naik bus kota lagi atau angkot.  Namun, kelebihan bus yakni kapanpun butuh selalu ada. Tidak terjadwal seperti kereta api.

Kemudian, waktu perjalanan untuk kereta api, sekitar 2 jam-an. Kadang bisa molor juga. Tapi tak selama bus. Dari stasiun bisa naik ojek atau becak untuk menuju kampus.

Nah, berdasarkan waktu tempuh maka pilihan jatuh kepada rute perjalanan menggunakan.......
"Kereta api aja ya ma" kata suami.

Naik Kereta Api..Tuut..Tuutt...Tuutt

Aku pun mengangguk. Happy. Karena dengan naik kereta api, aku nggak bakal terserang yang namanya mabok darat eh mabok kendaraan. Nggak mblunek-mblunek, apalagi huek-huek, tapi hahahihi. Dan satu lagi, bisa tidur nyenyak. Hahayyy.

"Tapi, kalau tidur jangan dinyenyak2in loh ma, entar kebablasan"
Wkwkwkwkwk.

Trus Si Kecil Gimana ?

Selain gundah gulanain sangu buat sekolah lagi, ada lagi yang bikin hati aku menggundah merana nan nestapa *halah. Ya apalagi kalau bukan soal anak yes. Soal si kecil ken. Siapa nanti yang momong? Siapa yang jagain tu bocah kinestetik. Siapa ?. Secara ya, tu bocah dari ngoek udah sama saya. Nemplok. Tak terpisahkan *ahay. Eikeh mandi, buang air kecil, buang air besar pun si ken (kadang) ngikut.

Ada yang usul buat titipin ken ke penitipan anak ?
Oke kan tuh. Cumaaaaa...di sini lagi semerbaknya *halah, lagi santer-santernya gitu berita tentang sebuah penitipan anak yang ngasih ctm ke anak. Jadi saran ini aku taruh dulu di pojokan.

Usul kedua, nyekolahin si ken.
Ini juga boleh, dan langsung aku coba ke si ken. Hasilnya, dengdong, si ken nggak mau masuk kelas alias main meluluk. Jadi saran ini juga aku taruh dipojokan.

Usul ketiga, titipin ke mertua.
Sebelum ngomong ttg titip menitip ini, mertua aku sudah lebih dulu mengibarkan bendera putih. Mertua sering kewalahan dengan tingkat si ken yang kayak uget uget. Wajar banget sih kalau mertua kewalahan. Si ken tenaganya masih super power, sementara mertua kebalikannya alias sudah sepuh.

Usul ke-empat, cari pengasuh.
Nggak ada duit buat gaji pengasuh yang bener-bener ngasuh. Takutnya, kalau maksa pakek jasa pengasuh, eee nggak bisa ngasih gaji yang 'nyenengin' si pengasuh. Gitu. Jadi mending nggak deh, menghindari kejadian kejadian yang seperti berita-berita itu. Eh berita apa sinetron sih ? Lufa.

Usul ke-lima
Belum nemuuuuu.
Aaaaakkkkkkkkk.

Sempet pusing pala syahrini. Saking pusingnya aku sampek memutuskan hal ini :
"Aku cuti dulu ae ya Yah, mulai kuliah tahun depan aja, piye ? ".

krikkrikkrik

"piye yah".

"Bentar dulul cari jalan lain dulu" begitu jawaban suami. Yang sontak bikin pusing pala syahrini berubah jadi pusing pala sugigi. Hiks

Tapi alhamdulillah, pusing yang aku alami cuma sampek di pusing pala sugigi, nggak sampek pusing pala alm. mpok nori (koid donk saya, hadeehh). Karena sudah nemu jalannya. Apa coba ?.

Alhamdulillah, adek iparku (untuk sementara) mau bantu momong si ken. Seneng donk eikeh. Soalnya, adek iparku ini juga yang paling deket sama si ken dan paling paham dengan kebiasaan lan karakter si ken.

