Hai 2021, Ini Resolusiku

 

Assalamu'alaikum,


Ini blogpost keduaku di tahun 2021.  

Yeayyy.

Yippiieee.

Hurrayyy.


2020 lewat sudah. Seneng dan bersyukur Alhamdulillah. Meskipun apa yang ada di 2020 masih ada apalagi kalau bukan si Corona tapi entah kenapa aku begitu optimis insyaAllah tahun ini hari hari akan mulai terasa manis untuk semua orang aamiin. 


Tadi, sebelum nge-draft blogpost untuk awal tahun, aku sempat ngintip blogpost-blogpost ku yang lalu di www.indachakim.com. Niat hati mau ngintip resolusi tahun 2020, eee ternyata zonk. Aku nggak bikin donk. Yang ada malah resolusi tahun 2019. 


Koq bisa ya aku nggak bikin resolusi 2020? Biasanya kan aku bikin. Etapi kalau diingat ingat awal tahun 2020 itu aku lagi rempong-rempongnya ngejar skor TOEFL sebagai syarat ikut yudisium. Trus juga rempong-rempongnya nyiapin pindahan ke Bali. Jadi ya kayaknya gara-gara itu bikin aku nggak inget untuk bikin resolusi 2020. 


Aku baca-baca resolusi 2019, hanya tiga yang terwujud. Satu-satunya resolusi di dunia nyata terwujud, dan hanya dua resolusi dari lima resolusi di dunia blogging yang terwujud. Kemana ajeee gueeeeh? Entahlaaahhh...

Payah, ya? 

Siapa?

Akoh. 

Yok ai. 

Dari lima aku cuma bisa mewujudkan 2 resolusi saja. Fayaaahhhh....

Lah...

😣


Lalu gimana resolusi yang sekarang? Mau ngelanjutin resolusi 2019 nggak? Terutama resolusi untuk dunia blogging? 

Belum deh kayaknya, nggak berani karena sekarang susah banget punya waktu luang. 


Ceileee guayaaa... 


Nggak, aku nggak lagi gaya, cuma pencitraan doank. 


Simi siji bambang

😅


Tapi emang begitu, sih, 8 atau 9 bulan belakangan ini memang agak susah punya waktu luang. Lawong sekarang bikin blogpost aja bisanya cuma pas semuanya sudah tidur. Itupun (seringnya) 1 blogpost bisa sampai berhari-hari aku nulisnya. Lamaaaa... 

Selama kamu membalas perasaanku #halah 😁


Ya, sejak aku dan keluarga kecilku pindah domisili dari Jombang Jawa timur ke Bali, aku lebih sering menghabiskan waktu di dunia nyata. Aku memang sengaja  memperbanyak porsi waktu di sana. Karena ada banyak hal yang harus aku (dan suami) mulai lagi dari awal. Mulai dari membangun relasi yang baru, usaha baru, sekolah baru buat si kecil, dan sebagainya. 


Hal ini sepertinya masih berlanjut sampai tahun ini. Insyaallah. Tapi semoga tahun ini aku punya lebih banyak waktu untuk dunia blogging dan segala hal yang aku dan suami rintis dari awal di dunia nyata, berjalan dengan lancar. Do'akan yaaaa manteman. Maturnuwuuunnn sebelumnya. Do'a baik kalian akan kembali pada kalian juga. 😍😊

Resolusi Blogging 2021

Jadi resolusi di dunia blogging di tahun 2021 ini adalah aku mau usahain rajin update blog aja, blog yang ini www.indachakim.com sama blog satunya metimemami.blogspot.com. Untuk blog yang kedua ini, rencananya mau aku pakai buat share soal pariwisata di tempat tinggalku yang sekarang. Niatku, ingin banget bantu mempromosikan pariwisata di sini yang nggak kalah cakep dari wisata wisata yang sudah terkenal di Bali. Do'akan aku bisa ya Manteman. Bisa Istiqomah ngelakoni dan mewujudkan niat yang sudah terpatri di hati. 


