Overdosis Rumput Siti Fatimah
Usia kehamilan di trimester ke-tiga adalah masa kehamilan yang paling deg-degan menurut saya. Ada rasa nggak sabar pengen bertemu si kecil, atau takut saat akan melahirkan nanti. campur aduk nanonano.
Selain itum di masa ini, saya juga mulai mempraktekkan hasil browsing2 internet, nasehat ortu, juga omongan orang (kalau yang ini, tetap harus disaring) bahwasanya masa-masa ini, bumil harus nulai berlatih mengatur nafas, jalan-jalan pagi, banyak beraktifitas tentunya yang ringan saja seperti menyapu, mencuci piring, mengepel, dan menguras sumur. Sumur???????. Itu pun tidak dikerjakan semua dalam satu waktu. Yaaa dijadwal lah.
Selain itu, ada juga nasehat atau omongan mengenai kepercayaan orang zaman dulu (mitos) mengenai kehamilan.Sebetulnya, saya tak terlalu simpati dengan yang namanya mitos, yang suka adalah ment*s. hehe. Tapi entah kenapa, ada beberapa yang akhirnya saya praktekkan juga. Saya dulu berpikir apa salahnya disoba, toh juga demi kehamilan.
Ada dua hal yang saya praktekkan. Pertama, meminum telur ayam kampung mentah dicampur madu. Hemmm..madu saja sudah tak suka, eh ditambah telur mentah pula. Meminum ini rasanya kudu pingsan, bangun, lalu pingsan lagi. Ramuan ini katanya berguna untuk menambah tenaga saat akan melahirkan nanti. Kedua, meminum minyak 'tanusan kelapa'. Begitu menyentuh tenggorokan rasanyaa...mak klenyer mak klenyer...iyaks. Ini berguna untuk melicinkan jalan lahir.?????.Ketiga, menggunakan rumput siti fatimah.
Saran ini yang menurut saya paling bersahabat. Menjelang lahiran, suami pun rajin membuatkan saya air rebusan rumput siti fatimah. Tak tanggung-tanggung, satu gelas berukuran jumbo dan harus dihabiskan.
2 hari kemudian, saya mulai mondar mandir ke kamar mandi. Setiap selesai makan atau nyemil, pasti langsung 'setor' Alhasil badan jadi lemas lunglai. Karena tak kunjung sembuh akhirnya suami membawa saya ke dokter. Dokter meinta saya untuk menimbang berat badan, tentu saja berat badan saya turun 4 kg dengan sukses. Karena saya sedang hamil, jadi dokter pun memberikan obat diare yang berdosis rendah. Karena rendah, jadi lama sembuhnya.
Hingga waktunya tiba. Saat itu saya masih lemas. Bukaan pun mandek di level dua. Menunggu sehari semalam tak kunjung bertambah. Selain itu, ketuban juga sudah pecah lama. Akhirnya, dokter menyarankan untuk caesar saja. Suami langsung setuju, mengingat kondisi saya yang sudah lemas bagai tak bertulang punggung.
Dan alhamdulillah, anak pertama saya lahir dengan sehat, montok, dan panjang. berat 4 kg dan panjang 51 cm.
Seminggu setelah pulang dari rumah sakit. Ibuk baru berani bertanya.
"kamu makan apa aja waktu mau melahirkan ndok, koq sampek diare kayak gitu?"
Aku pun menceritakan kronologi kejadian.
"oallaahh...rumput seti fatimah itu ndak diminum ndok, tapi airnya cukup dioleskan di perut sambil baca sholawat"
Hadeehhh..tepok jidat 100x eh kurang ding 1000x.
Bukan Jatuh Biasa Ha..Ha..Haaa
Silly moment ya?..Ah tema
giveaway Mak Nunu El Fasa dan Mak HM Zwan membuat aku teringat dengan kejadian yang berlangsung
pada tahun 2003-2006.
Saat itu, aku masih manis
kinyis-kinyis. Aku sekolah sekaligus mondok di salah satu pondok pesantren
modern di jombang jawa timur. Sejak jam 7 pagi hingga 4 sore, aku berkutat di
sekolah. Sisanya full kegiatan di pondok. Mulai maghrib hingga 8 malam, ngaji
kitab kuning. Istirahat. Lalu subuhnya, ngaji qur’an. Begitu hampir setiap
hari.
