Kado yang Aku Inginkan


Banyak. Pengen ini. Pengen itu. Mau yang begini. Mau yang begitu. Semuanya dah. Hehehe.
Akhir tahun kemarin, sempat pengen dapat hadiah buku dari GA yang diadakan salah satu anggota KEB. Bukunya bukan buku baru. Tapi buku lawas yang ditulis Tan Malaka. Rencananya kalau menang, buku-buku tersebut akan kuhadiahkan untuk suami di hari ultahnya. Dan ternyataaaaaa..Deng Donk. Saya dapet zonk alias kalah. Hiks. Nggak jadi deh ngado suami buku favoritnya. Bakal keluar dah, nih duit tabungan sisa belanja buat beli hadiah. Hhhhhh. Dasar memang, emak-emak nggak modal. *tutup muka.
Okay. Lanjut kepada kado yang saya inginkan. Kali ini untuk saya sendiri. Apakah itu?. Hahahaaaaa. Malu rasanya mau ngomong. Rahasia aja deh. Hehehe.
Sebenarnya ini keinginan dari tahun kemarin. Tapi belum terwujud. Mudah2an tahun ini bisa ya. Amin.
Keinginan ini bermula dari pertemuan saya dengan beberapa teman semasa SMA dan kuliah. Saya melihat teman-teman saya itu, apa yaaa, nampak fresh, enak dilihat mata. Sedangkan saya, mending nggak usah dilihat. Soalnya bluurr. Gimana nggak blurr coba', kalau penampakan saya sudah seperti emak-emak beranak selusin. Padahal baru satu.
Dulu memang saya tak terlalu peduli dengan kulit, wajah, penampilan, dan lain sebagainya. Tapi makin kesana. Juga kesini (Ikut KEB). Saya merasa harus segera berbenah. Dimulai dari wajah.
Masak 2015 ini, masih kelihatan mbuluk saja. Kumus-kumus. Pengen kelihatan kinclong dikit gitu. Kayak si mami ubiii. Kinclong. Tetep cantik maksimal. *ting ting.
Ya, saya lagi pengen banget punya produk kecantikan utk facial di rmh. Bisa menghemat waktu, hemat doku, karena tak perlu ke salon. Cukup dilakukan di rmh. Betbetbetbet. Selesai.
Sayangnya produk facial yang saya inginkan itu tak dijual di sini. Maklumlah ya, bukan kota besar.
Tak jadi masalah. Di sini tidak ada. 
Di sana pasti ada. Lagipula sekarang jasa pengiriman bertebaran dimana-mana. Bahkan sudah ada jasa pengiriman yang menjangkau hampir semua pelosok negeri. 
Jadi tinggal klak klik klak klik. Ketemu. Pesan. Transfer. Dikirim. Dapet deh barang yang diinginkan.
Nah yang jadi masalah. Yang mau ditransfer itu. Itu tuuuhh. Duit duit. ;)
Gimana ya. Untuk saat ini, belum ada alokasi dana untuk merawat wajah. Dana diprioritaskan untuk merawat perut keluarga. Biar perut nggak tirus. Biar nggak di juuuss-jusss (red: disuntik). Dan satu lagi untuk memenuhi kebutuhan si kecil.
Tapi saya optimis, tahun ini, insyaAllah keinginan saya mendapatkan kado produk facial, dapat terwujud. *rayu suami lebih giat.
Jadi tahun ini, wajah saya akan terlihat bersih, nggak kumus-kumus, nggak terata'en, kinclong. Seperti itu tuh, kembaran saya, mbak Revalina S. Temat. Hehe. Piss.


Cara Mengarahkan Hobi Anak Agar Gemar Membaca

Eh saya baru sadar lho kalau apa yang dulu dilakukan bapak kepada saya itu merupakan cara untuk menanamkan gemar membaca sejak dini. Swear. Kalau nggak percaya, belah dada saya. Hehe.
Saat saya berusia 3 tahun bapak sering mendongeng. Yang paling sering itu dongeng tentang timun mas, pak tani dan si kancil. Kadang juga cerita tentang para nabi. Saya paling suka cerita tentang Nabi Nuh dan kapal besarnya. Nabi Sulaiman dengan keahliannya yang dapat berbicara dengan hewan dan jin serta perjuangan Nabi Muhammad Saw. Kalau sudah didongengin sama bapak, em em em...dijamin pasti nggak merem-merem. Apalagi kalau ceritanya baru. Saya tungguin dah sampai selesai. Aktivitas ini berlangsung sampai saya belajar menulis dan membaca.

