Anak Kinestetik Bukan Anak Nakal

Kadang, saat aku memperhatikan tingkah pola si kecil, rasa-rasanya, seperti memutar ulang memori masa lalu. Yaaaa nggak lalu-lalu amat sih. 4 tahun lalu. Masa-masa sebelum aku dianugerahkan si kecil ken.

Kalau ingat masa-masa itu, rasanya, aku jahiliyah banget. Suka ngejudge anak kecil yang nggak bisa diam, nggak manut, nggak anteng dengan sebutan anak nakal. Jehong yes. Istighfar nda. Iyaahhhh. hiks.

Tapi, sejak aku diamanahi seorang bocah. Hal itu tentu saja tidak pernah terjadi lagi. Apalagi, bocah yang diamanahi Allah ke aku dan suami merupakan tipe anak yang nggak bisa diam, nggak manut, nggak anteng. Beuugghh. Nggak pernah. Aku nggak pernah lagi men-judge anak-anak. Terutama anak yang memiliki tipe seperti itu. Sungguh. Tobat cyin tobat.

Mempelajari si kecil membuat aku paham banyak hal. InsyaAllah. Salah satunya soal kecerdasan majemuk.

Menurut Howard Gardner, jika dilihat sekilas, anak yang memiliki tipe seperti itu menunjukkan bahwa ia merupakan anak dengan kecerdasan kinestetik. Yakni anak yang memiliki kemampuan dalam hal olah tubuh. Ia suka bergerak kesana kemari. Ia suka bereksplorasi, mencoba hal-hal baru. Mengotak-otik sesuatu. Ia suka belajar. Apalagi jika kegiatan belajarnya dilengkapi dengan aneka macam praktek, permainan dan sebagainya.

Namun, rupanya, pemahaman soal anak kinestetik masih minim. Di sekolah nih, masih saja ada pendidik yang menganggap bahwa  anak yang sulit untuk duduk diam berlama-lama di kelas alias tidak bisa diam adalah anak yang nakal. Padahal bukan. Bukan nakal. Melainkan anak kinestetik. Apa yang anak lakukan di dalam kelas seperti suka jalan-jalan di kelas, pindah-pindah tempat duduk, suka melakukan aktivitas lain di kelas. Semata-mata untuk menyalurkan kecerdasan kinestetik mereka.

Lalu bagaimana dengan stigma di masyarakat ? Sama. Masyarakat masih menganggap bahwa anak kinestetik merupakan anak nakal.

Soal ini, aku pernah mengalaminya sendiri. Karena tingkah pola si kecil ken yang tidak bisa diam.  Dengan mantabnya tetanggaku mengatakan : "hemm..nakal iki"

Tapi, wajar bila stigma tersebut masih tertanam di masyarakat. Mengingat masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang dunia anak-anak. Khususnya tentang kecerdasan majemuk anak.

Aku sendiri, mungkin tidak akan paham dengan hal seperti ini, jika si kecil memiliki kecerdasan yang lain. Nah berubung si kecil adalah anak kinestetik. Jadi aku pun kudu mengenal dan mempelajari hal itu.  

Allah memang Maha Luar Biasa. Ngasih pemahaman ke aku, tentang dunia anak, dengan cara yang nggak aku duga. Yakni melalui si kecil ken. Tengkiu For You Robb.

Persiapan Kuliah : Kostum


Jangan lihat kulitnya, tapi lihat juga isinya. 

Jangan menilai buku dari sampulnya saja.

Kalimat-kalimat begitu sering berseliweran di telinga. Bahwa tidak boleh menilai seseorang berdasarkan penampilannya saja. Melainkan kudu dilihat inner beauty nya juga. Begitu. . Iya kan ?.

Pada umumnya, hal itulah yang terjadi. Menurut aku nih, sebelum keinginan untuk mengetahui inner beauty muncul di hati, pasti akan melalui tahapan menilai penampilan terlebih dahulu. Setelah itu baru akan berlanjut ke tahapan menggali inner beauty. Namun, meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan masih ada orang yang tak mempedulikan penampilan saat menilai seseorang. Tapi langsung tertarik dengan inner beauty. Emangnya Ada ? Ada. Ada koq yang begitu. #ngelirik ke suami. Hahahayy.