Soal spam score (resolusi 2019) gimana? Aku mau minta bantuan sama penyedia jasa penghapus spam aja lah. Cuma sampai saat ini aku belum nemu nih sama si pahlawan spam. Semoga segera ketemu deh biar rebes urusan per-spam-an yang katanya berpengaruh sama power blog. Teman teman kalau tahu soal penyedia jasa penghapus spam score, tolong kasih tahu aku yaaa. Tirimikisiiihhhhh...


Jadi kayaknya gitu ajalah blogpost awal tahun ini. Blogpost yang isinya banyak minta do'a dari kalian ya, Manteman. Hahay. Sekali lagi aku ucapkan terima kasih banyak atas do'a kalian. 

Harapan 

Harapanku di dunia nyata, semoga di tahun 2021 ini, pandemi covid-19 segera amblas terutama dari bumi Pertiwi. Insya Allah tahun ini lebih baik dari tahun 2020. Karena kita sudah dilatih untuk tangguh, dilatih untuk sabar, dilatih untuk kembali membumi, dilatih untuk terbiasa bersyukur pada hal hal yang kecil bin sederhana sekalipun, dilatih untuk terbiasa menggantungkan harap pada-Nya, dan dilatih untuk selalu melantunkan do'a pada-Nya. Ya, di tahun 2020 lalu, rasanya, kita dilatih untuk taqarrab ilallah, dan lebih dekat dengan keluarga, Ya, kan? 




So, di tahun ini, mari kita tetap melakukan hal-hal baik yang kita lakukan saat 2020 lalu. Kalau perlu tingkatkan lagi, yuk, terutama dalam hal menjaga kesehatan juga kebersihan. Yuk, kita bisa yuk. Kita bisa say hello pada 2021 dengan membawa serta rasa optimis dapat menyambut pelangi di tahun ini setelah hujan deras di tahun lalu. 


Bismillah, 

Semoga,

Aamiin.

Let's Read, Partner Ibu Hidupkan Dongeng di Rumah

 

Menghidupkan dongeng agar anak suka baca buku


Bund, beberapa waktu lalu, aku sempat resah dengan tingkah anakku yang susah banget diminta baca buku. Alasannya adaaaa aja. Kalaupun ia mau baca buku, itu pun nggak pernah mau baca lama-lama. 

"5 menit aja ya, Ma, abis itu aku main" gitu katanya. 


Pernah, aku memaksanya membaca buku dengan durasi waktu lama, eee dia malah ngambek dan walhasil nggak jadi deh baca buku. Duuuhhh... Gemas. 


Sebab Anakku Tidak Suka Baca Buku


Ini semua karena aku sih, Bund. Aku sadar diri. Anakku begitu bisa jadi (banget) karena aku nggak mengarahkannya untuk suka membaca buku. Aku nggak memberikan contoh padanya untuk rajin baca buku. Aku lebih sering pegang gawai daripada buku. Kalaupun aku pegang buku, itupun buku catatan pembukuan keuangan Kedai Makanan yang tengah aku tekuni bukan buku bacaan. Aku payah ya, Bund? Ho oh. 


Tapi, kalau aku mau usaha membuat anakku suka baca buku, rasanya, belum terlambat kan ya, Bund? Bener, nggak? 


Jadi aku mau mulai berusaha agar anakku suka baca buku, Bund. Kalaupun nggak bisa sampai ke titik suka baca buku, yaaaa minimal dia nggak ngambek lah kalau aku minta ia baca buku lama-lama, atau  langsung mau gitu kalau aku memintanya membaca buku tanpa perlu adanya imbalan-imbalan seperti imbalan boleh nonton YouTube, main game, dan sebagainya.  


Agar Anak Suka Baca Buku


Nah, langkah pertamaku untuk membuat anakku suka membaca  buku adalah dengan menghidupkan dongeng di rumah. Kenapa dongeng?