Rasa jenuh terkadang
hinggap. Malas ikut ngaji kitab, tertidur saat ngaji qur’an, bahkan pura-pura
sakit agar tak ikut dua-duanya. Hhh..tak patuttt.
Namun suatu hari,
datanglah ustadz baru. Masih muda. Ganteng pula. Kehadiran ustadz ganteng ini
membuat para santri semangat mengaji kitab. Termasuk daku.
1 bulan berlalu. Semangat
ngaji masih menggebu-gebu dan saat itu tepat giliranku serta anis piket
menyiapkan perlengkapan ngaji plus unjukan/teh hangat buat ustadz.
Dikarenakan suatu hal,
maka aku juga anis tergesa-gesa membuat teh
sebab 5 menit lagi ustadz tiba. Dengan langkah dipercepat, anis membawa
teh hangat ke meja ustadz. Alhamdulillah belum terlambat.
“wadow kitabnya beloommm”
ujarnya seraya menpuk jidat. Aku segera balik badan. Setengah berlari. Bahkan
saat turun tangga pun, kecepatan langkah kakiku tak kukurangi. Hingga tiba-tiba
lampu mati. Gelap dan....
GUBRAK.
Lampu hidup.
“Loh pit..ngapain kamu leyeh-leyeh
di situ?” tanya anis sambil menahan tawa.
“jatoh
dodol..sshhh..aduuuhhh” jawabku. Tawa anis meledak. Lama pula. Hingga akhirnya
tawa itu pun berhenti. Aku yang tadinya sibuk memijat-mijat kaki yang cenut-cenut
karena terkilir, kini menatap anis dan anis pun menatapku seraya menaik
turunkan alisnya. Seakan memberi isyarat. Namun aku tak paham.
“kesel ngguyu?”tanyaku.
Namun kali ini anis nyengir seraya menundukkan kepalanya ke arahku.
“Apa sih nis?”tanyaku
lagi.
“ngapain ini duduk-duduk
di sini? Ayo ke musholla, ngaji”suara berat itu membuat aku terkejut. Spontan
aku menoleh ke asal suara dan tepat di belakangku berdirilah ustadz ganteng.
“injeh ustadz..niki
masih bersih-bersih anak tangga”jawabku asal. Lalu aku mengusap-usap
anak tangga dengan tanganku.
‘aduuhh...mati aku’
gumamku dalam hati.
“bersih-bersih koq pakek
tangan, ambil sapu sana. Selesai bersih-bersih langsung ngaji” kata ustadz. Ia
lalu berjalan meninggalkanku yang malu bukan main. Sudah jatuh, bikin alasan
begitu pula.
Setelah ustadz menghilang
dari pandangan, akhirnya anis membantuku juga.
“bersih-bersih anak
tangga ustadz...jawabanmuuu pit...bikin aku kudu ke kamar mandi aja, mules” kata anis
sambil menahan tawa.
“aku bingung mau jawab
apa...ah udah ah..jangan bilang siapa-siapa ya..maluuu”pintaku. Anis masih
tersenyum bahagia. Sejak kejadian itu, si
ustadz kenal daku dan anis.
1 tahun kemudian.
Ustadz ganteng nikah.
Patah hatilah para santri. Termasuk daku.
Kami diundang di acara
pernikahan ustadz. Karena jauh, kami sepakat untuk menyewa kendaraan menuju
rumah ustadz. Sepanjang perjalanan, kami ditemani hujan yang cukup deras lalu
menjadi gerimis saat tiba di rumah ustadz.
Aku dan anis berjalan
paling depan. Kami berdua begitu semangat. Sejak kejadian waktu itu, kami akrab
dengan ustadz. Ustadz serta istri sudah
menunggu di depan pintu. Aku mempercepat langkah.
“assalamu’alaikum” ucapku
saat akan menginjakkan kaki di teras rumah ustadz.
“wa’...” jawaban salam
ustadz jadi tergantung. Karena mendengar suara.
GUBRAK
“aduuuuhhhh......” aku
mengelus pantatku yang sakit karena terpeleset. Saking semangat, aku tak
memperhatikan ada sedikit genangan air hujan di situ.
“selalu...senengnya ndlosor
tiduran dimana-mana”kata anis sambil membantuku berdiri tentu saja disertai
tawa. Begitu juga dengan kawan-kawan yang lain serta para tamu. Karena saat berdiri
aku sempat melihat wajah-wajah mereka tersenyum melihatku.
