[Diikutkan dalam lomba ultah ke-4 Penerbit Haru]
***
"Elu sudah berhasil melalui semua
ujian yang gue berikan, sekarang elu pergi ke ujung
barat negeri ini, gue tunggu elu di sana"
"Mencari kitab suci Guru?"
"Emangnya tong sam cong, udah pergi aja sana" jawab Sang Guru lalu menendang
pantat Haru.
Tuiiiinnngggg.
Haru berjalan menuju barat. Tak lama kemudian ia sampai di sebuah sungai yang
cukup besar. Tak ada jembatan di sana. Hanya ada sebuah rakit dan seseorang
yang duduk di atasnya.
"Pak, tolong antarkan saya ke seberang" pinta Haru tanpa basa basi
seraya menyodorkan beberapa lembar uang. Si Pak Rakit menoleh.
"Aduh, nggak bisa, rakitnya rusak" jawabnya.
"Ya sudah, saya bantu benerin pak"
"Aduh susah ini".
Haru menggaruk-garuk kepalanya.
'Pak Rakit aja bilang susah, apalagi........' pikir Haru.
Hujan turun. Haru masih bingung harus
melakukan apa. Namun ia teringat dengan pesan gurunya bahwa pantang menyerah
sebelum mencoba sekuat tenaga.
Pak rakit mengajaknya berteduh.
Karena hujan semakin deras dan petir menyambar-nyambar. Hingga akhirnya.
JEDIARRRR.
Haru lalu bangkit. Ia memaksa Pak Rakit
membantunya. Agar cepat selesai. Ia tak peduli dengan keluhan-keluhan yang
keluar dari mulut Pak Rakit.
"Tu kan pak, beress" kata haru. Si Pak
Rakit tak menyangka Haru bisa melakukan ini. Setelah mengantar Haru ke
seberang, Pak Rakit berkata :
"Koq bisa benerin rakit saya ?" Tanya
Pak Rakit.
"Apa karena disambar petir tadi ya"
lanjutnya.
GLODAK.
Haru menepuk jidat. Ia pun
menyampaikan sebagaimana pesan yang disampaikan oleh gurunya.
Tak lupa, Pak Rakit bertanya nama dan Haru pun
menjawab.
"I am Haru".
Pak rakit manggut manggut.
‘Ya ya ya, Ayam Haru’ batinnya.
Haru melanjutkan perjalanannya yang tentu saja tak mulus. Ia harus melalui
bukit malas dan jurang putus asa. Ia juga membantu beberapa orang yang
dalam kesulitan. Alhasil, namanya pun di elu-elukan.
"Ayam Haru".
Ya begitulah orang-orang menyebut namanya.
Ia baru tahu maksud sesungguhnya Sang Guru
menyuruhnya melakukan perjalanan ini. Agar ia tak hanya menjadi jagoan biasa
melainkan menjadi jagoan yang berhati mulya. Tak mudah mengeluh, tak malas,
pantang menyerah.
Sementara
itu, di ujung barat negeri ini.
"Kemana
ni si Haru, jangan-jangan tersesat, atau jangan-jangan dia jalan beneran, nggak
terbang, ru haruuu..jamuran gue nugguin elu..mana nasi tumpeng perayaan ke-4 tahun lu jadi
murid gue, udah nangkring di meja lagi, bakal kering ni nasi...hadeehhh".
***
363 Kata