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Erlin menunjukkan bahwa metode dongeng dapat menumbuhkan minat baca anak. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk pada anak sekolah dasar menunjukkan metode dongeng dapat digunakan untuk meningkatkan minat baca anak sekolah dasar dimana yang awalnya hanya sebesar 25% anak yang menunjukkan minat membaca buku berubah menjadi 61% lalu meningkat sampai 100%. Nah berdasarkan dua penelitian di atas dapat dikatakan mendongeng dapat digunakan untuk menumbuhkan hingga meningkatkan minat baca anak. Ini tentu cocok dengan tujuanku yang ingin menumbuhkan minat baca anakku. 


Bund, selain karena hal di atas, dongeng juga memiliki manfaat lainnya. Salah satunya sebagai stimulus kecerdasan anak seperti yang diungkapkan Einstein yakni :

"If you want your children to be intelligent, read them fairy tales. If you want them to be more intelligent, read them more fairy tales."


Manfaat mendongeng untuk anak


Adapun caraku untuk menghidupkan dongeng di rumah adalah dengan sering mendongeng untuk anak. 


Eeemmm... tapi masalahnya bisa nggak ya aku mendongeng? Jangan-jangan aku malah dicuekin nih. Jangan-jangan anakku nggak tertarik nih. Kalau begini mah, bisa gagal donk aku mendongeng. Waduuuhhh, gimana-gimana?


Kata Kak Ariyo Zidni, dalam sindonews(dot)com, ada faktor penting yang harus diperhatikan Ibu jika ingin mendongeng yakni percaya diri dalam bercerita, variasi dalam memainkan suara, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh secara sederhana. Kalau sudah menguasai faktor penting tersebut, maka aktivitas mendongeng untuk anak akan berhasil dengan gemilang. 


Lalu gimana yaaaa caranya agar aku bisa memiliki semua faktor penting tersebut sebelum aku mulai mendongeng? Apa ya, Bund? Ah, sepertinya aku harus menstimulasi kemampuan mendongengku dulu deh, Bund. Karena dengan melakukan ini maka aku bisa memiliki semua faktor penting dalam mendongeng. 


Cara Menstimulasi Kemampuan Mendongeng


Let's read stimulasi kemampuan mendongeng ibu


Nah, menurutku, cara menstimulasi kemampuan mendongeng yakni dengan sering-sering membaca buku cerita bergambar. Mengapa demikian?


Buku cerita bergambar dilengkapi dengan gambar-gambar yang mendeskripsikan cerita. Nah, dari sini aku bisa belajar mendeskripsikan cerita bergambar ke dalam kata-kata. 


Di buku cerita bergambar, kadang, menunjukkan ekspresi dari tokoh dalam cerita. Nah, dari sini, aku bisa belajar atau meniru ekspresi yang ada di buku cerita bergambar.


Aku juga bisa melakukan improvisasi dari melihat gambar-gambar yang ada di buku cerita bergambar. 


Trus aku yang tidak pandai merangkai kata alias suka mbulet kalau ngomong, juga bisa belajar merangkai kalimat yang mudah dipahami anak melalui buku cerita bergambar tersebut yang mana rangkaian-rangkaian kalimatnya sudah dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami anak-anak. 


Stimulasi kemampuan mendongeng ibu


Let's Read Partner Ibu Menghidupkan Dongeng di Rumah.



Let's read partner ibu menghidupkan dongeng di rumah


Jadi Bund, agar kemampuan mendongengku makin terasah aku perlu banyak membaca buku cerita bergambar. Sayangnya, di rumahku tidak banyak buku cerita bergambar, Bund. Tapi aku nggak terlalu khawatir soal ini, karena ada aplikasi Let's Read


Let's read adalah perpustakaan digital yang didalamnya berisi buku-buku cerita bergambar dengan berbagai macam pilihan tema cerita, pilihan bahasa, hingga pilihan tingkat kemampuan membaca anak. 


Let's read


Nah, dengan keunggulan yang seperti itu, rasanya tepat untuk menjadikan Let's Read sebagai Partner Ibu Menghidupkan Dongeng di Rumah. 


Jadi kalau aku ingin mendongeng misalnya tentang hujan, aku bisa mencari buku cerita bergambar tentang hujan di Let's Read. 


Kemudian, kalau aku ingin mendongeng untuk anak usia 3 tahun, aku tinggal mencari cerita bergambar di let's read untuk level 1 atau mungkin level 2 yang masih belum didominasi sama narasi. 


