Koq Nggak Sekolah ? Mau Jadi Apa ?

Dah, julid amat komentarnya yak *hahay.
Tapi, dimanapun itu, bagaimanapun keadaan kita, pasti akan ada saja yang berkomentar. Termasuk komentar nyinyir nan julid. Jadi sudah biasalah yah. Pinter-pinter kitanya aja sih dalam memanage hati. Biar nggak gampang baper gegara komentar yang maknyonyor. Seperti komentar yang satu ini dah.

Ohya, komentar maknyonyor ini tentu nggak muncul sekonyong konyong goder, tapi ada musababnya, ada asal mulanya.

Waktu itu, hari pertama sekolah. Mungkin karena ini,  jadi ibu-ibu yang anak-anaknya pada sekolah agak heboh gitu belanjanya, cepet-cepetan. Wajar sih ya menurut aku. Apalagi libur sekolah kali ini lumayan panjang kan. Nah, cuma herannya nih, lagi terburu-buru begitu, masih sempat aja ngobrol ini itu. Ngomentarin ini itu. Hingga akhirnya ngomentarin siken yang nggak berseragam.
"Ken nggak sekolah lagi ta Mbk ? Kemaren nggak paud juga kan ya ?"
"Ngge (iya) buk" jawabku sekilas.
"Usia ne piro tho Mbk (usianya berapa sih Mbk) ?"
"Hampir 5 tahun Buk"
"Laiyo, koq nggak sekolah-sekolah ? Mau jadi apa ?"

Lah.

Aku sempat speechless gitu waktu denger komentar seperti itu. Nggak habis pikir aja. Koq bisa nyampek situ. Dari nggak sekolah-sekolah (usia dini) ke mau jadi apa. Jauhnyaaaa. Seakan-akan, sekolah usia dini itu penentu kesuksesan masa depan anak. Deh.

Sekolah usia dini bisa dibilang penting. Karena disitu tempat membangun pondasi dasar bagi si anak. Baik itu dalam hal ilmu pengetahuan hingga karakter anak. Namun hal ini tidak dapat dijadikan sebagai penentu kesuksesan masa depan bocah donk ya. Nggak bisa. Sementara, setelah sekolah anak usia dini, anak akan menghadapi lingkungan yang lebih kompleks. Baik di sekolah, di rumah, dan lingkungan sekitar. Yang mana pada saat itu akan ada proses yang namanya belajar, belajar memahami sesuatu, belajar menghadapi dan mengatasi masalah. Dan hal ini terjadi dalam waktu bertahun-tahun, lebih lama dari rentang waktu anak bersekolah di sekolah anak usia dini. Jauuhhh. Amat jauh. Nah, tentu hal ini yang akan membawa pengaruh besar kehidupan, kesuksesan anak, dan sebagainya.

Tapi, alhamdulillah, speechless aku nggak berlangsung lama. Maka pertanyaan itu, langsung aku lemparkan saja ke siken.
"Ken, mau jadi apa ?"
"Spidermen, muma naga ya".
Tetep, kebagian jadi naga. Hhhhh.

Mendengar jawaban siken, ibu-ibu itu jadi tersenyum. Ibu-ibu yang lain juga. Alhamdu..lillaaahh. Komentar aneh-aneh tentang siken yang nggak kunjung sekolah anak usia dini, berhenti sampai disitu. Langsung ganti topik. Yihaaa.

Sebenarnya, bisa aja sih aku jelasin alasan siken belum sekolah anak usia dini. Tapiiiii....nggak deh. Nggak akan maksimal, nggak akan nyantol juga. Secara ibu-ibu itu tengah hectic karena hari pertama sekolah. Jadi mending aku senyumin aja deh. Woles aja. Nggak perlu baper apalagi sampai baper berubah jadi laper. Beuughh, bisa sarapan dua piring nanti mah. Diet bisa gagal nih. Aku kan mau diet. Diet pret. *ahay.

***

Baca juga : THR Lebaran Anak, Dihabiskan atau Ditabung ?

Membangun Perlindungan Keluarga, Jangan Menunggu Merasakan Sakit atau Jatuh Terlebih Dahulu

Hidup memang penuh kejutan. 
Kadang kejutan itu membuat bahagia, adakalanya juga membawa linangan air mata. 
Apapun itu, kita tetap harus siap menghadapi kejutan hidup bukan ? 
Ho oh.

Seharusnya memang seperti itu. Seharusnya, aku dan suami sudah siap saat tiba-tiba kejutan hidup datang menghampiri keluarga kecil kami. Bukannya malah membuat kami .....hhhh….

2 tahun yang lalu, sebuah kejutan yang berwujud cobaan ekonomi tiba-tiba datang menghampiri kami. Cobaan ekonomi yang berhasil membuat kami sempat terseok-seok.

Kalau ingat masa-masa itu, rasanya ada yang 'nyelekit' gitu di hati. Terlebih lagi saat ingat momen si kecil yang diharuskan menginap beberapa hari di rumah sakit karena demam tinggi yang beresiko step. Saat itu, aku dan suami lebih memikirkan biaya rumah sakit daripada kesehatan si kecil. Saking takutnya kami tak bisa membayar biaya tersebut, kami sampai meminta (dengan sedikit memaksa) dokter anak yang menangani si kecil untuk mengizinkan si kecil pulang. Dan akhirnya, si kecil pun diperbolehkan pulang dengan keterangan 'Pasien Pulang Paksa'. Iya, pulang paksa, karena seharusnya, si kecil masih harus menginap sehari lagi di rumah sakit. Untuk memastikan kondisinya sudah benar-benar sembuh.
Hiks.
Maaf ya, Nak.



