Upaya Mencegah Anemia pada Si Kecil yang Picky Eater (Bonus Catatan Penting tentang Anemia pada Balita, Anak-anak, Remaja, dan Ibu hamil)


Kemarin, begitu saya tiba di rumah setelah seharian berburu bahan untuk jualan di kedai, suami langsung bilang kalau si kecil Nana ternyata suka dengan pangsit ayam yang saya buat. Kata suami, pas pangsitnya sudah habis, Nana lalu bilang gini: "Agi, Yah, Agi". Maksudnya Nana, dia mau lagi. Duh, saya jadi berbunga-bunga, loh. Seneng banget rasanya setiap kali aku melihat atau mendengar cerita si kecil Nana yang mau makan.  

Lebay, ya? hahay. Mohon dimaklumi yak, respon saya jadi berlebihan gini karena anak saya, si Nana ini, adalah tipe Picky Eater. 

Dulu, saya menganggap remeh soal picky eater. Saya bahkan tidak begitu peduli. Misalnya saat si Nana hanya makan kerupuk seharian, respon saya ya santai saja. Selama masih ada makanan yang masuk ke perut Nana, saya merasa Nana pasti akan baik-baik saja. 

Anggapan saya ini berubah saat  mengikuti rangkaian webinar yang diselenggarakan oleh Nutrisi Untuk Bangsa, salah satunya di webinar yang bertemakan Peran Nutrisi dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi. 

Nah, di webinar tersebut dikatakan bahwa anak yang Picky Eater berpotensi mengalami anemia. Dudududuh....


Penyebab anak mengalami anemia


Anemia itu sendiri adalah suatu kondisi rendahnya kadar Hb, dibandingkan dengan kadar normal yang menunjukkan kurangnya sel darah merah yang bersirkulasi. Kalau sel darah merah yang bersirkulasi kurang, dapat memberikan dampak negatif bagi tubuh. 

Berdasarkan hal ini, saya selalu berusaha agar Nana terhindar dari anemia. Adapun usaha yang saya lakukan adalah:

1. Mencari informasi terkait anemia pada anak.

Saya mencari definisi dari anemia. Lalu mencari informasi soal indikator anak yang mengalami anemia dan bagaimana cara menghadapi anak yang Picky Eater


Definisi anemia


Gambar di atas mendeskripsikan banyaknya sel darah merah yang bersikulasi pada kondisi anemia. Selisih jumlah sel darah merah yang bersirkulasi pada kondisi normal dengan anemia begitu banyak. Padahal sel darah merah itu sendiri memiliki peran penting yang salah satunya mengantarkan nutrisi ke seluruh tubuh. Jika jumlah sel darah merah yang bersirkulasi sedikit maka nutrisi yang didapatkan oleh tubuh dapat dikatakan juga sedikit. Kekurangan nutrisi dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Duuhh...seram juga yak.

Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui gejala anemia pada anak. Adapun gejalanya meliputi anak rewel, terlihat lemas, pusing dan sebagainya.

Gejala anemia pada anak

Alhamdulillah, poin-poin di atas, saya dapatkan di webinar yang saya ikuti. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. 


2. Mengetahui bahan makanan yang mengandung zat besi.

Aku juga mencari informasi terkait bahan makanan yang mengandung zat besi tinggi, Vitamin C, dan bahan makanan yang mempermudah penyerapan zat besi. 

Beruntung, lagi-lagi, saya mendapatkan informasi tersebut dari Webinar yang saya ikuti. Adapun rinciannya dapat dilihat pada infografis di bawah ini. 


Heme dan non heme iron


Gambar di atas menunjukkan ada dua kategori bahan makanan sumber zat besi. Pertama yakni heme iron merupakan bahan makanan bersumber dari hemoglobin hewani dan yang kedua non heme iron merupakan bersumber dari tumbuhan. 