Lalu kalau aku ingin mendongeng pakai bahasa Inggris, aku tinggal cari cerita bergambar di let's read yang narasinya pakai bahasa Inggris. 


Asyik kan, Bund? Yup. 


Menghidupkan Dongeng di Rumah Agar Anak Suka Membaca


Menghidupkan dongeng di rumah


Nah, akhirnya aku pun mencoba mendongeng untuk anakku. Dongeng tentang hujan. 


Sebelum mendongeng, aku sudah baca buku cerita bergambar tentang hujan ini berkali-kali sampai aku hampir hafal. 


Awal mulanya mendongeng, aku sempat deg-deg an gitu, Bund. Tapi melihat anakku antusias, rasa grogiku pun berangsur-angsur hilang, Bund, alhamdulillah. Aku pun jadi semangat mendongeng. 


Bund, setelah aku mendongeng untuk anakku itu, Alhamdulillah, dia jadi minta didongengi lagi dengan cerita yang berbeda. Aku senang, Bund. Trus aku makin senang dan bersyukur manakala anakku mau mendongeng untukku. Dan aktivitas mendongeng pun hidup di rumah. Yeaaaayyyyyy....




Praktik mendongengku untuk yang pertama kali Alhamdulillah langsung berhasil, Bund. Hasilnya berupa adanya peningkatan minat baca anakku meskipun belum signifikan tapi lumayan lah tinggal ditingkatkan lagi dengan cara tetap menghidupkan dongeng di rumah.  


Bund, aku harap usahaku menghidupkan dongeng di rumah demi membuat anakku suka membaca bisa sukses dengan gemilang. Do'akan aku ya, Bund. Do'a baik akan kembali pada yang mendo'akan. Makasih banyak, Bundaaaaaaa.


So, yuk Bund, kita hidupkan lagi dongeng di rumah bersama dengan let's read. Jangan lupa instal atau unduh aplikasi let's read ya, Bund. 


Sekian cerita aku kali ini, Bund. Next, kita ketemu lagi ya, insyaAllah, di cerita-cerita lainnya. 


Stay health, Bund. 

See yaaaa.

***

Referensi:

Fitriani, Erlin. 2014. Strategi Menumbuhkan Minat Baca Anak Melalui Dongeng di TKIT Taruna Teladan Delanggu Klaten. Skripsi. UIN SUKA.

Putri et al. 2015. Pemanfaatan Teknik Mendongeng Untuk Meningkatkan Minat Baca SiswaKelas III SD Kartika IX-1 Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2014-2015. UNEJ. ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA, 2015, I (1): 1-4.

Ade Indra Kusuma dan Firsta. 2019. Dongeng Ternyata Ampuh Tumbuhkan Minat Baca Anak.  Suara.com (diakses 5 Januari 2021)

Yohannes. 2018. 6 Manfaat Mendongeng untuk Anak. Kompas.com (diakses 5 Januari 2021)

Redaksi Koran Sindo. 2018. Mendongeng, Cara yang Baik Menanamkan Nilai dalam Keluarga. edukasi.sindonews.com (diakses 8 Januari 2021)

Gaya Parenting ala Orangtua yang Masih Punya Luka Masa Kecil Sebab Bullying

 

Stop bullying


Ada rasa tak terima, marah, juga sakit hati tiap kali aku membaca atau menonton berita tentang kasus bullying. Pun seketika berbagai macam pertanyaan menyeruak di kepalaku. Koq hal ini bisa terjadi lagi? Please, berhenti. Tolong cegah hal ini terjadi lagi. Karena dampak dari bullying bukan hal yang bisa dianggap remeh. Karena dampak bullying bisa mempengaruhi masa depan korban secara signifikan. Kata siapa?


Dr. Andre Sourander, seorang profesor psikiatri anak di Universitas Turku di Finlandia, melaporkan hasil penelitiannya bahwa anak-anak yang diintimidasi pada masa kanak-kanak memiliki peningkatan risiko gangguan depresi dan membutuhkan perawatan psikiatris di kemudian hari (Sourander et al, 2016).


