5 Alasan Tidak Mengikutkan Anak Ke Sekolah AUD

Saat ini, menyekolahkan si kecil di sekolah anak usia dini tengah menjadi tren bagi para orang tua. Hal ini tidak lagi terjadi di kota, melainkan juga di desa-desa. Pelakunya bukan lagi para ibu bekerja, melainkan juga dilakukan oleh para ibu rumah tangga. Bukan hanya ekonomi menengah ke atas, akan tetapi juga dilakukan oleh hampir seluruh tingkatan kelas ekonomi. Sebab saat ini sudah ada sekolah anak usia dini yang biayanya cukup terjangkau.

Kenyataan ini bisa dikatakan sebagai adanya peningkatan kesadaran para orangtua untuk memberi pendidikan kepada anak-anaknya sedini mungkin. Sebuah kenyataan yang menghembuskan angin segar di dunia pendidikan. Angin segar yang membawa rasa optimis bahwa pendidikan di negeri ini akan melesat maju. Standing applause untuk para orangtua saat ini.

Sekilas memang tren ini nampak bernilai positif. Dan iya. Memang bernilai positif. Akan tetapi tidak berlaku mutlak. Maksudnya jangan jadikan menyekolahkan anak di sekolah usia dini ini menjadi satu-satunya cara untuk memberikan pendidikan kepada anak.

Persepsi demikian sepertinya sudah menjalar di masyarakat. Begitu melihat anak usia dini maka pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan bermunculan. Antara lain : "Sudah sekolah ?", "Sekolah di mana ?", "Sudah diajarin apa saja di sekolah ?", "Wah pinternya sudah bisa nulis, pasti nanti jadi juara kelas", "Koq baru bangun ? nggak sekolah yah ?", dan satu lagi : "Koq nggak sekolah ? Si budi, si andi, sudah sekolah semua".

Padahal menyekolahkan anak di sekolah usia dini bukan satu-satunya cara memberi pendidikan kepada anak. Masih ada cara lainnya. Salah satunya dengan cara belajar di rumah atau yang lebih di kenal dengan nama homeschooling.

Selama ini, orangtua yang memilih homeschooling untuk anaknya dianggap karena ragu dengan lembaga pendidikan yang ada. Tidak selalu begitu. Ada juga orangtua yang memilih homeschooling untuk anaknya dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Merupakan Anak dengan Kecerdasan Kinestetik

Menurut Howard Gardner, ada 9 kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak. Yakni kecerdasan linguistik, kinestetik, visual spasial, musik, interpersonal, intrapersonal, natural, logika matematika dan kecerdasan moral. Nah di antara sekian banyak macam kecerdasan tersebut, ada satu kecerdasan yang sering dianggap miring. Dan itu adalah kecerdasan kinestetik.

Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan kinestetik adalah anak yang mahir dalam melakukan olah tubuh. Tidak bisa duduk diam terlalu lama. Suka bereksplorasi dan sebagainya. Oleh sebab itu, anak dengan tipe ini sedikit susah untuk diajak duduk diam di dalam kelas untuk mengikuti kegiatan belajar. Dan tidak menutup kemungkinan hasil belajar si kecil selama belajar di sekolah tidak terlalu terlihat signifikan.

Kalau bertemu dengan siswa seperti ini maka guru harus mendampingi si anak kinestetik ini atau bisa memberikan aktivitas khusus untuknya (yang berhubungan dengan materi belajar yang sedang dipelajari bersama). Demi agar tetap terciptanya kondisi kelas yang kondusif untuk anak-anak lainnya. Sementara si anak kinestetik bisa mengikuti pelajaran dengan baik.

Jadi anak usia dini dengan kecerdasan kinestetik yang dominan lebih baik untuk homeschooling dulu. Belajar di rumah sambil bermain dan bereksplorasi.

2. Merupakan Anak dengan Otak Kanan Dominan

Menurut Rogger Sperry, seorang ahli neuropsikolog, fungsi otak manusia dibagi menjadi dua bagian yakni otak kanan dan otak kiri. Masing-masing bagian ini memiliki fungsi yang spesial. Tanpa tergantung satu dengan yang lainnya. Cara kerjanya juga berbeda.

Otak kiri bekerja secara seri. Berurutan. Sementara otak kanan bekerja secara paralel. Melompat-lompat.

Cara belajar anak dengan otak kanan dominan adalah lebih suka belajar dengan tidak terikat waktu. Kadang ia suka belajar di pagi hari, kadang juga sore hari. Setelah mandi atau setelah makan.