Bahan makanan sumber zat besi

Nah gambar di atas menunjukkan rincian bahan makanan sumber zat besi baik dari non heme iron maupun heme iron. Daging sapi yang memiliki kandungan zat besi tinggi. Kebetulan anak saya suka dengan bakso daging sapi.

Bahan makanan sumber vitamin C

Memenuhi kebutuhan vitamin C juga perlu. Perpaduan antara zat besi dan vitamin C akan menghasilkan daya tahab tubuh yang tangguh. Nah dari gambar di atas dapat diketahui bahwa paprika merah memiliki kandungan vitamin C yang paling tinggi. Tapi bahan ini kurang familiar bagi anak saya. Jadi saya memilih untuk memberikan kelengkeng atau jambu biji padanya.


3. Mencari informasi mengenai makanan yang disukai anak-anak

Dalam Kompasdotcom, Prof. Dr. Rini Sekartini, SpA, menyebutkan cara untuk menghadapi anak yang Picky Eater adalah dengan kreativitas. Orangtua bisa berkreasi dalam hal menu makanan. 

Selain itu juga, orangtua bisa berkreasi dalam hal tampilan makanan. Makanan dengan tampilan yang menarik, menurut hasil penelitian Cornell University dan London Metropolitan University dalam detikdotcom, terbukti dapat menarik minat hingga selera bagi si kecil. 

4. Mencoba membuat variasi makanan

Saya nggak pandai memasak, tapi demi si kecil Nana saya belajar untuk membuat variasi makanan.

5. Mengajak anak melakukan aktivitas yang menyenangkan

Sejauh ini, si kecil Nana memang jadi lebih banyak makan saat sedang beraktivitas yang baginya menyenangkan. Biasanya, saya mengajak si kecil Nana beraktivitas yang menurutnya menyenangkan seperti main kelereng dan sebagainya.  

6. Memberikan Si Kecil Susu Pertumbuhan dan Tidak Memberikan Makanan atau Minuman yang Mempersulit Penyerapan Zat Besi

Saya bersyukur si kecil Nana yang Picky Eater masih mau minum susu. Karena susu dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi si kecil. Selain itu saya juga tidak memberikan si kecil Nana makanan atau minuman yang mempersulit penyerapan zat besi seperti minum teh yang didalamnya terdapat kandungan zat tanin.

 



Sejauh ini dan semoga seterusnya, Nana tidak menunjukkan tanda-tanda anemia seperti lemas, tidak aktif bergerak, rewel.

Akan tetapi, meskipun begitu, saya nggak boleh lengah. Saya harus tetap menjaga si kecil Nana dari anemia. 

Saya juga bertekad untuk melindungi keluarga kecil dan orang-orang sekitar saya agar terhindar dari anemia. Cara saya yakni dengan memberikan informasi terkait anemia juga memberikan pemahaman betapa pentingnya mencegah diri dari terkena anemia.  Salah satu cara saya memberikan pemahaman tentang nutrisi pada anak-anak saya adalah melalui aktivitas bermain puzzle Isi Piringku. 


Mainan puzzle Isi piringku





Catatan Penting dari Webinar tentang Peran Nutrisi dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi.


Nah, saya punya beberapa catatan penting dari Webinar yang saya ikuti. Bahwa prevalensi anemia tidak hanya ada pada balita, melainkan juga pada anak usia 6-12 tahun, remaja lalu ibu hamil. 

Data dari Riskesdas tahun 2013 yang dijelaskan oleh Narasumber, Ibu Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi., SpGk., menunjukkan prevalensi balita berjenis kelamin laki-laki mencapai 29.7%. Kemudian untuk balita berjenis kelamin perempuan memiliki prevalensi sekitar 26.5% persen. Data ini menunjukkan prevalensi balita laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada anak laki-laki dan perempuan usia 6-12 tahun dimana prevalensi anak laki-laki lebih tinggi dari prevalensi anak perempuan. 