Ya, seperti itulah faktanya. Seperti itulah yang aku rasakan juga. Aku, Aku si korban bullying di masa kecil. Aku merasakan dampak bullying sampai bertahun-tahun lamanya. 


Peristiwa bullying yang menimpaku itu terjadi saat aku di taman kanak-kanak dan juga saat aku di sekolah dasar. Masih ingat? Aku masih mengingatnya bahkan beberapa bentuk tindak bullying yang aku alami pun masih lekat di memori. Bullying yang menyebabkan luka di hidupku. 


Infografis data kekerasan dan bullying yang terjadi di setiap jenjang pendidikan


Luka yang aku alami sebab bullying tidak hanya fisik melainkan juga luka psikis. Sakit dari luka fisik sebab bullying bisa segera sembuh lalu hilang hanya dalam hitungan minggu, namun sakit luka psikis masih begitu terasa hingga bertahun-tahun lamanya.


Luka sebab bullying


Dampak Bullying


Luka psikis yang aku derita, secara langsung berdampak pada kepribadianku. Aku menjadi pribadi yang tertutup. Aku juga sulit bergaul terutama saat berada di lingkungan yang baru karena nyaris selalu diterkam rasa cemas setiap kali berada di lingkungan baru. Berbagai macam tanya menyeruak di kepala,  kalau aku ikut bergaul apakah aku akan diterima di lingkup pergaulan tersebut? Ataukah aku akan mengalami hal yang sama seperti dulu, menjadi bahan bully-an? Apakah mereka tipe pembully? Dan sebagainya. 

Ya, aku, secemas itu.


Dampak bullying jangka panjang dan jangka pendek


Sayangnya, dampak bullying yang masih melekat padaku itu, rasa cemas itu, masih hadir saat aku sudah menjadi seorang ibu. Seharusnya, seharusnya aku menghilangkan dampak bullying itu sebelum aku menjadi ibu. Karena dengan begitu, tidak akan tercipta gaya parenting ala orangtua yang masih punya luka masa kecil sebab bullying. Yang mana gaya parenting ini (nyaris) membahayakan anakku sendiri. Aku, (nyaris) membuat anakku dalam bahaya. 


Dampak Bullying: Gaya Parenting ala Orangtua yang Masih Punya Luka Masa Kecil Sebab Bullying. 


Ya, setelah aku menjadi seorang ibu, dampak bullying berupa rasa cemas pada hal yang terkait dengan bergaul atau bersosialisasi, tetap merajaiku. Kecemasanku ini membuatku memproteksi anakku sedemikian rupa. Aku tak pernah melepas anakku bahkan dengan sanak saudara. Aku tidak bisa menaruh percaya bahwa anakku akan baik baik saja saat bersama dengan orang selain aku. Sebab, bagiku, tempat teraman anakku adalah saat bersamaku. 



Ini semata-mata aku lakukan agar ia tidak mengalami hal yang aku alami waktu kecil. Pernah ada tetangga yang mengatakan aku lebay atau berlebihan dalam menjaga anakku sampai sampai saat main bersama temannya pun aku pantau.  


Tapi, sungguh, aku tak peduli dengan ucapan tetangga. Aku hanya menjaga agar tidak ada yang membully anakku, aku mau ia tidak memiliki luka masa kecil sepertiku, aku mau masa tumbuh kembangnya optimal tanpa terhalang oleh tindak bullying. Aku mau ia memiliki kenangan masa kecil yang membahagiakan tanpa dibayangi rasa sakit sebab perundungan. 


Puncaknya, saat anakku meminta sekolah, aku melarangnya. Aku mengatakan padanya untuk home schooling saja. Aku takut ia akan mengalami hal yang aku alami saat  berada di taman kanak-kanak. Aku, saat di taman kanak-kanak dibully oleh oknum guru yang seharusnya menjaga anak didiknya dari tindak bullying. 