Alhamdulillah. Senengnyaaaa. Meskipun sementara. Paling tidak ini ngulur waktu lah yah bagi aku plus suami untuk nyarik solusi yang gk bersifat sementara.


Gundah Gulana Sekolah Lagi (Part 2)

Pengumuman keluar.
JEBRET
Diterima
JEBRET
Seneng donk ?
Nggak tau.

Nggak tau seperti apa sebenernya perasaanku. Antara seneng sama takut. Seneng ya karena kerja keras bikin portofolio selama dua bulanan berbuah manis. Takut. Takut nggak bisa budal kuliah karena nggak punya sangu alias uang saku.

Suami sudah bolak balik sih ngasih tau kalau insyaAllah ada jalan rejeki buat sangu sekolah. Tapi emang istrinya kepala trampolin. Jadi mendal. :(

So sama seperti sebelum-sebelumnya. Aku masih nebar tulisan kemana-mana. Agak ngoyo sih. Hasilnya ? nih hansaplast nempel di kepala. Hahay. #Mbah2ModeOn.

Nah karena mulai pusing, ngerasa nggak tau harus ngelakuin apa lagi, dan sudah mendekati jadwal mulai masuk sekolah, sementara uang saku belum terkumpul juga, akhirnya aku memutuskan untuk merapat padaNya. Perbanyak ibadah dan do'a. Do'a yang sebagian besar isinya Memohon ditunjukkan jalan untuk mendapatkan rejeki buat sangu sekolah. Iya, langsung to the point. Minta kemudahan dapet rejeki buat sangu sekolah. #AkuMemangHambaYangToThePoint.

Nggak nyangka. Nggak nyangka sama sekali, bahwa do'a to the pointku mulai menunjukkan sinyal. Sinyal dari Sang Maha Pemilik Rejeki. Sinyal tersebut seakan menyiratkan sebuah jalan setapak yang bisa membantuku mengumpulkan rejeki buat sangu sekolah. Dan sinyal itu berupa, job review, dan placement.

Alhamdulillah, jalan setapak tersebut, sampai saat ini, bisa aku andalkan. Aku bisa budal sekolah. Pulang juga bisa. Njajan cilok di pinggir jalan, otak-otak, tahu sumedang, jajan manisan pencit juga bisa. Kadang juga bisa belikan si kecil oleh-oleh berupa jajan kesukaannya. Makasih Ya Allah. :)

Karena ini hanya jalan setapak, jadi aku masih berharap ditunjukkan jalan rejeki yang agak besar sama Allah. Jalan yang bener-bener bisa diandalkan. Soalnya, job review sama placement, munculnya musiman. Gitu.

So sambil menunggu petunjuk dari Allah. Aku akan giat mencari jalan tersebut. #SingsingkanLenganDaster.
***
Gundah Gulana Lainnya

Gundah Gulana Sekolah Lagi (Part 1)

Gundah gulali, masih tersimpan di hati. Bulan mei, aku pun budal ndaftar sekolah lagi. Sempat terselip pernyataan di hati, apapun hasilnya, pasti aku terima. Lulus boleh, nggak lulus juga nggak masalah. Nggak masalah banget. Beneran.

Waktu itu, yang mendominasi perasaanku adalah perasaan nggak diterima, nggak lulus. Mengingat portofolioku, si ibu rumah tangga yang sudah hampir 7 tahun tidak mengecup dunia akademik ini, bisa dibilang jauh banget dari sempurna, dan aku pikir pasti kalah kece dari yang freshgraduate. La tapi gimana nanti kalau diterima ? transport buat biaya dan lain-lain gimana ? pusyiang saiya, haiyaahhh.

Sambil mencari cara untuk dapet krincing krincing recehan. Aku makin semangat nebar tulisan di sana sini. Ikut lomba ini itu, ndaftar job review lan placement delele. Dan terakhir, do'a donk, minta solusi dari Yang Maha Segalanya.

