Menghitung Gerakan Janin Saat Trimester Ketiga

Hai, Namaku Ken. Kemunculanku di sini, hanya ingin berbagi cerita tentang emakku yang luar biasa. Luar biasa aneh. Luar biasa dudul. Luar biasa lebay. Liar biasa hebat. Luar biasa tangguh. Dan luar biasa sayang padaku.

Ah Emaaakkk. Aku juga sangat menyayangimu mak. Hiks.

Ya udah ah, langsung ke TKP aja ya. Cekidot.

***
Trimester Ketiga

Di Rumah

"Yah, cepetan pulang, anterin ke puskesmas atau kemana kek, cepetan ya"
...........
"Nggak gerak-gerak lagi ini, cepetan"
...........

***
Di Puskesmas

"Aduhhh lama sekali sih Yahhh,..."
" ya namanya puskesmas ya begini ini Mak, antri lama"
" tau gitu kan tadi ke dokter aja"
"Nah itu, itu pertanyaanku juga Mak, koq minta anter kesini"
"Loh siapa yg minta anter ke sini"
"Emak kan"
"Tadi kan Aku bilang kemana aja deh, gitu"
"Ooo gitu "
"Iya gitu "
"Emm gitu ya "
"Udah ah, Aku masuk dulu udah dipanggil tuh"

***
Di Ruang Periksa

"Si kecil ndak apa-apa koq Bu? Sehat"
"Tapi koq nggak gerak-gerak Bu Dokter, Saya hitung, setengah hari ini, gerakannya kurang dari 10, Saya khawatir, takut kenapa-kenapa"
"Nggak kenapa-kenapa koq Bu, memang kalau sudah hamil tua, kita harus sering-sering menghitung gerakan bayi, minimal 10 gerakan, yang ibu lakukan sudah benar, nah sekarang saya tanya, Ibu puasa ?"
"Iya Bu Dokter"
"Nah itu dia Bu"
"Maksud Bu Dokter"
"Si kecil ikut puasa"

APA ???!!!

***
Begitulah Emak.

La wong Aku lagi enak-enak tidur koq di dalam perut. Bulan puasa, kalau tidur kan ibadah Mak. Hemat tenaga juga kan. Emak tadi juga kan telat sahur. Padahal yang bangunin sahur udah kaya' perang dunia kedua aja. Ruameee.
Ya mungkin Emak kecapean. Sabar ya Mak. Bentar lagi Aku keluar koq dan Kita ketemu deh.
Love You Emak

2 Hal yang Harus Disiapkan Bagi Pengguna LPG 3 Kg

Seumur hidup, baru kali ini bisa masang LPG. Hellloooo ??. Biasanya pakek apa buukkk ?. Lilin. Yaelah..babi ngepet kaliiii. Ya begitulah kenyataannya. Apa ? Ngepet ? Enak aja. Ituuu, baru bisa masang LPG itu.

Karena apa ?. Karena takut campur ngeri campur wedi campur cingur campur rujak. Beugghh. Manteb dah tuh.
Pernah beberapa kali nyobak. Sebanyak itu juga si LPG berbunyi ceessss. Bocoorr bocoorrr. Kalau sudah begitu, rasanya pengen lari ke hutan kemudian teriakku : "woyyy LPG ku bocor wooyy".

Aku juga sering mempehatikan suami saat memasang LPG. Tapi doi lancar lancar aja tuh. Koq bisa ? Adakah yang terlewat dari perhatianku ?.

Eits tentu saja. Gimana nggak kelewatan. La wong memperhatikan betul-betul aja nggak. Hehe...betul sekali. Biasa nih mata seneng banget ngelihat yang bening-bening macam Lee Min Ho. Ngganteng puol.

Akhirnya setelah sekian lama. Daku pun paham apa langkah yang terlewat dari perhatiannku. Yakni dua benda yang selalu dijadikan suamiku untuk membuat tabung nggak berbunyi cesss lagi. Apa sajakah itu ?.

1. Karet gelang.
Karet gelang digunakan untuk menguatkan tutup bagian luar. Karena tak jarang, kita menemukan tutup selang LPG yang tidak pas dengan tabung itu sendiri. Alias masih longgar.

2. Karet khusus untuk LPG 3kg.
Di dalam tabung gas LPG 3 kg terdapat karet kecil berwarna merah. Nah kadang kadang saya juga menemukan bentuk karet gelang yg tidak sama dengan karet LPG pada umumnya. Dari segi ukuran, tekstur karet dan lain sebagainya.

Dua hal itu yang sengaja daku simpan di rumah. Sebagai jaga-jaga, kalau ketemu LPG yang agak bandel tingkahnya.

 

Ya udah gitu aja dulu deh. Semoga bermanfaat yah. :D


Cahaya Emak

Kira-kira sepuluh jam yang lalu sebuah nomor tak dikenal menghubungiku. Dan sekarang, nomor itu kembali menghubungiku. Sudah berkali-kali. Jariku pun bergerak. Memencet tombol hijau. Lalu berkata : “Halo...? ”.