Prevalensi perempuan mulai terlihat lebih tinggi dari laki-laki saat usia remaja. Prevalensi perempuan tidak hamil mencapai 22.7% sedangkan laki-laki mencapai prevalensi 16.4%. Hal ini juga ditemukan pada perbandingan prevalensi perempuan dewasa dan laki-laki dewasa. 

Uraian data di atas menunjukkan bahwa laki-laki memiliki prevalensi anemia lebih tinggi dari perempuan pada saat balita hingga anak-anak. Namun mulai usia remaja, perempuan memiliki nilai prevalensi anemia lebih tinggi dari laki-laki dengan selisih prevalensi yang signifikan. 

Data prevalensi anemia


Namun, prevalensi anemia tertinggi dipegang oleh wanita hamil dengan nilai mencapai 37% . Data ini menunjukkan masih banyak ibu hamil di negeri ini yang mengalami defisiensi zat besi atau anemia.

Penyebab Anemia

Nah, ada beberapa hal penyebab anemia yakni sebab asupan makanan, sakit, dan penyebab lainnya. Diantara tiga sebab tersebut, yang paling mudah untuk diatasi adalah soal asupan makanan.




Bagi yang awan dengan soal gizi seperti saya ini dan sebelum saya mengikuti webinar ini, saya tidak tahu mana bahan makanan yang banyak mengandung zat besi atau mana bahan makanan yang mempersulit penyerapan zat besi. Jadi ketidaktahuan ini menjadi masalah pada asupan makanan seperti pangan nabati menjadi lebih dominan, atau asupan energi dan protein rendah dan sebagainya.  



Nah, untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu caranya memang harus dimulai dari diri sendiri dengan aktif mencari informasi terkait gizi seimbang. Saya sendiri merasa bersyukur karena mengikuti webinar ini. Saya jadi melek akan pentingnya memberikan gizi seimbang pada anggota keluarga. Namun, sepertinya, masyarakat belum banyak yang paham dengan hal ini sehingga permasalahan soal anemia ini masih ada di negeri ini.

Upaya Menurunkan Prevalensi Anemia Defisiensi Besi

Permasalahan soal Anemia ini harus segera diatasi. Sebab dampak dari anemia ini sendiri dapat mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh hingga kinerja yang menurun. Nggak kebayang kalau masalah ini tidak segera diatasi. Kemungkinan bakal menjadi-jadi alias prevalensinya akan makin meningkat. Duh, jangan sampai deh, ya. 

Tapi, setelah mendengar penjelasan lebih lanjut dari Ibu Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi., SpGk., yang merupakan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesian Nutrition Association, bahwa pemerintah sudah melakukan aksi nyata untuk menurunkan nilai prevalensi anemia ini, saya jadi optimis masalah ini dapat segera teratasi. 




Optimis? tentu saja. Saya makin optimis prevalensi anemia dapat segera berkurang secara signifikan manakala aku mendengar dari Bapak Arif Mujahidin selaku Corporate Communication Director Danone Indonesia bahwa Danone Indonesia juga turut serta membantu pemerintah dalam hal edukasi masyarakat tentang gizi dan kesehatan. 

Saya menyambut senang kabar baik ini. Senang karena ada perusahan sebesar Danone Indonesia yang menunjukkan kepeduliannya akan kesehatan dan gizi masyarakat negeri ini. PT. Danone benar-benar membuktikan komitmennya demi bisa mewujudkan One Planet, One Health. 




Danone percaya, kesehatan manusia dan planet saling berhubungan. Planet sehat, maka manusia pun sehat, menghirup udara yang bersih, minum air yang bersih dan layak konsumsi juga, hingga makan yang dikonsumsi pun sehat. 






Kemudian, di webinar tersebut, Bapak Arif juga menjabarkan bentuk-bentuk edukasi masyarakat tentang gizi dan kesehatan yang dilakukan PT. Danone antara lain sebagai berikut. 