2 bulan kemudian, pengumuman mahasiswa yang diterima di kampus yang aku tuju keluar. Aku nggak berani. Nggak berani lihat pengumuman. Asli. Takut diterima. Suami pun nggak aku kasih tau. Takuuutttt. Bayangin biaya yang harus dikeluarkan untuk spp juga transport dan lain-lain bikin emerinding ebulu eromaku.

Tapi, mungkin karena memang kehendakNya, suami mendapatkan kabar dari temannya. Bahwa pengumuman sudah keluar. Bahwa aku diterima. Iya, DITERIMA. Omegod.

Seharusnya, aku gembira donk dengan kabar tersebut. Tapi ternyata nggak ? Aku makin gundah gulana merajalela.
***
Gundah Gulana Sekolah Lagi Part 2

Nyicil Rumah atau Sekolah Lagi

Nyicil rumah atau sekolah lagi ?.
Gitu amat pilihannya yak. Hahaha. Iya, gitu amat yak. Mbok ya, pilihannya itu kayak di iklan yang itu tuh, Kuliah atau nikah ? kan tsakep. *uhuy*

Jauuuuhhhhhh, sebelum kera sakti terbebas dari gunung lima jari, aku sudah memikirkan hal ini. Enaknya nyicil rumah atau sekolah lagi.

Jujur, waktu itu, hati aku lebih condong ke nyicil rumah. Rumah subsidi gitu yah. Kan cicilannya nyaman banget di kantong. Jadi biar mapan gitu. Nggak jadi kontraktor lagi. Pindah sana sini lagi. Menetap. Sementara kalau sekolah lagi, nggak hanya mikir spp, tapi juga transport dan biaya lain-lain. Meskipun cuma 2 tahun, tapi biaya yang diperlukan langsung mak tiung alias melambung.

Namun sayangnya suami and the gank (keluarga), dukung aku sekolah lagi.
"Rumah bisa nanti-nanti, sekolah lagi aja dulu, nanti biayanya kita usaha sama-sama, insyaAllah ada jalan" begitu kata suami. Sebuah pernyataan yang membuatku mengurung keinginanku karena Suami lebih ridho sama ridho rhoma eh rhido sekolah lagi. Jadi aku pun meng-iyakan hal tersebut dengan perasaan gundah gulana.

La gimana nggak gundah yes, ekonomi lagi nggak stabil, sementara aku harus sekolah lagi. Koq kayaknya nggak bijaksana banget gitu keputusannya. Kan pusing pala nyisanak. ahay. Tapi yaaa, mau nggak mau kudu manut suami kan. Ridho Suami Ridho Allah. So, tentu saja pilihaku jatuh ke sekolah lagi.

Trus urusan gundah gulali sekolah lagi gimana ?
Auk ah. Gelap. :D

Saat Wanita Dihadapkan dengan Pilihan : Menjadi Istri, Ibu atau Mahasiswi

Hai

Apa jadinya jika seorang wanita, yang sudah menjalani profesi sebagai ibu rumah tangga selama 6 tahun, kemudian kembali mengenyam bangku kuliah ? Jawabannya adalah Rahasia. Hehehe. Just kidding yes. Jawabannya adalah K E L A B A K A N.

Yup, itulah yang terjadi padaku. Aku lumayan kerepotan dengan aktivitasku yang baru kali ini. Yakni sebagai seorang mahasiswi di salah satu PTN di Surabaya. Menggos-menggos deh pokoknya.

Gimana nggak menggos-menggos alias ngos-ngosan, mengingat banyak yang harus aku lakukan dalam satu waktu. Seperti tetap berusaha untuk menjadi ibu yang baik, menjalankan kewajiban seorang istri, juga menjadi mahasiswi yang cakap.

Untuk melakukan 3 hal tersebut dalam satu waktu dan semuanya mendapatkan hasil yang maksimal bisa dibilang suatu hal yang mustahil ya. Pasti ada salah satu yang hasilnya di bawah standart. Pasti. Jadi selanjutnya, aku memutuskan untuk memilih salah satu dari 3 pilihan tersebut untuk tidak memiliki hasil yang maksimal. Dan pilihan itu jatuh kepada 'Menjalankan kewajiban sebagai seorang istri".