‘hadeeeehhhhh...maluuuu’gumamku
dalam hati.
“nggak apa-apa, orang
yang jatuh di acara pernikahan itu tandanya akan dapet rejeki” kata si ustadz.
Tidak nyambung memang, tapi aku hargai itu. Beliau berusaha menghiburku. Namun
tentu saja gagal.
“nih...3 bungkusan buat
kamu bawa pulang” si ustadz memberikan 3 kotak nasi beserta jajannya kepadaku. Mungkin ini maksud
dari ‘akan dapat rejeki’.
‘hhhhh...duhai
ustadz..andai saja kau tahu isi hatiku...bahwa aku benar-benar maluuuuuuu’
1 tahun kemudian.
Aku lulus sekolah juga
mondok. Aku, anis serta kawan-kawan sekamar bersepakat untuk mengadakan acara
perpisahan dengan jalan-jalan di mall terdekat. Tentu saja Mall Surabaya.
Waktu itu, kali pertama
aku ke mall. Maka jadilah aku orang terkatrok di antara kawan-kawanku itu.
“loh kita mau naik
itu?”tanyaku seraya menunjuk ke arah tangga berjalan alias ekskalator.
“iyalah..la wong
kita mau ke bisokop”jawab dian.
“tangga nggak ada
ya?”tanyaku.
“nggak ada..sini bareng
aku” ajak susi seraya menggandeng lenganku.
“nanti aku kasih aba-aba
ya...dihitungan ketiga kita langkahkan kaki kita bareng-bareng” lanjut susi.
“nih aku praktekkin” kata
anis. Di susul mum. Lalu dian.
“oke..siap-siap
ya..satu...”
“eh bentar sus,,,nunggu
sepi dulu yaa..malu akuu”pintaku. Susi setuju.
“nah sudah
sepi..ayo..siap-siap ya..sa..tuu..du..a...tiga..ayo”
GUBRAK.
Jatuh lagi dengan sukses. Hhhhhhhhhh.
Jatuh lagi dengan sukses. Hhhhhhhhhh.
Ket:
1. leyeh-leyeh : duduk-duduk santai
2. ndlosor : tidur-tiduran
Diikutkan dalam "The Silly Moment Giveaway" Nunu el Fasa dan HM Zwan
Menanam Daun Bawang Prei di dalam Lemari Es
Kalau sarapan, biasanya saya membuat telor dadar ditambah dengan sambal. Begitu saja udah bikin suami lahap. Alhamdulillah.
Bahan untuk membuat telor dadar cukup sederhana.
Telor
Bawang merah
Bawang putih
Garam
Cabe
Tak lupa Bawang Prei
Dijamin rasanya seperti telor dadar di warung-warung. Tentunya, yang ini telor dadar sehat tanpa michin atau penyedap rasa.
Karena tak lengkap rasanya telor dadar tanpa bawang prei, saya pun sering mengkoleksi bahan masakan yang satu ini. Sayangnya daun bawang prei cepat layu. Meskipun sudah saya rendam air di bagian akarnya. Akhirnya saya pun berinisiatif untuk menaruh bawang prei di dalam kulkas. Lengkap dengan ember airnya.
Hasilnya Wow tetap segar bugar hingga 2 minggu.
2 minggu kemudian, saya pun masih bisa memakai bawang prei tersebut, tentunya menggunakan daun baru.
Daun baru? iya daun baru. Setelah saya meletakkan daun prei di lemari es, beberapa hari kemudian, tunas pun mulai bermunculan. Bersamaan dengan habisnya daun prei sebelumnya, maka selanjutnya saya bisa menggunakan daun prei yang baru.
Lumayan Hemat..hehe.
Tapi tetap lebih sip daun prei yang tumbuh alami. Daun prei yang tumbuh di lemari es, selain warnanya kurang menggoda (Hijau pucat), aroma daunnya juga kurang kuat.
Lalu kenapa daun prei bisa tumbuh di lemari es, karena daun prei merupakan tumbuhan yang kandungan airnya tinggi sehingga ia daapt tumbuh di suhu yang ruangan lemari es. Begitu insyaAllah...hehehe...
Nih di bawah ini, penampakan bawang prei yang tumbuh di dalam lemari es dengan kurun waktu 2 minggu.
.
Subscribe to:
Posts (Atom)