1. Gesid

Gesid atau dikenal juga dengan Gerakan Sehat Indonesia. Melalui Gesid ini, Danone bertujuan untuk membangun pemahaman dan kesadaran remaja tentang kesehatan dan gizi remaja, juga tentang pentingnya 1000 hari pertama kehidupan dan pembentukan karakter. 

2.  Taman Pintar 

Selam bertahun-tahun, Danone sudah menunjukkan dukungannya dalam dunia pendidikan yang berfokus pada gizi dan kesehatan. Salah satu bentuk dukungan Danone dapat dilihat di Taman Pintar Yogyakarta. 

3. Duta 1000 pelangi

Danone menjadikan karyawannya sebagai duta. Para karyawan dibekali pengetahuan terkait kesehatan dan gizi. Harapan Danone agar semakin banyak orang yang melek dengan kesehatan dan gizi. 


Edukasi masyarakat tentang gizi dan kesehatan


Aksi lain yang dilakukan oleh Danone Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 



Nah, setelah mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan yang terkait serta Danone Indonesia, rasanya tak pantas jika saya, kamu, kita hanya berdiam diri saja. Kita juga harus mendukung penuh apa yang telah dimulai oleh pemerintah juga Danone Indonesia dengan cara mencegah keluarga mengalami anemia dan memberikan informasi serta pemahaman kepada lingkungan sekitar tentang betapa pentingnya menjaga diri dan keluarga dari terkena anemia. 

Kolaborasi antara pemerintah, Danone Indonesia, juga kita, masyarakat Indonesia, InsyaAllah bisa segera menjadikan para warga negeri ini terbebas dari anemia juga stunting dan memiliki nutrisi yang baik. Aamiin aamiin ya robbal'alamiin. 

Yuk, kita mulai dari sekarang, yak. Oke, ayo mulai. 

***

Referensi:

Webinar Peran Nutrisi dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi.

Odi. 2012. Ternyata Anak-anak Lebih Suka Makanan Warna-warni. www.detik.com  

Lusiana Kus Anna. 2018. Pengaruh Pola Makan Picky Eater pada Kesehatan Anak. www.kompas.com

Review Clodi AIO Lokal Merk AZZA

 


Assalamu'alaikum, halohai


Clodi aio berkualitas termurah


Apakabar kamu, Bund? Aku do'akan semoga kamu senantiasa dalam keadaan sehat, juga bahagia aamiin. 


Nah, di postingan kali ini aku mau review Clodi AIO Lokal Merk AZZA. 


Ini adalah kali pertama aku mencobakan ((MENCOBAKAN)) anakku clodi tipe AIO gini. Biasanya, pakai yang model lawas gitu, memanjang trus disatukan pakai prepet atau kancing. 


Aku penasaran sama performanya kayak gimana, sih? 


Secara tampilan, terlihat menarik, dan ramping. Bagian area kel*m*n anak tidak lebar sebagaimana clodi model lawas yang bentuknya seperti popok tali itu, lho, Mam. 


Nah, dengan bagian area kelamin yang tidak lebar alias ramping, membuat rasa khawatirku pada gaya berjalan si kecil sirna. Karena clodi tipe ini tidak akan membuat si kecil berjalan mekeh-mekeh, aamiin insyaAllah. 


Kemudian dari segi performa menampung pipis, gimana? Bagus sih, sekali pipis tidak langsung tembus alias bisa nahan pipis si kecil sampai minimal dua kali pipis kayaknya. Tapi tergantung kuantitas pipis si kecil sih ya. Kalau misal pas banyak mungkin bisa nampung cuma sampai dua kali pipis saja. Kalau dikit ya mungkin saja lebih dari dua kali pipis. 


Karet elastis di bagian paha agak ketat atau nggak terlalu melar flexible, menurutku. Jadi tidak cocok untuk bayi yang memiliki paha montok. 


Sepertinya karetnya beda dengan yang bagian pinggang. Karena elastis bagian pinggangnya lentur banget, dan nggak ketat. 


