Kentut dan Kejujuran

Kejujuran adalah modal dalam menjalani hidup menuju sukses. Sukses dunia dan insyaAllah akhiratnya juga. amin. Sebab itulah aku berusaha untuk menanamkan kejujuran pada si kecil ken sejak usai dini.

Menanamkan hal tersebut bisa dibilang cukup mudah. Karena si kecil belum terkontaminasi *aseg, dengan lingkungan luar. Masih belum paham dengan untung dan rugi. 'Kalau bohong aku dapet untung berapa ?'. 'Kalau jujur dampaknya aku bisa dipecat ini ?' atau 'Ikut suara terbanyak aja deh, bohong jama'ah, biar selamet'. Belum. Jiwa si kecil ken bisa dibilang masih murni. Inilah yang akan aku manfaatkan sebaik mungkin. Mengisi masa masa jiwanya yang masih murni ini dengan menanamkan kejujuran kepada si kecil ken.

Ada 3 hal yang perlu dilakukan untuk melakukan hal tersebut. Pertama adalah memberikan contoh kepada si kecil ken. Kedua adalah istiqomah. Ketiga adalah telaten. Contoh yang diberikan bisa dimulai dari hal-hal kecil. Seperti misalnya kentut. *Loh ?. Ini belajar dari pengalamanku sendiri sih. Waktu masih unyu dulu. Masih unyu-unyu manja gitu. Hehe.

Saat masih kecil dulu, kalian pernah ngaku nggak kentut nggak ?. Padahal kalian emang bener-bener kentut. Aku pernah begitu. Begitu 'pes' langsung pasang wajah-wajah nggak berdosa dah. Tapi kalau 'brut' yaaa ngaku aja sih. Kan udah ketahuan.

Tentu saja itu semua ada alasannya. Karena dulu, kalau kentut pasti dimarahin atau diomelin atau dikatain 'ayu-ayu ngentutan'. Tuh. Parah kan ?.

Sebab nggak mau menghadapi itu semua, aku pun lebih memilih untuk menahan kentut. Atau jika kebablasan yaaa tinggal pasang wajah wajah tak berdosa aja. Toh juga nanti pertanyaan mengenai 'siapa yang kentut' akan hilang dengan sendirinya. Seiring dengan pudarnya bau kentut yang nendang abis itu. Hehe. Tapi itu dulu. Kalau sekarang mah, malah bales-balesan kentut sama si ayah. hihihu

Nah terinspirasi dari hal tersebut, aku nggak mau donk si ken melakukan hal yang maknyonyor (kebohongan kecil) seperti emaknye dulu. Apalagi sampek nahan-nahan kentut. Nggak baik juga kan buat kesehatan. Malah bisa bikin masuk angin.

Yang jelas hanya ada satu hal yang harus diubah. Mengenai ekspresi yang muncul saat mencium bau atau mendengar suara kentut. Nggak lagi pakek yang namanya marah-marah, ngomel-ngomel dan ngata-ngatain. Nggak. Trus apa donk ?.

Kalau misalnya si ken atau si ayah kentut, biasanya aku malah bilang 'alhamdu..lillaaahhh'. Atau malah nanyak 'kebelet bab ya?' atau 'udah lega ya' atau 'perutnya lagi nggak enak ya' dan sebagainya. Trus selain menunjukkan ekspresi begitu kepada si kecil ken. Aku dan si ayah juga mencontohkan kepadanya untuk mengucapkan kata maaf setiap kami kentut.

Alhamdulillah apa yang aku dan si ayah usahakan mulai kelihatan buahnya. Kalau kentut, si ken pasti bilang begini : "Ken.. tut mah" atau "...tuutt". Iya, ngaku sendiri mah dia.

Harapan aku sih. Dengan melakukan hal itu. Nantinya, Si ken bisa berkata jujur kalau memang dia yang kentut. Nggak ada lagi yang namanya nggak ngaku kentut atau malah memasang wajah wajah tak berdosa. Dan nggak perlu lagi nahan-nahan kentut sampek wajah jadi abang ijoe royo royo. Nggak perlu begitu. Begitu juga dengan menanggapi bau atau suara kentut, si ken nggak perlu heboh. Entah itu menertawakan yang kentut apalagi ngata-ngatain. Stay cool aja. Biasa aja. Kalau nggak tahan baunya ya tinggal pergi aja atau ngirup aroma terapi atau nyium ketek sendiri. hehe.

Hal kecil memang. Remeh temeh. Tapi bisa jadi awal mula melatih dan menanamkan kejujuran kepada si kecil ken sejak usia dini. Btw kalau kalian sendiri gimana nih menanamkan kejujuran pada si kecil ? Share di sini yak. Monggoooooo.

[Resensi] Guru Sejati Hasyim Asy'ari


Resensi Novel Sejarah Guru Sejati Hasyim Asy'ari

Novel Sejarah Guru Sejati Hasyim Asy’ari ~ Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Agraria dan Suiker Wet tahun 1870, Belanda semakin gencar memperluas lahan usahanya yang bergerak di bidang produksi gula ke tanah Jawa bagian timur. Tepatnya di daerah Jombang. Mereka pun berbuat semena-mena. Tidak mempedulikan hak-hak bagi pemilik lahan. (15)

Dengan seenaknya mereka mengubah lahan persawahan menjadi lahan tebu dan membangun pabrik gula. Padahal hal tersebut bertentangan dengan tujuan sebenarnya dari Undang-Undang Agraria dan Suiker Wet tersebut. Yakni untuk memperbaiki kesejahteraan ekonomi pribumi.

