Menjadi Cahaya Untuk Keluarga

Di awal-awal tahun pernikahan kami, semua berjalan dengan baik. Namun siapa sangka bahwa cobaan akan datang mendera di tahun ketiga pernikahan kami. Siapa yang menduga bahwa usaha yang ditekuni suami terhenti. Tidak. Aku sama sekali tidak mengira itu akan terjadi dan tidak juga menduga akan terjadi secepat ini.

Cobaan yang menyapa kami adalah soal ekonomi. Cobaan yang klasik bukan ? Semua keluarga pasti pernah mengalaminya dan juga punya cara sendiri untuk menghadapinya. Begitu juga dengan kami.

Cara Suami dalam menghadapi cobaan ekonomi ini adalah dengan bekerja lebih giat dari sebelum cobaan datang. Dulu, ia selalu ada di rumah saat weekend. Sekarang, tak kenal hari libur. Bekerja seminggu full. Apa yang bisa ia kerjakan, ia lakukan. Ada peluang, Ia jajal (coba). Ia bergerak terus dan terus bergerak.

Melihat suami yang banting tulang begitu, demi membuat dapur tetap mengepul, tentu aku tidak bisa duduk santai leyeh-leyeh saja. Aku juga ikut bertindak. Semampuku. Sebisaku. Dan tanpa memunggungi profesiku yang sebenarnya sebagai seorang ibu rumah tangga.

Di tengah cobaan seperti ini, terselip rasa syukur karena aku pernah menjadi mahasiswa jurusan mat

Pesanan  - Membuat Modul Mata Pelajaran MTK untuk Kelas 1 SD

Pesanan - Membuat tutorial mainan untuk pelajaran matematika anak usia dini
Pesanan ketikan
Sekilas, usaha di bidang jasa yang aku kerjakan ini, terlihat memberikan hasil yang banyak. Namun hal seperti ini, hanya berlaku di tempat-tempat yang strategis. Seperti dekat dengan kampus atau dekat dengan sekolah-sekolah dan sebagainya. Sementara aku tinggal di pinggir kota dan jauh dari sekolah maupun kampus. Jadi usaha yang aku lakukan ini belum dapat benar-benar membantu suami, minimal untuk membuat dapur tetap mengepul.

Ketidakmampuanku ini, kadang membuatku nelangsa sendiri. Sedih karena tak dapat membantu suami. Nelangsa yang berlarut-larut ini, akhirnya mendorongku mengatakan hal ini kepada suami  :"Ngapunten Ayah, dereng saget mbantu ekonomi keluarga, ngapunten" (Maaf Ayah, belum bisa bantu ekonomi keluarga, maaf).

Dan jawaban dari suamiku adalah : "Muma malah sudah banyak bantu ayah, banyak sekali, momong ken, ngurus rumah, nyiapin masakan, banyak, itu sudah sangat membantu ayah".

Speechless.

Nggak nyangka bahwa jawaban suami akan seperti itu. Asli. Dan jawaban tersebut berhasil membuat ku berkaca-kaca.

Aku memang belum bisa memberikan sumbangsih kepada ekonomi keluarga. Aku hanya berusaha untuk menggunakan pemberian suami sebaik mungkin. Cukup untuk dapur, cukup untuk pengeluaran sehari-hari selain dapur, juga cukup untuk menstimulasi si kecil ken. Caranya adalah dengan melakukan penghematan di segala lini.

Hemat dapur :
Jujur, aku tak pandai dalam hal memasak. Tapi aku mau belajar dan berusaha menyiapkan aneka macam makanan untuk keluarga kecilku. 
Pentol wortel, Nuget wortel,
Roti tawar gulung pisang
Pangsit ayam