Jadi anak usia dini yang seperti ini lebih baik melakukan homeschooling terlebih dahulu. Belajar di rumah. Sambil bermain. Terserah kapan waktunya. Jika anak belajar dengan perasaan senang, maka hasilnya pun akan memuaskan.

3. Si Ibu Bisa

Point ketiga ini tergantung dari kemampuan ibu. Karena tidak semua ibu mampu mendidik si kecil. Baik itu disebabkan karena pengetahuan yang masih minim dengan dunia anak. Atau bisa juga karena tak punya cukup waktu. Sebab bekerja.

Jadi jika ibu memilih homeschooling untuk anak. Maka ibu tak hanya harus punya cukup waktu. Namun juga harus memperkaya ilmu pengetahuan tentang dunia anak.

4. Materi

Setiap orangtua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk pendidikan. Namun biasanya, untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak membutuhkan materi yang tidak sedikit.

Misalnya ingin memberikan pendidikan terbaik untuk anak dengan kecerdasan kinestetik. Maka sekolah yang cocok untuk anak kinestetik adalah sekolah yang lebih banyak melakukan praktikum atau sekolah alam. Sekolah yang seperti ini pasti memerlukan biaya yang lumayan.

Jadi jika belum mampu materi untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak. Maka solusinya adalah homeschooling terlebih dahulu. Melakukan praktikum-praktikum dengan alat sederhana atau bisa memanfaatkan barang bekas yang ada. Bukan malah mengikutkan anak ke sekolah anak usia dini yang apa adanya. Apalagi sekolah tersebut kurang cocok dengan kecerdasan yang dimiliki anak.

5. Anak Belum Meminta atau Berkeingan Untuk Sekolah

Jadi sebelum mengikutkan anak ke sekolah usia dini. Alangkah baiknya jika orangtua mempertimbangkannya terlebih dahulu. Demi mendapatkan yang terbaik untuk anak.

Cara Agar Tangan Tidak Terasa Panas Setelah Memegang Cabe

Cabe. Menduduki urutan kedua (setelah garam) dari aneka macam bahan masakan yang wajib ada di dapurku. Makan tanpa cabe rasanya hidup ini tak berarti *halah. Makan jadi kurang greget gitu. Asli.

Aku dan si ayah memang pecinta cabe. Bikin telor dadar aja pakai 3 buah cabe (pakek karet 3). Trus 10 cabe untuk bikin nasi goreng. Dan 15-20 cabe untuk bikin sambel. Tuh. Banyak kan ? Nyonyor-nyonyor dah.

Berurusan dengan cabe ini, tak hanya membuat bibir jadi seperti angelina jolie. Akan tetapi juga membuat tangan panas. Kalau sudah begini aku nggak berani bersentuhan dengan si kecil menggunakan tangan yang kanan (tangan yang aku pakai ngulek plus nyolek sambel).

Pernah si ayah ngasih saran untuk pakai minyak keletik (minyak goreng) untuk menghilangkan/menghindari sensasi panas setelah memegang cabe. Berhasil sih. Tapi luama. Pernah juga disuruh si ayah megang beras. Atau cuci tangan pakai sabun. Hingga cuci tangan pakai kawat cuci piring. Dan hasilnya nggak mempan cyiiinnn. Masih aja panas krenyes-krenyes. Pyuuuhhh.

Nah kemarin, ceritanya aku pengen bikinin si ayah nasi goreng maknyonyor. Setelah ngulek bumbu untuk nasi goreng maknyonyor ini (cabe 15), aku iseng cuci tangan pakai air hangat bekas mandi si ken. Sim salabim abra kadabra. Ternyata tanganku nggak terasa panas sama sekali. Duh senengnyoooo. Akhirnya ketemu juga cara agar tangan tidak terasa panas setelah memegang cabe.

Kalau kalian pernah merasakan sensasi panas krenyes-krenyes setelah bersentuhan dengan cabe nggak? Trus cara kalian ngilanginnya gimana ? Share dimari yak. Makasih prens.

Cara Agar Ikhlas Menerima Cobaan

Lelah. Letih rasanya. Saat cobaan yang datang dalam hidup tak kunjung pulang lalu menghilang. Tidak sebentar. Bertahun-tahun.

Keluh kesah pun makin rajin merajai hati dan pikiran. Kadang dihiasi dengan sumpah serapah dan emosi tingkat dewa. Lelah. Letih rasanya. Cobaan tak jua musnah.

Belum selesai mengatasi cobaan yang ini. Cobaan lain datang lagi. Memang tak lama. Tapi silih berganti. Terus-terusan. Lelah. Letih rasanya. Menghadapi cobaan hidup yang tak kunjung pergi. Kemudian juga menghadapi cobaan hidup lain yang hanya singgah saja tapi datangnya keroyokan. Lelah. Sungguh.