Kemudian untuk mengantisipasi perlawanan yang mungkin dilakukan oleh warga akibat perbuatan Belanda yang semena-mena, Belanda bersama dengan Wiro, salah satu warga yang memihak Belanda yang juga seorang dukun ilmu hitam, membuat sebuah lokalisasi yang dipanggil warga dengan sebutan Kebo Ireng. Sementara pemegang kendali dari Kebo Ireng diserahkan kepada Joko Tulus yang mendapat julukan sebagai raja kecil atau Kebo Kicak.

Dipilhnya Kebo Kicak sebagai pemimpin Kebo Ireng membuat sebagian besar warga takut untuk menolak apalagi melawan kejahiliyahan yang terjadi di Kebo Ireng. Karena Kebo Kicak dikenal warga sebagai orang yang jago berkelahi dan sakti. Ia juga mendapat dukungan penuh dari Belanda. Namun masa kekuasaan Kebo Kicak tidak berlangsung lama. Karena ia menghilang setelah melawan Surontanu, seorang santri dari pesantren Sumoyono. (135)

Adalah Sakiban, seorang dalang terkenal dan tokoh masyarakat, yang memiliki keinginan kuat untuk menghentikan perbuatan jahiliyah yang terjadi di Kebo Ireng dan berdampak negatif bagi kehidupan warga Cukir. Namun ia tak ingin gegabah. Sebagaimana yang dilakukan oleh Surontanu, yang dengan mudahnya masuk ke dalam perangkap Belanda. (128)

Hingga suatu hari, Sakiban bertemu dengan Alwi. Mereka memiliki kegundahan yang sama. Mereka resah dengan kondisi dusun Cukir yang semakin jatuh ke lembah hitam. Mereka tidak bisa membiarkan peristiwa memilukan terjadi. Hampir setiap hari terjadi keributan atau hampir setiap hari juga ada orang yang terbunuh dan diperkosa. Cerita buruk anak memperkosa ibunya atau bapak menghamili anaknya atau bahkan orangtua yang tega menjual anaknya jadi pelacur dan sebagainya. Alwi kemudian merekomendasikan keponakannya, seorang kyai muda yang bernama Hasyim Asy'ari, untuk menghapus kejahiliyahan di Kebo Ireng. 

Hasyim Asy’ari pun menyetujui permintaan Sakiban dan Alwi setelah melakukan istikharah, mencari informasi dan memikirkan permintaan tersebut matang-matang. Kendati begitu  Hasyim tidak ingin tergesa-gesa dalam mendirikan pesantren karena pasti akan dihalangi Belanda. Oleh sebab itu untuk sementara waktu, pesantren akan disamarkan menjadi sebuah padepokan bela diri saja. 

Sementara para relawan lain bergerak membangun pesantren dan menghimpun kekuatan dari luar seperti ahli ilmu kanuragan, beladiri, kebas dan debus. Hasyim melakukan dakwah dengan menggunakan kemahirannya dalam bidang pengobatan atau penyembuhan segala macam penyakit. Beliau pernah membantu Ribes, orang Belanda, untuk menyembuhkan anaknya yang sakit parah. (253)

Dengan cara dakwah seperti itu serta pertunjukkan pencak dor (pencak silat yang dibuka dengan sholawat dan diiringi dengan musik dor) yang dilaksanakan setiap Jumat oleh para santri berhasil menarik perhatian masyarakat sekitar dan jumlah santri pun semakin bertambah. Sehingga pada tahun ketujuh, Hasyim pun kemudian meresmikan pondok pesantren dengan nama Tebu Ireng (Tebu Hitam : merupakan tebu yang memiliki kualitas paling bagus). Harapan beliau, pesantren ini bisa menghasilkan santri-santri yang berkualitas bagus. (260)

Keberhasilan beliau tersebut tentu saja tak lepas dari berbagai macam aksi teror yang dilakukan oleh kelompok Wiro. Dan puncak dari hambatan yang beliau alami adalah saat pesantren diserang oleh Belanda secara membabi buta. (261)

Namun berkat kecermelangan beliau serta didukung oleh para santri yang unggul dan solid, kelompok Wiro dan Belanda tak mampu menghancurkan pesantren. Selain itu juga berkat kesantunan sikat, kedalaman ilmu serta wawasan beliau yang amat luas baik soal pengobatan hingga tahu bagaimana cara bercocok tanam yang baik, beliau berhasil menarik perhatian dan minat masyarakat sekitar. Bahkan masyarakat yang tinggal di Kebo Ireng juga. Tercatat pada tahun 1920, santri yang masuk pesantren Tebu Ireng sudah hampir seribu orang dari berbagai daerah. Perjuangan beliau benar-benar berbuah manis.

Novel sejarah karya Masyamsul Huda yang merupakan keturunan dari Sakiban ini, dikemas begitu apik dan runut. Di dalamnya tidak hanya menceritakan perihal perjuangan melawan penjajah saja tapi juga menyajikan banyak pelajaran berharga. Baik itu soal strategi politik dalam menghadapi Belanda. Lalu sikap dalam menghadapi kejahiliyahan, metode berdakwah yang dilakukan KH. Hasyim Asy’ari hingga  mengungkapkan betapa mulianya pribadi Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari. Kepribadian yang patut diteladani oleh kita hingga generasi selanjutnya nanti. 

***
Data Buku
Judul                                :  Guru Sejati Hasyim Asy’ari
Penulis                              :  Masyamsul Huda
Penyunting                       :  Setyo Wardoyo dan Poppy Damayanti C. K.
Penerbit                            :  Pustaka Inspira
Tebal Buku                       :  268 Halaman
Tahun Terbit                    :  Cetakan I, Maret 2014
ISBN                               :  978-602-97066-6-6
Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

About Me

Halo Assalamu'alaikum, Aku Inda, guru tk. Aku  ibu dari dua bocil, ken dan yumna, yang suka menulis, suka kulineran, jalan-jalan...