Sushi Daun Singkong

Sayur bening kesukaan si ken
Membuat botok - makanan favorit suami
Hemat pengeluaran listrik
● Tidak menyetrika semua baju. Kecuali baju yang berbahan mudah kusut.
Caranya adalah dengan merapikan pakaian saat akan aku jemur. 
Merapikannya dengan cara dikibas-kibaskan. Digantung menggunakan hanger atau di tali.
Langkah pertama
Tarik setiap sudut.
Langkah kedua
Lalu beri sedikit usapan pada baju atau pakaian yang dijemur.
Langkah ketiga
Hasilnya
Taraaaa - Sudah rapi tanpa disetrika lagi
● Menggunakan mesin cuci seperlunya saja. Seperti saat sedang sakit atau saat hujann.
Maksud suami membelikan sebuah mesin cuci untukku adalah untuk meringankan pekerjaan rumah tangga yang aku kerjakan. Meskipun demikian, aku tak semerta-merta langsung menggunakan mesin cuci. Aku menggunakannya saat aku tak enak badan atau saat musim hujan. Itupun yang aku gunakan hanya fungsi pengeringnya saja.  Dengan menggunakan pengeringnya saja, aku bisa menghemat listrik selama 36 menit.

Hemat air
● Menggunakan air bekas mandi si ken untuk mencuci baju


● Menggunakan air bekas cucian beras untuk menyiram tanaman


Hemat pengeluaran untuk si kecil
● Mengurangi pengeluaran untuk membeli pospak dengan membuat training pants sendiri untuk si kecil. 
Caranya adalah dengan memanfaatkan alas ompol si kecil yang sudah tidak terpakai. Lalu aku ubah menjadi penampung pipis. Kemudian aku jahit di celana dalam si kecil.

Alas ompol tak terpakai sebagai penampung pipis

Alas ompol yg sdh berbentuk penampung pipis
 dijadikan satu dengan celana dalam
Taraaaa, training pants utk si kecil siap digunakan
● Mainan
Mengurangi pengeluaran untuk membeli mainan.
Karena si kecil ken berada dalam rentang masa golden age. Maka aku wajib memberikan stimulus kepadanya. Salah satunya adalah dengan aneka macam mainan yang aku buat sendiri dan aku sesuaikan dengan materi stimulus yang akan aku berikan padanya.

Mobil-mobilan dari bekas kemasan bedak si ken

Perahu pedal dari kemasan minyak si ken

Kartu huruf dari kardus bekas susu formula

Kota mini dari kardus bekas

Memanfaatkan kertas bekas dan kalender bekas







Saat Passion Tak Direstui

Mudik kemarin, aku sempat menonton sebuah acara televisi bareng bapak. Biasanya jarang bisa begitu sih. Soalnya, si tv selalu dikuasai si kecil ken. Jadi yang gede-gede bin tua-tua ngalah. Aku ? Masih muda lah yah. #MenolakTua hahahaha.

Nah acara yang aku tonton sama bapak itu menyajikan kisah seorang anak muda yang berhasil meraih kesuksesannya di usia yang sangat belia. Sedang asyik nonton, bapak nyeletuk begini  : "Kamu koq gakk bisa kayak gitu ?".

Jedieeeeerrr.

Seketika itu rasanya petir menyambar-nyambar hati. Menohok ciiinn. Tapi tenang nggak sampek membuat hati ini jadi gosong koq. Karena apa ? Aku punya jawaban pamungkasnya donk. Hahahaha.

"La wong iku didukung penuh karo wong tuwo e, ket cilik, la bapak ? Dukung aku ora mbiyen ? Ora tho,yeeeeeee".

Dziiingggg.
Bapak hening.
Yes
I wiiinnnn

Hahayyy.

Iyup, bapak dulu begitu. Kesukaanku dalam dunia menulis nggak terlalu dianggap penting sama beliau. Bagi beliau, kesukaanku itu hanya sekedar hobi. Yang namanya hobi itu just for fun. Nggak perlu ditekuni serius. Nggak perlu distimulus. Nggak perlu dikembangin , biar ngalir aja dan sebagainya. Dan yang paling utama adalah nggak bisa dijadikan sebagai poros utama untuk meraih masa depan gemilang. Jadi cita-cita aku yang ingin berkecimpung di dunia tulis menulis, entah jadi penulis, atau jurnalis, kandas sudah.