Infografis pelaku kekerasan di sekolah



Faktor penyebab munculnya perilaku bullying


Beruntung, aku memiliki suami yang memiliki latar ilmu psikologi sehingga ia paham dengan kondisiku. Bahwa aku (masih) menggenggam luka masa kecil sebab bullying. Bahwa aku (masih) hidup dengan inner child. Bahwa aku belum sembuh dari dampak bullying masa kecil.  


Oleh sebab itu, Ia tidak menuruti keinginanku untuk mendekap anak kami dan menjauhkannya dari dunia luar. Ia malah mendukung anak kami pergi ke dunia luar. 


Awalnya aku menolak apa yang dilakukan suami pada anak kami. Aku takut, benar-benar takut anak kami mengalami apa yang aku alami saat kecil. Tapi, suami berhasil meyakinkanku bahwa anak kami tidak akan mengalami apa yang aku alami dulu 


"Ada, pasti ada sekolah yang baik untuk anak kita, sekolah yang tidak ada bullying di dalamnya" kata suami padaku. Aku mengangguk perlahan. Di satu sisi, ada rasa takut, cemas, dan juga rasa tidak yakin akan adanya sekolah yang nihil bullying di dalamnya. 


Lalu, suami mulai mencari sekolah.  Ia meluangkan waktu untuk melakukan survey ke beberapa sekolah taman kanak-kanak. Uniknya, ia melakukan survey saat di jam-jam istirahat. Katanya, dengan begini, ia bisa tahu seperti apa pengawasan sekolah pada anak-anak. Apakah guru ada di sekitar anak-anak saat di jam istirahat atau tidak. Karena menurut suami, bullying bisa terjadi di sekolah, salah satunya disebabkan karena lemahnya pengawasan orang dewasa dalam hal ini adalah guru sekolah.


Akhirnya usaha suami menuai hasil. Ia menemukan sekolah yang sesuai dengan keinginanku, yang aman, dan tidak ada bullying di dalamnya. Ini dapat aku lihat dari keakraban yang terjalin antara anakku dan teman-temannya juga dengan guru-guru di sekolah. Aku sendiri, saat berkunjung ke sekolah si kecil, merasa ada kehangatan di sana. 


Aku bersyukur, benar-benar bersyukur, anakku tidak mengalami apa yang aku alami saat di taman kanak-kanak. Alhamdulillahirobbil'alamiin. 


Belakangan, aku baru menyadari bahwa apa yang suami lakukan, bisa dibilang menyelamatkan anak kami dari aku, ibunya yang masih dihantui luka masa kecil. Aku tidak bisa membayangkan andai saja suami menuruti keinginanku, bisa jadi anak kami  tidak akan mengenal dunia luar. 


Menyembuhkan Luka Masa Kecil Sebab Bullying 


Lalu, bagaimana kondisiku saat ini?  Apakah dampak luka masa kecil berupa bullying itu masih ada? Masih, masih ada. Hanya saja, saat ini aku mulai berusaha menginjak pedal rem atau istilahnya berusaha mengontrol diri. Aku berusaha mempraktekkan cara-cara menyembuhkan luka masa kecil sebab bullying yang aku dapatkan di situs The Asian Parent Indonesia tentang 9 cara menyembuhkan trauma masa kecil . Karena, bagaimanapun bahkan sudah seharusnya aku memperhatikan dan berusaha menyembuhkan luka masa kecil sehingga tidak akan melakukan pengasuhan secara over protektif yang justru malah membahayakan anakku sendiri. Di situs The Asian Parents Indonesia, disebutkan efek samping pada anak yang diasuh secara over protektif yakni anak lebih mudah bergantung pada orang lain, mudah menjadi cemas, kurang dewasa, tidak pandai menyelesaikan hal-hal yang mendasar, tidak terampil bersosialisasi dan sebagainya.


Jadi, sembari menyembuhkan luka masa kecilku, aku memilih bergabung dengan suami untuk mencari formula pengasuhan atau gaya parenting yang sekiranya dapat menjauhkan si kecil dari bullying dan juga mencegahnya menjadi pelaku tindak bullying. Kami mengawalinya dengan membuka memori saat aku mengalami bullying. 


