Menjaga api. Tak semudah menyalakan api.
Begitu juga dengan menjaga emosi.
Terutama untuk seorang ibu rumah tangga.
Dengan aktifitas yang sama di setiap harinya.
Berinteraksi dengan orang yang sama dengan berbagai macam keinginan, sifat, dan
sikap.
Lelah sudah pasti, dan bosan pasti datang. Jika
begitu, me time adalah solusinya.
Lalu bagaimana dengan irt yang memiliki balita dan tak berasisten rumah tangga.
Tentu saja tak ada waktu khusus. Tak ada me
time. Waktu luang mereka hanya pada saat si kecil tertidur.
Lalu bagaimana dengan lelah dan bosan? Jika tak
tertangani tentu akan mendatangkan emosi.
Baiklah, mungkin semua itu akan terobati dengan
tingkah pola si kecil.
Tiba-tiba masalah ekonomi muncul, suami yang
biasanya bekerja 7 hari dalam seminggu, kini harus bekerja 5 hari saja. Karna
hilangnya satu pekerjaan yang merupakan sumber utama penghasilan. Pertanyaannya,
masih sanggupkah membentengi diri dari emosi?.
Hhhhhhhh.
Pertahanan saya roboh seketika. Begitu sensitif.
Temperamen. Ibarat embun di tepi daun. Akan jatuh ke tanah hanya dengan
hembusan angin saja. Imbas terbesar adalah, keceriaan si kecil. Matanya sembap.
Sering menangis. Karena saya. Astaghfirullah.
Puncaknya, saya menangis sejadi-jadinya di atas
sajadah.
Sedikit lega. Hati dan pikiran lebih terbuka. Bahwa
cobaan ekonomi ini bukan apa-apa dibanding dengan ibu penjual gorengan yang
menjajakan dagangan dengan berjalan kaki atau kakek tua, pedagang asongan,
keliling taman kota menjajakan dagangannya dengan kakinya yang pincang. Mereka
tetap berusaha.
Saat suami tiba di rmh. Maaf pun segera keluar dari
mulut saya. Dan apa kata beliau: "nggak usah khawatir ma, aku pasti berusaha
sekuat tenaga, cukup perhatikan anak kita dan membuat rumah kembali
ceria".
Subhanallah.
Menjaga emosi amatlah susah. Oleh sebab itu,
bentengilah diri dengan ibadah. Buka
hati dan pikiran. Pekalah terhadap lingkungan sekitar dan yang paling utama
adalah bersyukur.Jika emosi sudah terjaga, maka kesuksesan menjadi ibu rumah
tangga, berada di depan mata.
Semoga bermanfaat.