Kandasnya cita-cita yang sejalan dengan passion aku itu berdampak pada jiwa aku donk tentunya. Kehampaan melanda *aseg. Aku memasrahkan semua kepada bapak. Mulai dari jurusan hingga profesi yang harus aku lakukan setelah lulus S1 nanti. Hidup jadi gitu-gitu aja. Cuma sekedar ngikutin arus aja. Kuliah pun jadi setengah-setengah. Saat sudah bekerja pun tetap begitu. Nggak ada greget sama sekali. Selow ajah.

Pernah sih aku nyobak suka dengan pilihan bapak. Mencoba meraih prestasi di dunia yang bukan passionku. Hasilnya ? Prestasi ku dapat tapiiiiiii biasak ajah. Biasaaa banget. Nggak ada perasaan pengen joget hula hula bahagia gitu. Nggak ada.

Mungkin, dulu, kalau aku mendapat dukungan, aku bisa meraih kesuksesan lebih cepat. Seperti halnya mak Tanti yang meraih kegemilangan sebab menekuni passionnya. Nah cerita lengkap soal mak Tanti yang jago nge-doodling itu, bisa dibaca di sini yes.

Etapi nggak boleh begitu donk ya. Berandai-andai begitu. Nasi sudah jadi bubur. Sekarang gimana caranya agar membuat si bubur jadi terasa enak dan napsuin. Bisa ditambah krupuk, bawang goreng, suwiran ayam, dan sebagainya. Kalau aku lebih memilih untuk menambahkan suwiran ayam ke bubur. Yakni membangkitkan passionku dulu. Mungkin agak lama. Karena mulai dari awal lagi. Tapi it's okehh. Better late than never though, right ?.

Kalau dipikir-pikir, aku maklum sih dulu pendapat bapak seperti itu. Memang waktu itu kan belum terlalu populer soal berita-berita tentang orang-orang yang sukses menjalankan passionnya. Belum. Maklum banget. Secara untuk berburu informasi, berburu ilmu, nggak semudah sekarang. Selain itu juga, segala sesuatu pasti ada hikmahnya kan ?. Nah sisi positif dari pengalamanku ini yaitu bisa aku jadikan sebagai referensi dalam dunia parenting yang tengah aku geluti saat ini hingga esok nanti. Dan referensi itu meliputi :

1. Berusaha untuk mengenal passion si kecil
Tak kenal maka tak sayangg. Jadi aku akan berusaha mengenal lebih dekat passion si kecil. Dengan cara menemani si kecil beraktivitas. Mengamati aktivitas si kecil hingga bersama-sama melakukan apa yang tengah si kecil lakukan dan ia sukai alias passionnya.
 
2. Mendukung passion si kecil
Setelah mengenal lebih dekat. Selanjutnya adalah mendukung passion si kecil. Bentuk dukungan bisa dimulai dari hal yang kecil bin sederhana yakni dengan pujian. Dan harus ditingkatkan lagi dengan memfasilitasi si kecil dalam mengembangkan passionnya

3. Membantu passion si kecil menemukan pintu menuju kesuksesan
Saat masih terfokus dengan point kedua, boleh donk diselingi dengan perburuan informasi soal pintu-pintu sukses yang sesuai dengan passion si kecil. Lalu biarkan si kecil memilih akan masuk pintu yang mana. Tentunya setelah ia mempertimbangkan segala macam aral rintangan yang mungkin akan ia hadapi. Gitu.

Untuk saat ini aku masih dalam tahap mengenal lebih dekat alias PDKT dengan passion si kecil yang ternyata tidak hanya satu itu. Wajar sih. Masih bocah ini. Masih suka banget bereksplorasi. Mungkin nanti akan nampak mana yang paling ia suka, dan ia kuasai.

Nah kalau kalian gimana nih moms ? apa yang emoms lakukan waktu si kecil mulai menunjukkan passionnya ? Share dimari yak !. Oke, matur tengkiu. :D

Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

About Me

Halo Assalamu'alaikum, Aku Inda, guru tk. Aku  ibu dari dua bocil, ken dan yumna, yang suka menulis, suka kulineran, jalan-jalan...