Aku sempat keberatan dengan ide dari suamiku ini. Karena rasanya menyesakkan tiap kali membahas soal luka masa kecil. Tapi, kata suami, ini juga bagian dari tahapan menyembuhkan luka masa kecilku dan juga demi si kecil, aku akhirnya mau melakukannya. 


Kami mencari penyebab aku mengalami bullying. Nah, dari situ kami membuat formula gaya parenting untuk menjauhkan si kecil dari tindak bullying dan mencegahnya menjadi pelaku bullying. 


Gaya Parenting Agar Anak Tidak Menjadi Korban Bullying dan Tidak Menjadi Pelaku Bullying


1. Demokratis

Ada 3 macam pola asuh menurut Diana Baumrind yakni pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif. Dari 3 pola asuh tersebut, aku dan suami sepakat memilih pola asuh demokratif. Orangtua lain juga mungkin akan memilih hal yang sama seperti kami. 

Salah satu alasan kami memilih pola asuh demokratif adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak di dalam pola asuh tersebut. Ini penting bagiku. 

Aku punya alasan berpendapat seperti itu. Karena aku merasakan sendiri bagaimana rasanya jika tak ada komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. 

Dulu, saat aku di sekolah dasar (bahkan hingga sekolah menengah pertama), bisa dibilang aku jarang berkomunikasi dengan orangtua. Aku tidak terbuka pada orangtua.  Aku nyaris tidak pernah bercerita tentang apa yang aku rasakan, apa yang aku alami, baik di sekolah atau di TPQ. Orangtuaku pun jarang bertanya. Sepanjang hari kami sibuk dengan aktivitas kami masing-masing. Hal inilah yang belakangan aku sadari sebagai sebab aku mengalami bullying berlarut-larut. 

Itulah alasanku mengatakan bahwa komunikasi dua arah itu teramat penting. Komunikasi dua arah antara orangtua dan anak secara otomatis akan membuat anak terbuka pada orangtua. Jika anak terbuka pada orangtua, anak akan menceritakan apa yang ia alami termasuk mengatakan jika ada org yang hendak atau sudah menyakiti atau melakukan tindak bullying padanya.  


2. Membuat anak percaya diri

Untuk memunculkan rasa percaya diri pada anak adalah dengan menstimulasi kelebihan yang dimiliki oleh anak. Hal ini tidak hanya akan menumbuhkan rasa percaya diri melainkan juga menumbuhkan rasa bangga pada diri sendiri. Ia juga akan merasa bahwa dirinya adalah orang yang berharga dan tidak bisa diremehkan, direndahkan, atau bahkan ditindas (bullying) sekalipun. 


3. Melatih berani

Tidak berani adalah salah satu penyebab aku mengalami bullying berlarut-larut. Ya, aku dulu tidak berani mengatakan apa yang aku alami pada orangtua ku karena khawatir akan mengalami bullying yang lebih parah dari biasanya. 

Aku juga tidak berani berkata tidak, jangan, berhenti, pada pelaku bullying. Aku memilih diam, pergi, atau bahkan menangis. 

Oleh sebab itu, aku dan suami sepakat untuk menstimulasi keberanian anak kami dengan cara memberikan ruang baginya untuk mengutarakan pendapatnya serta menghargai pendapatnya itu. Kami juga memberikan contoh padanya melalui interaksiku dengan suami. 

Sebagai tambahan, kami memberikannya buku-buku hingga video-video anak yang didalamnya terdapat adegan berani mengungkapkan pendapat, berani mengatakan yang benar, berani memperbaiki yang salah dan sebagainya.


4. Menstimulasi kemampuan bersosialisasi.

Kemampuan bersosialisasi merupakan salah satu bagian dari kecerdasan majemuk Howard Gardner atau yang juga dikenal dengan kecerdasan interpersonal. Setiap kecerdasan memerlukan stimulasi agar kecerdasan berkembang secara optimal. 