Kalau soal kemudahan dalam membersihkan clodi gimana? Alhamdulillah sejauh ini gampang banget bersihin noda karena pipis dan kotoran si kecil di clodi. 


Harganya gimana? 

Nyaman banget di kantong. 

Aku beli di shopee. Harganya sekitar 29.000 ribuan. Murah, kan? 


Clodi aio AZZA berkualits termurah


Jadi, begitulah pengalamanku dengan clodi aio nya anakku. Semoga bermanfaat yak dan sampai bertemu diberbagi pengalaman lainnya. 


[Cerpen] Hadiah



Hari ini aku terlambat ikut kelas mata kuliah filsafat. Bukan karena aku bangun terlalu siang melainkan karena ada demo buruh besar-besaran. 




Heran deh, perasaanku mereka demo melulu. Tuntutannya pun sama. Apalagi kalau bukan minta naik gaji. Mbok ya bersyukur sudah dapat gaji dhuwur. Banyak loh yang mendapatkan penghasilan di bawah gaji buruh tapi nggak pernah tuh demo-demo yang kadang sampai rusuh.

Duh, gara-gara demo nih, mood aku jadi berantakan. Pokoknya seumur hidup, aku enggak mau berurusan dengan yang berbau-bau demo, aktivis, atau apalah itu, aku nggak mau. 

Karena sudah jauh terlambat. Aku duduk-duduk di kantin kampus sambil baca novel Mariposa. 

"Baca novel cinta lagi?" 

Aku menoleh ke sumber suara dan Devdan berdiri tak jauh dari tempat dudukku. Seketika aku memalingkan wajah. Aku malas berurusan dengan kakak tingkat yang mau kadaluarsa. 

"Dih suka-suka aku lah, apa? Kamu mau minta tolong lagi? Ini sudah kelima kalinya loh, Kak"

"Yup, saya mau minta tolong seperti biasa"

"Ke Bu Marni?"

"Ya, tolong berikan hp ini ke Bu Marni, biar gampang kalau saya mau komunikasi ke Bu Marni, jadi saya nggak harus ke rumah Bu Marni atau minta bantuan kamu menyampaikan pesan ke Bu Marni lagi"

"Bagus deh, ya udah entar aku sampaikan ke Bu Marni"

"Makasih, ya" aku mengangguk. Dev lalu pergi. 

Bu Marni adalah tetangga 5 langkah dari kosku. Bu Marni seorang single mother dengan 1 anak perempuan. Saat ini ia sedang terbaring di rumahnya karena menderita kanker. 

Aku prihatin dengan kondisi Bu Marni. Pabrik tempatnya bekerja tidak mau memberikan hak Bu Marni berupa pesangon pensiun. Padahal Bu Marni berencana menggunakan pesangon tersebut untuk mengobati kanker yang dideritanya. 

Pokoknya kalau ingat Bu Marni, aku selalu berdo'a, semoga Allah mempermudah usahanya untuk sembuh dari sakit yang ia derita. Semangat ya, Bu Marni. 


***



Pyuuuhhhh....

Aku menghempaskan tubuhku di kasur khas anak kos. Lumayan berhasil menghilangkan rasa lelahku hari ini. Bayangkan, dua kali dalam sehari, aku terjebak macet. Lagi-lagi, karena demo. Duuhh, lama-lama aku benar-benar muak dengan demonstrasi. Pengin tak hiiihhhh.

Sebelum pulang ke kos, aku tadi sempat singgah ke rumah Bu Marni dan disambut oleh anak tunggal Bu Marni yang bernama Ika. 

"Ka, ada titipan dari Dev buat Ibu kamu" aku menyerahkan tas kecil ke Ika. 

"Kata Dev, biar mudah komunikasi sama Ibu" jelasku. Ika sibuk membuka tas kecil lalu mengeluarkan isi didalamnya yakni sebuah hp. 

