Apa yang diharapkan dari aturan main iklan rokok yang dibuat
pemerintah melalui Permenkes No 28 Tahun 2013. Apa?. Berharap jumlah perokok
berkurang?. Atau agar rokok tak menjamah generasi muda?. Atau apa?. Semua itu
tidak akan terjadi, jika aturan mainnya semudah mengedipkan mata.
Aturan main tersebut hanya berisi tentang beberapa batasan
saja dan terkesan tidak memberatkan. Padahal tujuan dari aturan tersebut adalah
untuk mengendalikan dampak iklan rokok terhadap generasi muda.
Beberapa aturan main iklan rokok untuk penyiaran televisi meliputi
:
1. Iklan rokok di televisi hanya boleh tayang pukul 21.30
sampai 05.00.
2. Iklan juga tidak boleh menampilkan wujud rokok.
3. Mencantumkan nama produk sebagai rokok.
4. Menyarankan rokok.
5. Menggunakan kalimat menyesatkan.
6. Menampilkan anak, remaja, wanita hamil, atau tokoh
kartun.
7. Iklan rokok juga harus mencantumkan 18+ sebagai usia yang
pantas untuk merokok
8. dan lain sebagainya.
Bagaimana aturan main di atas?. Terkesan biasa saja kan ?.
Padahal televisi merupakan sarana informasi yang paling dekat dengan
masyarakat. Tua muda. Pria wanita. Tak dapat lepas dengan yang namanya
televisi. Jika ingin memberikan pengaruh terhadap masyarakat, maka televisi
adalah sarana yang paling pas dan sip.
Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, Hery Chariansyah,
mengatakan mayoritas anak menjadi perokok lantaran terpengaruh iklan di
televisi.
"Iklan rokok begitu massif melakukan promosi di media
penyiaran yang bertujuan menjerat anak menjadi perokok pemula," kata Hery
dalam diskusi di kantor Yayasan Kanker Indonesia, Kamis, 4 Juli 2013.
Akhir 2012 lalu, Komisi Nasional Perlindungan Anak telah
melakukan penelitian dampak iklan rokok di televisi terhadap minat anak untuk
merokok. Dari 10 ribu anak usia Sekolah Menengah Pertama di 10 kota ditemukan
bahwa 93 persen anak mengetahui dan tertarik iklan rokok di media televisi.
Sebanyak 34 persen dari 10 ribu anak mengaku merokok karena tertarik saat acara
musik.
Tingginya pengaruh media televisi dan radio terhadap minat
anak merokok ini, menurut Hery, harus segera dihentikan. "Membiarkan iklan
rokok patut disebut tindakan menjual generasi muda pada industri rokok."
Iklan rokok dalam siaran televisi memang sudah memenuhi beberapa
aturan main tersebut. Tak menampilkan wujud rokok. Tidak menyarankan merokok. Tidak
menampilkan anak, remaja, dll.
Iklan rokok juga berbeda dari iklan-iklan lainnya. Iklan lain
sibuk promosi produk, menunjukkan kelebihan, bisa ini, bisa itu, agar ini, agar
itu. Iklan rokok hanya menyajikan kesenangan dan keseruan (iklan rokok genk
ijoe), dan beberapa pesan moral (ex : iklan rokok jin, wani piro) dan lain
sebagainya. Semua iklan tersebut di kemas dengan begitu aduhay. Menghibur dan mengesankan. Berkesan dengan
tulisan penutup iklan tersebut yang tak lain merupakan merk dari rokok itu
sendiri. terkadang ada juga beberapa kalimat penutup yang memunculkan
perspektif berbeda bagi yang membacanya. Seperti : “Pria punya selera” atau “selera
Indonesia” dan lain sebagainya.
Sebenarnya tanpa iklan pun rokok tetap mengudara di langit
indonesia. Toh jika pemerintah melarang iklan rokok tayang di televisi, tidak
akan mengurangi popularitas dari rokok tersebut. Tetap dicari, tetap diminati. Tapi
tidak mungkinlah yah pemerintah akan melakukan hal tersebut. Karena produsen
rokok memiliki hak untuk promosi.
Hhhhh. Berbicara tentang rokok memang tak ada habisnya. Awet.
Sebagaimana asap rokok yang menyatu di udara.
Udara pun tak akan habis. Yang habis adalah penghirupnya.
Saya sebagai salah satu gadis, ups wanita yang tidak suka
dan tidak mau menjadi perokok pasif berharap semoga para perokok aktif dapat
bersikap lebih bijak. Paling tidak, untuk tidak berbagi asap rokok. Tidak mengundang
malaikat izrail.
Referensi :
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/04/173493688/Mayoritas-Anak-Merokok-Karena-Terpengaruh-Iklan--