Setelah mahir membaca, bapak berhenti mendongeng. Beralih kepada mendongeng untuk diri sendiri alias membaca sendiri cerita dongeng. Setelah bapak menerima gaji, biasanya beliau mengajak saya ke toko buku utk membeli majalah bobo. Atau tiba tiba sepulang sekolah beliau membawa buku bacaan untuk saya. Padahal waktu itu saya pesen pentol bakso kepada bapak. Eee malah buku yang dibawa pulang. Tapi...tak apalah. Saya tetap membaca buku tersebut selahap saya memakan pentol bakso.

Apa dampak dari hal tersebut?. 
Kalau dapat tugas mengarang, maka tulisan saya paling juara diantara teman-teman. Karena saya rajin membaca majalah bobo juga buku-buku cerita membuat kosa kata saya lebih banyak dari teman-teman.

Apa lagi ?.
Waktu itu, saya merasa imajinasi saya semakin meningkat. Kalau membaca buku cerita yang minim gambar, saya suka menggambarkan cerita tersebut ke dalam imajinasi saya. Misalkan cerita bawang merah bawang putih. Saya suka membayangkan bahwa saya adalah bawang putih, yang cantik, baik hati dan rajin. Itu mah saya banget. Beneran. Kalau nggak percaya belah lagi deh dada saya. Hihi.

Ada lagikah ?. Banyak. 
Pengetahuan bertambah. Tentu saja.
Waktu kecil, bapak paling suka mendaftarkan saya ke lomba-lomba yang diadakan oleh remaja masjid sekitar rumah. Mulai dari membaca tartil, qiro’ah, pidato, dan cerdas cermat. Yang paling berdampak langsung dengan hobi membaca saya adalah pidato dan cerdas cermat. Oleh karena saya suka membaca, naskah pidato yang segambreng begitu cepat saya baca, saya cerna, saya hafalkan, lalu saya praktekkan dengan gaya ala alm. KH. Zainuddin MZ. Alhamdulillah, beberapa kali saya menyambet peringkat pertama lomba pidato. Kemudian lomba cerdas cermat. Disamping karena sejak kecil saya sudah terbiasa mendengarkan cerita tentang para nabi dari bapak, juga sering diberikan buku-buku bacaan tentang kisah-kisah para nabi, membuat pengetahuan dan ingatan saya begitu menempel seketat kaos stritch. Nempellll banget. Hal itulah yang mengantarkan grup saya menjadi juara cerdas cermat kampung. Hadiahnya apa ?. Buku tulis beserta alat tulisnya plus uang Rp. 1000. Dulu, duit segitu bisa dapat 2 mie instan atau 40 permen.

Kemampuan menulis semakin membaik.
Majalah yang saya baca, didalamnya terdapat kolom tentang ‘sahabat pena’. Itu merupakan salah satu halaman favorit saya. Saya suka berkirim-kirim surat kepada kawan-kawan di berbagai daerah. Seingat saya yang paling sering itu kepada sahabat pena saya yang berada di Kalimantan, namanya nurul. Kenal nggak?. Saya kenal lho. Tidak berhenti di situ, hobi surat menyurat saya berlanjut kepada artis-artis cilik zaman saya. Seperti Sherina, Trio kwek kwek, Kenny. Kalau dapat surat balasan dari mereka, rasanya seneng banged. Padahal balasannya cuma sekedar foto plus tanda tangan. Udah gitu aja. Kalau sekarang, pengen foto artis, ya tinggal klak klik klak klik dapet deh.
Zaman dulu, waktu saya masih imut manis kinyis-kinyis, kalau pengen foto artis, yaaa kita harus membeli. Dulu satu foto dihargai Rp. 1.500 sampai Rp. 2.500. Tergantung dari ketenaran artis tersebut. Makanya waktu itu saya seneng banget kalau dapat foto plus tanda tangan asli dari artis idola saya. Foto milik saya beda dari foto punya teman-teman. Udah gitu nggak pakai ngeluarin duit lagi. Koq bisa?. Perangko?. Gratis. Bapak yang beli.

