Aku dulu punya
teman. Bukan teman sepermainan lo ya, tapi seperjuangan (MERDEKA!!!). Bedanya
dia aktif, aku pasif alias melempem, lama-kelamaan mundur teratur, menghilang
dari yang namanya memperjuangkan hak-hak buruh (tak patuuutttt..#godek-godek).
Namanya Hakim.
Semasa kuliah, aktif di BEM juga SPM (Serikat Perjuangan Mahasiswa). Menjelang lulus ia berkecimpung di SPBI,
solidaritas perjuangan buruh indonesia. Tak hanya memberikan pendidikan seputar
undang-undang tenaga kerja, hak-hak serta kewajiban para buruh, ia juga
merangkap sebagai tim advokasi buruh. Jadi jika ada buruh yang terampas haknya,
maka hakimlah yang maju. Maju? Maksud eke hakim yang akan memperjuangkannya.
Tak jarang, jika para buruh berdemo, ia turut serta, dari mulai membawa
spanduk, jadi seksi dokumentasi dan ikut berorasi. Orator adalah keahliannya.
Ia ahli membakar semangat para buruh untuk tetap berdemo meskipun panas
menerjang, aparat menghadang dan perut keroncongan. Semua hal itu ia lakukan
murni karena kesadaran diri juga free, tanpa bayaran.
Me : “masa’ sampean nggak dibayar pak hakim?” tanyaku pada pak hakim. O ya aku
sengaja menemuinya di tempat ngopi kesukaannya. Ya biar bisa wawancara, foto
bersama, trus ikut GA emak winda (emak gaoel).
He :“mau dibayar pakek apa?La wong iuran arek-arek
pabrik Cuma cukup dipakek operasional kantor SPBI, seperti nyicil bayar
kontrakan buat kantor, beli kertas plus tinta untuk kebutuhan ngeprint
surat-surat, bayar listrik, PDAM, konsumsi kalau-kalau ada rapat, sudah cuma
itu saja, ndak ada lebihnya, malah kadang duit dikatong ikut katut (terpakai). Aku ndak mengharap
bayaranm yang penting organisasi jalan plus arek-arek solid. Aku masih bisa
berburu rejeki sendiri. Rejeki ngulang
(mengajar) alhamdulillah isok nyukupi aku dan keluargaku”. jawabnya puanjaaaangggg
sekali. Ia menghisap rokonya dalam-dalam. Lalu..buuullll.
Me :“programnya sekarang apa saja pak
hakim?masih seperti dulu kah?”
He :“Masih sama, itu saja susah untuk betul
betul dijalankan”
Me :“............” alisku mengkerut
He :“arek-arek buruh lagi indehoy, ndak ada
kasus, kalau sudah begini mereka lupa
dengan organisasi”
Me :“koq gitu ya, habis manis sepah dibuang”
He : “ndak ada sepahnya, mereka minum sama
sepah-sepahnya, jadi ya ndak inget blas, diundang rapat/pendidikan alasannya
ini itu”
Me :“diwajibkan ikut semua kegiatan saja, sebagai
syarat jadi anggota SPBI??” usulku.
He : “ya kabur semua”jawabnya seraya
tersenyum garing.
Me :“La trus gimana??”
He : “ya nggak gimana-gimana, aku ndak mau maksa
mereka,yang mau ikut pendidikan monggo, yang ndak mau ikut ya aku rapopo”
jawabnya santai. Ia menyeruput kopinya. Slruppp.
He : “organisasi itu ibarat seni, seni mengorganisir
orang yang memiliki karakter berbeda, yang satu suka begitu, eee yang situ suka
begini, yang ini mau yang itu, yang itu mau yang ini, yang bisa menyatukan
mereka hanya satu, apa cobak??”.
Ditanya begitu
aku langsung nyengir, lalu mules.
He : “deng
dong...belum tepat, kesadaran diri, itu paling utama, sadar bahwa ikut
organisasi itu penting, bahwa mengerti hak serta kewajiban itu adalah hal dasar
yang harus diketahui buruh, bahwa melatih otak dengan mengikuti pendidikan itu
juga penting, jika itu sudah berjalan, maka mereka akan menjadi ‘bukan buruh
biasa’, bukan buruh yang dicocok idungnya manut saja”
Me :“emmmm selain ngasih pendidikan trus
sekarang di bulan puasa ini kegiatan bapak apa lagi?”
He : “apa
yaaaa???..o itu, mendaftarkan anggota baru spbi ke personalia pabrik juga
disnaker, lumayan, anggota spbi yang bekerja di pabrik sepatu jadi bertambah
100 orang”
Me :“o ya ya”aku manggut-manggut.
He : “tidak ingin ke SPBI lagi?”
Me :“siapa pak?”
He : “ya kamu lah, masa’ tembok”
Dieng..aku nyengir lagi. Sampai kering ni gigi.
Me :“ooo tidak, saya support aja”
He : “ooo
gitu”
Me :“iya”
....................Ngiiingggg...ngiiiingggg......ngiiiinngggg.............
Nyamuk lewat
He : “sudah ah ma, kopi, rokok, udah habis
nih”
Me :“yaaaaaa..belum selesai yah, aku bikinin
kopi lagi ya”
He : “ndak
usah, aku bisa kembung nanti kebanyakan kopi”
Aku nyengir lagi.
Gusi ikutan garing.
Me :“ya udah kalau gitu, selfiee duluuuuu”
CEKLIK
Taraaaaa
Pak hakim adalah
suami saya, dan ayah dari ken.
We (aku n ken)
proud of you, meskipun ayah tak banyak doku, melainkan cukup berdoku, yang
penting hati ayah selembut salju...#ahayyy..Asegasegjos.
The End
Assalamu'alaikum...
ReplyDeleteTerima kasih sudah berbagi cerita inspiratif ini, ya!
Good luck! ^_^
Emak Gaoel
pantang pulang sebelum tumbang,,,,karena mundur adalah penghianatan..
ReplyDelete