Loh, bukannya itu yang nomor satu yak ? Bukannya itu adalah tugas istri yang paling utama ? Tentu. Aku tahu itu. Trus kenapa harus memilih itu ? Ya karena sudah disetujui suami. Saat aku menanyakan hal tersebut kepada suami, jawaban suami adalah : “Santai aja muma, no problemo”.

Alhamdulillah, suami oke-oke aja atas pilihanku tersebut dan alhamdulillahnya lagi, suami juga Ridho untuk membantu tugasku menjadi ibu yang baik bagi si kecil ken. Tak jarang suami mengambil alih beberapa tugasku. Yakni menyiapkan camilan juga membuatkan mainan atau menstimulasi si kecil ken. Syukur alhamdulillah dah pokoknya. Tugas sebagai seorang istri bisa dikesampingkan, tugasku sebagai seorang ibu tetap berjalan dengan baik. So, tinggal melakoni profesi sebagai seorang mahasiswi.

Aku bersyukur karena suami menerima pilihanku tersebut. Pilihan untuk membuang beberapa list tugas yang biasanya aku lakukan sebagai seorang istri. Sebab, aku nggak bisa membayangkan jika suami tidak ridho dengan pilihanku tersebut. Sehingga membuatku harus menjalani peran sebagai seorang istri plus lengkap dengan tugas-tugasnya, kemudian menjadi seorang ibu juga seorang mahasiswi. Untuk menjadi seorang istri, dan ibu, tidak terlalu sulit. Karena dua hal itu, sudah aku lakoni hampir 6 tahun ini. Yang diperlukan hanya tenaga yang super power saja. Sementara untuk menjadi mahasiswi, tak hanya butuh tenaga yang super power saja. Tapi juga butuh ini dan itu yang tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Bagiku, melakoni profesi sebagai seorang mahasiswi bukanlah perkara mudah. 6 tahun tanpa mencolek sedikitpun ilmu yang dipelajari saat S1 dulu, tentu saja akan membuatku menjadi tertinggal. Aku membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk memanggil memory materi yang aku pelajari 6 tahun lalu. Dan aku juga harus berburu informasi terupdate tentang dunia pendidikan atau ilmu yang aku pelajari 6 tahun lalu. Sebab, 6 tahun bukanlah masa yang pendek. Pasti ada banyak sekali metamorfosa ilmu didalamnya. 

Nah untuk mengejar ketertinggalanku tersebut, aku memilih untuk menjadikan Super Internet Telkomsel sebagai kawanku berlari. Why internet ? Karena dengan internet, aku bisa mendapatkan informasi seluas-luasnya. Akses mendapatkan informasi yang aku cari juga cepat. Tinggal ketik ini, keluar aneka macam pilihan deh. Kemudian Mengapa Telkomsel ? Tentu saja, karena jangkauan Super Internet Telkomsel amat luas. Sehingga tak ada hambatan berarti bagi aku nih saat aku berburu informasi.   
Kawanku berlari mengejar ketertinggalan
Sumber gambar : androidwaw



Jadi itulah sedikit cerita dari aku, saat aku dihadapkan dengan pilihan antara menjadi ibu, istri atau mahasiswi. Dan juga pilihan yang aku ambil. Semoga bermanfaat yak, terutama bagi ibu rumah tangga yang tengah menjalani hal yang sama denganku atau bagi irt yang juga ingin mencicipi bangku kuliah lagi. 

#EmakBackToSchool 
Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

Tips Lancar Berpuasa di Bulan Ramadan bagi Penderita Sesak Nafas

 Assalamu’alaikum, Dear, Mombeb. Apa kabar? Aku do’akan semoga kamu selalu dalam kondisi sehat dan bahagia aamiin ya robbal’alamiin. Doa...