Adapun bentuk stimulasi kemampuan sosialisasi yang kami berikan seperti menstimulasi rasa empati anak, menerima keberagaman, toleransi, dan sebagainya. Lalu lawan atau kebalikan dari rasa-rasa inj, maka bisa jadi mengarah pada tindak bullying. Jika anak menemukan orang yang  tidak memiliki rasa empati, intoleran, dan sebagainya, maka ia harus waspada dengan orang tersebut. Pengetahuan ini bisa jadi alarm baginya sehingga terhindar dari tindak bullying. Hal ini juga bisa mencegah anak menjadi pelaku bullying itu sendiri.

Harapan kami, stimulasi dan pengetahuan kemampuan sosialisasi yang kami berikan dapat menjadi bekal baginya saat ia bersosialisasi di sekolah, di tempat mengaji (TPQ), saat bermain, atau dimanapun ia berada. 


5. Memberikan contoh baik pada anak

Aku tahu bagaimana rasanya dibully, oleh sebab itu aku benar-benar menjaga diri untuk tidak menjadi pembully pada anakku,  pada siapapun. Aku berharap apa yang aku lakukan ini dapat menjadi contoh bagi anakku sehingga ia tidak akan menjadi si pelaku bullying. 


Seperti itulah formula gaya parenting yang kami terapkan pada si kecil. Namun formula tersebut tidak bersifat mutlak. Kami masih terus belajar, belajar, dan belajar menjadi orangtua untuk si kecil. Salah satunya belajar di website, dan media sosial the Asian Parents Indonesia. 


The Asian Parent adalah situs terbaik di Indonesia yang membahas seputar kehamilan, bayi, tumbuh kembang anak, kesehatan anak, nutrisi anak, serta pengasuhan. Di sini aku bisa belajar banyak hal, tak hanya materi melainkan belajar dari para orangtua yang share pengalaman gaya parenting mereka. Jadi formula tersebut mungkin saja bertambah seiring pengetahuan dan pengalaman yang kami dapatkan. 


Terlepas dari itu, aku, sebagai orang yang pernah menjadi korban bullying sungguh-sungguh berharap sepenuh hati, tidak akan ada bullying lagi. Aku berharap ada tindakan nyata dari dunia pendidikan yang didukung oleh yang terkait termasuk para orangtua untuk mencegah terjadinya bullying lagi. 


Semoga dengan usaha nyata untuk mencegah terjadinya bullying yang dilakukan secara bersama-sama dapat menjadikan Indonesia bebas bullying sehingga tidak akan lagi menduduki posisi tertinggi kelima di dunia soal Murid Korban Bully yang mencapai persentase sebesar 41.1% di tahun 2018 menurut Organisation for Economic Cooperation and Development tahun 2019 (dalam katadata.co.id).


Dah, yang terakhir, mari kita berdo'a  semoga anak-anak kita senantiasa berada dalam lindunganNya dan dijauhkan dari tindak bullying, menjadi pelaku bullying atau yang menyaksikan tindakan bullying. Aamiin aamiin ya robbal'alamiin. 

***

Referensi :

KKH Darmayanti, Farida Kurniawati, Dominikus David Biondi. (2019). Bullying di Sekolah: Pengertian, dampak, pembagian dan cara menanggulanginya. Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan UPI, Vol 17, No 1.

Sourander Andre, dkk. (2016).  Association of Bullying Behavior at 8 Years of Age
and Use of Specialized Services for Psychiatric Disorders
by 29 Years of Age.
JAMA Psychiatry, 73 (2): 159-165.

Shams H, Garmaroudi G, Nedjat S. (2017). Factors Related to Bullying: A Qualitative Study of Early Adolescent Students. Iran Red Crescent Med J, 19(5):e42834, doi: 10.5812/ircmj.42834.

https://id.theasianparent.com

https://m.rri.co.id/nasional/peristiwa/765103/kpai-sepanjang-2019-153-aduan-kasus-kekerasan-di-sekolah

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/12/12/pisa-murid-korban-bully-di-indonesia-tertinggi-kelima-di-dunia


Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

About Me

Halo Assalamu'alaikum, Aku Inda, guru tk. Aku  ibu dari dua bocil, ken dan yumna, yang suka menulis, suka kulineran, jalan-jalan...