Dan Air mata adalah klimaks dari rasa-rasa yang terasa di jiwa. Sementara menyerahkan diri kepada-Nya adalah klimaks dari berbagai macam usaha yang telah ditempuh namun gagal.

Sudah. Sampai di situ saja. Jangan berpikir aneh-aneh. Jangan melakukan sesuatu yang berbahaya. Baik untuk jiwa maupun raga. Jangan. Cukup sampai di situ. Tidak boleh lebih dari itu. Cukupkan sampai di sini.

***

Itu aku. Iya. Itu yang aku alami. Dulu. Dan sekarang, tidak seperti itu. Alhamdulillah.

Hmmmm... berarti cobaan yang nempel selama bertahun-tahun itu sudah musnah donk ? Belum. Iya belum. Cobaan yang awet markawet itu masih setia menemaniku juga keluargaku koq. Setia banget. Kami pun sudah terbiasa dengan kehadirannya. Malahan belakangan ini kami, terutama aku Sekarang, aku lebih neriman (menerima) cobaan hidup yang datang. Jiwa rasanya lebih tenang. Lebih stabil. Tidak entup entup lagi. Penuh emosi. Malah terkadang aku bersyukur dan berterima kasih kepada-Nya atas cobaan yang ia pilihkan untukku ini. Ikhlas mah saya Ya Allah.

Untuk menghadirkan rasa itu bisa dibilang mudah. Nggak perlu kudu mondok dulu. Atau menyepi. Atau bertapa di tempatnya si buta dari goa hantu dan sebagainya. Nggak. Nggak perlu melakukan itu. Yang perlu dilakukan cuma satu :

Hadirkan keyakinan bahwa Allah memberikan cobaan sesuai dengan kemampuan hambanya.

Kalimat tersebut begitu familiar bukan ? Aku malah hapal betul. Di luar kepala. Iya cuma hapal tapi belum meresap di jiwa. (Rendang kali ah ngeresep).

Sebenarnya, membuat kalimat tersebut hadir di jiwa tidak membutuhkan waktu lama. Cuma butuh peka aja. Peka dengan sekitar kita. Untuk itu, posisikan peka dalam mode on. Saat aku memposisikan peka dalam mode on. Maka dengan mudah aku akan mendapati dan menyadari cobaan-cobaan hidup yang dialami orang lain yang jauh lebih susah dan berat dari yang aku alami saat ini.

Salah satunya seperti cobaan yang dialami oleh teman se kantor si ayah. Mendekati HPL, beliau harus kehilangan suami tercinta yang meninggal karena serangan jantung. Atau seperti cobaan teman si ayah satunya lagi, yang depresi karena diselingkuhi oleh suaminya. Atau seperti cobaan temenku yang kehilangan buah hatinya. Dan sebagainya.

Cobaan-cobaan yang dialami oleh orang-orang sekitar ku itu membuatku sadar dan berpikir bahwa cobaan yang aku alami ini tidak ada apa-apanya. Malah ini sangat amat ringan. Daripada cobaan harus kehilangan orang-orang yang dicinta. Aku tak akan sanggup. Sungguh. Aku tak akan mampu dengan cobaan yang seperti itu. Aseli. Jadi aku amat bersyukur dengan cobaan yang Allah pilihkan untukku. Tepat banget. Sesuai dengan kemampuanku. Ah, Allah memang Maha Tahu Kemampuan HambaNya.

Sejak saat itu, nggak ada lagi yang namanya keluh kesah, gundah gulana, apalagi sampai aku berubah jadi bimoli, bibir monyong lima senti. Nggak. Yang ada hanya rasa optimis bahwa cobaan ini akan berakhir. Yang ada hanya memohon untuk dikuatkan iman, kesehatan, serta diberikan kesabaran untuk menjalani cobaan hidup ini. Dan yang ada hanya keyakinan bahwa akan ada kado terindah di ujung sana dari Nya. Alhamdulillah.

Gimana ?. Mudah bukan caranya ?. Cukup satu langkah saja untuk menghadirkan ikhlas saat cobaan datang melanda. Jadi tetep semangat yak. Kata D'Masiv mah, Jangan Menyerah.. haaa..haa..haaaaa. Gitu.

Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

21 Hari Kembali Muda Tanpa Ditunda Pakai Age Revival Theraskin

Mombeb, sejak aku menjadi guru, aku amat peduli dengan penampilan mulai dari wajah hingga pakaian. Sebab penampilan merupakan salah satu car...