Tapi, alhamdulillah, sekarang ekonomi kami sudah membaik. Maka dari itu, demi tetap siap siaga jika cobaan ekonomi datang menerpa lagi, aku dan suami memutuskan untuk membuat tameng alias benteng yang kami beri nama Perlindungan Keluarga.

Belajar dari Pengalaman Hidup Orang Lain

Sebenarnya, untuk membuat tameng berupa Perlindungan Keluarga, aku tidak harus menunggu mengalami jatuh, atau merasakan sakit terlebih dahulu. Mengambil hikmah atau pelajaran dari pengalaman orang lain pun bisa menjadi alasan kuat untuk segera membangun Perlindungan Keluarga.

Salah satunya seperti pengalaman hidup yang dialami oleh Ibu Pri, istri dari Ketua RT (Rukun Tetangga) tempat tinggalku. Kejutan hidup yang dialami Ibu RT lebih berat daripada yang aku dan keluarga kecilku alami. Kejutan hidup itu berupa Pak RT meninggal dunia. Iya, sang tulang punggung keluarga, 'tiang utama' rumah tangga pergi untuk selama-lamanya.

Rasa sedih teramat sangat di hati Ibu Rt itu pasti. Bahkan mungkin tak hanya rasa sedih yang menggelayuti ibu RT. Melainkan sebuah pikiran bagaimana melanjutkan tongkat estafet yang sebelumnya dipegang oleh sang tulang punggung keluarga. Namun, alhamdulillah, aku turut bahagia saat mendengar kabar bahwa ternyata Pak RT telah membuat tameng 'Perlindungan Keluarga'. Sebuah tameng yang membuat anaknya tetap bisa melanjutkan sekolah tanpa khawatir biaya. Alhamdulillah.

Dari pelajaran hidup yang dialami bu RT, serta dari apa yang telah aku alami di waktu lalu. Rasanya, tidak ada kata nanti nanti untuk membangun benteng Perlindungan Keluarga. Harus segera.

Membangun Perlindungan untuk Keluarga

Ada banyak pilihan usaha yang dapat kita lakukan untuk membangun Perlindungan bagi Keluarga. Salah satunya yaitu dengan Investasi. Investasi dalam bentuk ASURANSI. Namun, sebelum berasuransi Kita tetap harus menerapkan asas hati-hati. Harus memilih tempat yang terbukti terpercaya donk ya. Dan salah satu tempat yang memenuhi kriteria itu adalah DBS.




DBS adalah financial services group yang terkemuka di ASIA. Memiliki 280 cabang di 18 Markets. DBS berkantor pusat di Singapura. Dan saat ini Bank DBS juga sudah hadir di Cina, Asia Tenggara dan Asia Selatan. Selain itu juga, DBS memiliki beberapa penghargaan. Seperti Safest Bank Award (2016), World's Best Digital Bank (2016), Asian Bank of The Year (2015, dan masih banyak lagi yang lainnya. Nah dengan informasi seperti ini, maka tidak ada keraguan lagi untuk memilih Bank DBS sebagai tempat yang tepat untuk berasuransi bukan ? Iyup.

Penghargaannya buanyak. Ini yang terbaru.

Di DBS sendiri ada 3 pilihan asuransi untuk melindungi keluarga. Yakni Golden Protector, Prograduate, dan Family Estate Protection.

Golden Protector 
Solusi tepat dalam menghadapi kebutuhan keuangan keluarga di masa purna karya dan hari tua. Program ini, menggabungkan perencaan keuangan yang matang dan perlindungan jiwa yang pasti. Intinya, Golden Protector ini dapat membantu Kita untuk berada di puncak kemapanan hidup di usia emas.


Prograduate
Suatu program asuransi yang dikhususkan untuk membantu para orang tua dalam mempersiapkan dana pendidikan bagi si buah hati. Sejak masuk perguruan tinggi sampai anak Kita berusia 23 tahun. Jadi kalau Kita ingin dana pendidikan untuk si kecil sudah siap sedia. Maka bisa memilih jenis asuransi ini untuk melindungi mimpi atau cita-cita si kecil.


Family Estate Protection
Suatu program keuangan dalam bentuk asuransi dengan jenis pembayaran Premi Tunggal yang memberikan perlindungan jiwa seumur hidup (hingga usia 99 tahun).


Selain program Live Well di atas. Ada lagi cara melindungi keluarga yakni LIFE CONFIDENT. Life confident di sini ada dua point yakni Pro Health dan ProLife Plus. Pro Health adalah produk asuransi kesehatan perorangan hingga sampai berusia 99 tahun. Sedangkan ProLife Plus produk asuransi kesehatan keluarga.

Lengkap kan yak ? Ho oh. DBS memang lengkap. Satu bank bisa mengkatrol begitu banyak Cara Untuk Melindungi Keluarga. Perlindungan Keluarga jadi benar-benar Maksimal deh. Kalau
sudah begini, insyaAllah, tidak akan ada lagi yang namanya terseok-seok saat dihampiri oleh cobaan. Terutama saat ekonomi keluarga sedang terpuruk. Tidak ada lagi yang namanya memaksa pulang karena takut biaya rumah sakit yang mahal saat keluarga butuh menginap di rumah sakit. Tidak ada namanya gagal meraih mimpi karena terhalang biaya. Yang ada hanyalah, hidup baik-baik saja, hidup yang menenangkan, hidup yang menyenangkan, hidup yang membahagiakan dan yang paling utama adalah hidup sehat.

Nah kalau kalian gimana nih teman-teman ? Sudah membangun Perlindungan Keluarga belum ? Kalau belum, segera yak, biar nggak mengalami hal seperti aku. 
Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

About Me

Halo Assalamu'alaikum, Aku Inda, guru tk. Aku  ibu dari dua bocil, ken dan yumna, yang suka menulis, suka kulineran, jalan-jalan...