“Ini Nina Bang, pulsa Nina abis, ini minjem hp temen, cuma’ mau ngasih tau, Emak nanyain Abang terus. Kata Emak , Abang kapan pulang ?“.

Deg.
***

Kata orang, jadi anak pertama itu enak. Mendapatkan kasih sayang penuh. Bisa minta ini itu. Selalu jadi nomor satu. Siapa bilang ?. Orang. Orang dari mana ? dari Hongkong ? atau dari kolong?. Itu kata orang dari Hongkong kaliii. Bukan dari kolong. Kalau dari kolong, tentu bukan begitu. Tapi seperti ini. Anak pertama adalah anak yang diharapkan dapat membantu perekonomian keluarga.

Ya itulah Aku. Dari kecil, Emak dan Bapak sudah melatihku untuk bisa mencari uang sendiri. Bukan dengan ngamen, bukan dengan ngasong. Tapi dengan ngangon, menjaga dan mengurus sapi atau kambing milik orang. Upahnya, satu anak kambing atau sapi boleh Aku miliki.

Kelihatannya manteb kan?. Tidak. Jauh malah. Kalau yang dipelihara tikus gitu, mungkin bisa untung banyak. Karena sekali beranak, lahir selusin. Kalau kambing atau sapi, sekali beranak ya kadang dua, lebih sering satu. Kalau sudah begitu, yaa tinggal nunggu belas asih dari si pemilik kambing atau sapi. Waktu itu, tak ada sedikitpun rasa sedih berlama-lama singgah di hati. Sungguh.

Sedih mulai menjalari hati, saat mata Emak terkena katarak. Tak ada uang untuk membawa Emak  ke ruang operasi. Karena penghasilan keluarga, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Jika ada sisa, uang akan disimpan untuk biaya sekolahku juga adikku.

Meminta bantuan keluarga?. Tidak bisa. Hidup mereka juga susah. Jadi, Emak  tak pernah bisa ke ruang operasi. Dan mata Emak  tak dapat melihatku lagi.

Sedih bukan kepalang. Karena merasa diri tak mampu berbuat apa-apa. Ingin berhenti sekolah. Emak  malah marah. Lalu harus bagaimana ?.

“Nggak apa-apa Mat, Emak sehat, cuma nggak bisa ngelihat aja” kata Emak. Lalu beliau pergi, ditemani adikku, ke salah satu rumah warga untuk mencuci baju. Iya, sejak saat itu, Emak  memilih untuk menjadi buruh cuci baju saja.

Rasa sakit karena tak mampu berbuat apa-apa, sekian tahun terperangkap di dada. Cukup sudah. Aku tak sanggup lagi menahan ketidakberdayaan ini. Aku harus berbuat sesuatu untuk Emak . Maka begitu lulus SMK, Aku pun berangkat merantau.

Semula, Aku pikir, begitu merantau, Aku bisa segera berhasil. Dan ternyata tidak. Aku hampir seperti orang-orangan sawah. Lalu bagaimana ini ?. Emak  sudah memintaku untuk kembali. Sementara kantongku belum berisi.

Sudah sering, adikku menghubungiku. Mengatakan hal yang sama. Bahwa Emak  rindu. Emak  ingin Aku bekerja di rumah saja. Toh, di tanah rantau juga tak kunjung mendapatkan apa-apa.

“Emak  nggak apa-apa, Emak  sudah biasa, pulanglah”.

Begitu kata Emak. Kata-kata itu terngiang-ngiang di telinga.

“Tidak Aku belum menyerah. Aku belum mau pulang Mak. Aku harus jadi orang dulu. Baru Aku pulang. Emak  berdoa saja untukku“.

Terus begitu. Kalimat itulah yang selalu keluar dari mulutku. Iya, Aku yakin di tanah rantau ini, Aku pasti akan berhasil. Entah itu kapan. Tapi Aku yakin. Di sini, Aku bisa menemukan jalan yang bisa membuat kehidupanku juga keluargaku lebih baik lagi.

***

Hidup mulai bersahabat denganku. Ia mau berjalan beriringan dengan ku. Bahkan sesekali ia tersenyum kepadaku. Bahkan deretan giginya yang indah, hampir terlihat semua. Sebuah senyum yang begitu lebar. Dan Aku tidak lagi menjadi orang-orangan sawah. Badanku sudah berisi.

Ya. Di tanah rantau ini, Aku memang bekerja sebagai pelayan restoran. Awal mula, hanya sebagai pelayan restoran biasa. Kemudian, secara bertahap, karierku mulai menanjak. Hingga akhirnya Aku menjadi pelayan restoran berbintang. Hal inilah membuat Aku ngguya ngguyu setiap kali melihat amplop tebal di tanganku.