Meskipun aku paham soal begitu-begitu. Tapi aku tetap tidak memikirkan soal penampilanku saat kuliah nanti. Mau berpenampilan seperti apa ? Mau pakai gaya casual atau feminin ? Tomboy atau ala ibu-ibu PKK? Nggak pernah terlintas hal seperti itu di dalam pikiran aku. Karena ada hal yang bagiku lebih penting daripada memikirkan penampilan. Apakah itu ? Ngumpulin duit buat sangu kuliah. Bahkan kalau bisa sih, mudah-mudahan bisa, aku pengen bayar SPP kuliah sendiri. Nggak nyusahin suami. Gitu.

Ajaibnya nih yah. Ternyata ada seseorang yang mikirin seperti apa penampilanku saat kuliah. Seseorang itu adalah adekku tercinta.
"Mbak, sudah punya baju buat kuliah ?" Tanya adekku suatu hari.
"Nggak" jawabku singkat.
"La trus, baju mbak kan hampir daster semua ?"
"Eh iyaya, iya sih, daster semua. Tapi....masih belum tahulah. Nggak mikirin itu dulu"
"Gimana kalau mbak pakek bajuku aja" usul adekku
"Emang ada yang muat diaku ?" Tanya ku lagi. Secara, postur tubuh adekku lebih besar dari aku.
"Adalah, baju-baju lama aku, tapi masih bagus koq mbk, nggak mbulak, asli, besok kalok mudik mbak lihat-lihat sendiri aja ya"
"Okeh"

Hhhhhhh
Lega. Ah nggak. Lebih dari itu. Bersyukur banget alhamdulillah. Kalau dipikir-pikir. Ini mungkin salah satu cara Allah bantu aku melalui adekku tercinta. Tengkiu my little sister.

Tengkiu my little sister
*abaikan caption yak, wkwkkwkwk
***
Cerita emak back to school yang lain :

Persiapan Kuliah : Membuat Pilihan Rute Menuju Kampus

Salah satu hal yang patut aku syukuri, insyaAllah selama hidup aku adalah dipasangkan dengan seorang pria yang menerimaku apa adanya. Terutama menerima kekuranganku. Yang pastinya nggak hanya satu. Berjubel-jubel cyiinnn.

Nah diantara tumpukan kekuranganku itu, salah satunya adalah tak mahir mengingat jalan, tak cepat mengingat rute menuju suatu tempat. Dampaknya tentu saja, jadi rawan nyasar. Tapi kalau sudah berulang-ulang, tentu saja bakal hapal donk yak. Yuhuuuu.

Demi agar aku tak mengalami yang namanya nyasar saat mulai sekolah nanti. Suami pun mulai memikirkan caranya.

Langkah awal yang dilakukan suami adalah membuat pilihan-pilhan rute perjalanan dari rumah menuju kampus. Antara lain, rute perjalanan dengan menggunakan motor, bus, dan kereta api.

Sebagai penentu, rute perjalanan mana yang akan kami pilih. Maka kami menggunakan acuan. Berupa waktu tempuh perjalanan.

Dari pengalaman suami sendiri, yang sudah lebih dulu menyesap pendidikan di kampus yang sama, waktu tempuh untuk rute perjalanan menggunakan motor paling cepat dari yang lainnya. Jombang-Kampus, kira-kira 1.5 jam. Paling lama 2 jam.

Sementara untuk bus, perjalanan bisa memakan waktu 3 jam-an. Itupun baru nyampek Bungurasih. Sedangkan untuk menuju kampus, harus naik bus kota lagi atau angkot.  Namun, kelebihan bus yakni kapanpun butuh selalu ada. Tidak terjadwal seperti kereta api.

Kemudian, waktu perjalanan untuk kereta api, sekitar 2 jam-an. Kadang bisa molor juga. Tapi tak selama bus. Dari stasiun bisa naik ojek atau becak untuk menuju kampus.

Nah, berdasarkan waktu tempuh maka pilihan jatuh kepada rute perjalanan menggunakan.......
"Kereta api aja ya ma" kata suami.

Naik Kereta Api..Tuut..Tuutt...Tuutt

Aku pun mengangguk. Happy. Karena dengan naik kereta api, aku nggak bakal terserang yang namanya mabok darat eh mabok kendaraan. Nggak mblunek-mblunek, apalagi huek-huek, tapi hahahihi. Dan satu lagi, bisa tidur nyenyak. Hahayyy.

"Tapi, kalau tidur jangan dinyenyak2in loh ma, entar kebablasan"
Wkwkwkwkwk.
Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

About Me

Halo Assalamu'alaikum, Aku Inda, guru tk. Aku  ibu dari dua bocil, ken dan yumna, yang suka menulis, suka kulineran, jalan-jalan...