Begitu juga dengan berbicara. Kata-kata yang diucapkan nampak berkelas dan tentu saja masih banyak lagi manfaat yang dapat diperoleh dari gemar membaca.

Begitulah. Cara bapak mengarahkan hobi saya kepada aktivitas gemar membaca yang berdampak besar dalam hidup saya sampai saat ini. Mulai membaca tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan, melahirkan, perkembangan si kecil, parenting, financial, dan lain sebagainya. Tentunya hal itu membuat apa yang saya lakukan sehari-hari menjadi lebih terarah. Menurut saya, menjadi seorang ibu rumah tangga yang gemar membaca memiliki nilai tersendiri. Saya rasa begitu.
Okee dah, saya ucapkan terima kasih banyak untuk bapak. Juga untuk pembaca. Besar harapan saya dapat diterima diinstansi yang bapak pimpim *eapasih. Baiklah, cukup sekian ulasan tentang cara bapak saya dalam mengarahkan hobi saya untuk gemar membaca sejak dini. Semoga bermanfaat.



Menjaga Emosi

Menjaga api. Tak semudah menyalakan api.
Begitu juga dengan menjaga emosi.
Terutama untuk seorang ibu rumah tangga.
Dengan aktifitas yang sama di setiap harinya. Berinteraksi dengan orang yang sama dengan berbagai macam keinginan, sifat, dan sikap.
Lelah sudah pasti, dan bosan pasti datang. Jika begitu, me time adalah solusinya. Lalu bagaimana dengan irt yang memiliki balita dan tak berasisten rumah tangga. Tentu saja tak ada waktu khusus. Tak ada me time. Waktu luang mereka hanya pada saat si kecil tertidur.
Lalu bagaimana dengan lelah dan bosan? Jika tak tertangani tentu akan mendatangkan emosi.
Baiklah, mungkin semua itu akan terobati dengan tingkah pola si kecil.
Tiba-tiba masalah ekonomi muncul, suami yang biasanya bekerja 7 hari dalam seminggu, kini harus bekerja 5 hari saja. Karna hilangnya satu pekerjaan yang merupakan sumber utama penghasilan. Pertanyaannya, masih sanggupkah membentengi diri dari emosi?.
Hhhhhhhh.
Pertahanan saya roboh seketika. Begitu sensitif. Temperamen. Ibarat embun di tepi daun. Akan jatuh ke tanah hanya dengan hembusan angin saja. Imbas terbesar adalah, keceriaan si kecil. Matanya sembap. Sering menangis. Karena saya. Astaghfirullah.
Puncaknya, saya menangis sejadi-jadinya di atas sajadah.
Sedikit lega. Hati dan pikiran lebih terbuka. Bahwa cobaan ekonomi ini bukan apa-apa dibanding dengan ibu penjual gorengan yang menjajakan dagangan dengan berjalan kaki atau kakek tua, pedagang asongan, keliling taman kota menjajakan dagangannya dengan kakinya yang pincang. Mereka tetap berusaha.
Saat suami tiba di rmh. Maaf pun segera keluar dari mulut saya. Dan apa kata beliau: "nggak usah khawatir ma, aku pasti berusaha sekuat tenaga, cukup perhatikan anak kita dan membuat rumah kembali ceria".
Subhanallah.
Menjaga emosi amatlah susah. Oleh sebab itu, bentengilah diri dengan  ibadah. Buka hati dan pikiran. Pekalah terhadap lingkungan sekitar dan yang paling utama adalah bersyukur.Jika emosi sudah terjaga, maka kesuksesan menjadi ibu rumah tangga, berada di depan mata.

Semoga bermanfaat.
Facebook  Twitter  Google+ Yahoo