Penghasilanku dapat dikatakan lebih dari cukup. Tentu saja, Aku ingin berbagi kepada Emak , adik, juga bapak. Sementara sebagian lagi, diam-diam, akan Aku tabung untuk operasi mata Emak . Tapi lagi-lagi Emak  menolak, begitu juga dengan Bapak.


Kasih adekmu saja. Bapak Emak  masih bisa usaha sendiri. Kamu kapan pulang ?”.

Emak . Selalu begitu.

Entah dapat wangsit dari mana. Akhirnya uang yang seharusnya Aku bagi untuk Emak  juga bapak, Aku gunakan untuk sekolah lagi. Ya Aku kuliah. Aku adalah mahasiswa.

Sejak Aku memutuskan kuliah. Perlahan namun pasti. Aku menjadi orang-orangan sawah lagi. Badanku kurus. Tak terurus. Karena Aku harus mengencangkan ikat pinggang. Agar biaya kuliah bisa sanggup Aku bayar.

Dugaanku salah. Aku pikir biaya kuliah hanya mahal di awal saja. Namun ternyata tidak. Ada banyak praktikum yang harus Aku lewati. Dan tentu saja kegiatan itu membutuhkan biaya lagi.

Aku pun tak lagi mengirim uang kepada adikku tersayang. Aku pun memohon maaf akan hal itu, dan apa kata Emak.

"Kurang berapa Mat ?. Emak  Bapak bisa ngusahain”.

Aku terharu. Bukan karena ucapan Emak . Tapi karena Emak  tak menyuruhku pulang lagi. Malah Emak  mau membantu biaya kuliahku. Urusan sekolah, Emak  juga bapak memang nomor satu. Meskipun Emak Bapak bukan orang yang mampu, tapi soal sekolah mereka akan mendukungku penuh.

Ah Emak . Meskipun kau tak dapat melihat seperti dulu, tapi hatimu, semangatmu, tak pernah redup sedikitpun. Baiklah, Aku akan berusaha sekuat tenaga. Aku tak mau kalah dengan semangatmu.

***

Akhirnya, Aku memesan tiket kereta api juga. Dengan tujuan tanah kelahiranku. Ya, Aku akan menginjakkan kaki di tanah kelahiranku lagi. Aku memang belum benar-benar jadi orang. Tapi sesuatu hal mengharuskanku untuk pulang.

“Emak  sakit Bang. Segeralah pulang”.

Begitu kalimat terakhir yang dikatakan adikku. Emak  sakit. Tapi untuk kesekian kalinya, saat Aku berbicara kepada Emak, Emak  pun berkata :
“Ora opo-opo Mat, Adikmu saja yang berlebihan”.

Begitu kata Emak. Tapi, Aku membantah permintaan Emak. Aku mengatakan pada Emak , bahwa Aku sudah mengambil cuti beberapa hari dan 7 hari lagi Aku akan berangkat pulang. Emak  pun berkata :

“Ya sudah kalau gitu, hati-hati di jalan. Emak ora opo-opo mat, nggak usah buru-buru loh ya. Ngge pon, Emak  tak sholat dulu”.

Ah Emak . Kau selalu begitu.

***

Langit begitu cerah. Padahal, hari-hari kemarin, langit selalu mendung. Mungkin awan ingin beristirahat sejenak. Sekedar meringankan badan, karena sudah terlalu sering membawa berliter-liter air hujan kemanapun awan pergi.

Cuaca memang nampak bersahabat hari itu. Saat Aku menginjakkan kakiku, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun merantau, di tanah kelahiranku.

Saat itu, Aku mempercepat langkahku. Setengah berteriak, kupanggil tukang ojek agar segera mendekat. Kupinta agar laju motor dipercepat. Karena hati sudah begitu ingin bersua, dengan seseorang yang selalu memberi warna dalam hidupku. Seseorang yang selalu ada untukku. Seseorang yang tidak pernah ingin menyusahkanku. Seseorang yang tidak pernah mau membuatku merasa khawatir. Dan seseorang yang selalu dengan senang hati membantuku dengan sekuat tenaga yang dimilikinya.

Dia lah Emak. Pelipur laraku. Penyemangat hidupku. Pencipta ketenangan menghadirkan kekuatan. Untuk terus berjuang demi mendapat hidup yang lebih baik. Demi sekolah lagi. Demi mendapat ilmu lagi.

Dialah Emak . Emak ku tersayang. Yang sangat amat Aku cintai. Yang sangat berarti bagiku. Yang segala-galanya untukku. Dan yang saat ini sudah tidak bersamaku lagi.

Iya, Emak  sudah pergi. Meninggalkan kami. Tuhan begitu sayang padanya, hingga menjemputnya begitu cepat. Bahkan sebelum Aku mewujudkan niatku untuk menghadirkan cahaya lagi di mata Emak . Dan tahukah Engkau Tuhan ?. Kau telah mengambil cahaya dalam hidup kami.

***

1150 Kata



Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

Postingan Populer