"Kak Dev ngasih hp? enggak salah nih, Kak?" Ika nampak kaget. Aku menganggukkan kepala saat Ika menoleh padaku. Lalu ia pun kembali fokus pada hp pemberian Dev.

"Ka, aku boleh tanya, enggak?" 

"Tanya apa, Kak?" 

"Berarti boleh, ya?"

"Iya boleh"

"Emangnya ada hubungan apa antara Ibu kamu sama Devdan? atau Devdan lagi berusaha ambil hati ibu kamu biar hubungan kalian direstui, ya?" tanyaku penasaran. 

Devdan begitu getol membantu Bu Marni. Zaman sekarang mana ada yang tulus, kan? Ada, tapi ya jiaraang bianget. Jadi aku pikir enggak mungkin deh, kalau Devdan enggak ada maksud tertentu? Ya, kan? 

"Enggak ada hubungan apa-apa, Kak. Kak Dev cuma mau bantuin ibu mendapatkan pesangon." 

"Cuma itu?" tanyaku tak percaya. 

"Iya, Kak. Emmm..Kak Dev itu baik banget orangnya. Kata Ibu, beberapa teman kerja Ibu yang punya kasus sama, juga dibantu sama Kak Dev sampai berhasil mendapatkan hak mereka" jelas Ika. Ia meletakkan hp di lantai. Ia arahkan pandangan matanya ke langit-langit rumah. Aku tahu, Ika tengah menahan air matanya yang berebut keluar. 

"Ka.." panggilku samar. 

"Sebenarnya aku khawatir dengan Ibu, Kak. Makin ke sini kondisinya makin lemah. Aku takut" Ika menunduk. Sebulir air mata ku dapati jatuh dari mata Ika. 

"Ika...." aku mendekati Ika, lalu memeluk tubuh gadis yang masih duduk di kelas 2 SMA itu. 

"Sebulan lagi Ibu ulang tahun, aku enggak bisa ngasih hadiah apa-apa selain do'a, semoga dalam jangka waktu sebulan Kak Dev sudah berhasil memperjuangkan hak Ibu, jika iya, ini pasti akan jadi hadiah terindah buat Ibu"

Aku mengusap rambut panjang Ika.

"InsyaAllah, Kak Dev pasti berhasil, Ka" 


***


Setelah mendengar ucapan Ika, aku jadi memikirkan Dev berhari-hari. Pikiranku didominasi sebuah fakta bahwa Dev ternyata sosok yang suka membantu orang lain. Selama ini, aku menganggap Dev hanya laki-laki payah sebab tak bisa lulus kuliah tepat pada waktunya.

"Tapi ternyata, Devdan itu baik dan ....."

Ah sudahlah, aku harus berhenti memikirkan Dev. Toh, tak ada untungnya buat aku memikirkan si Devdan kakak tingkat yang mau kadaluarsa itu, bukan?

Demi mengalihkan pikiranku akan Devdan, aku pun pergi ke toko buku. Namun di tengah perjalanan, lagi, aku bertemu dengan orang-orang yang akan demo. Ish ish ish, demo lagi, lagi-lagi demo, nggak bosan apa ya mereka? Gara-gara mereka nih, aku tidak bisa mempercepat laju motorku karena di sisi jalan yang aku lewati nyaris dipenuhi para pendemo itu. Mana cuaca tengah panas-panasnya lagi. Apa aku berhenti dulu sampai para pendemo ini pergi? Ah iya, begitu sajalah.

Aku melayangkan pandangan mencari tempat teduh. Sayangnya, bukan tempat teduh yang kujumpai melainkan seseorang yang sepertinya mirip Devdan. 




Tapi sepertinya tidak mungkin itu Devdan. Lawong penampilan Dev itu rapi, tidak seperti penampilan sosok yang mirip Dev. Sosok mirip Dev ini memakai jeans belel, kaos, kemeja sebagai outer, serta membawa megaphone. 

"Hannah?" 

Tapi, suara itu, suara Dev. Berarti sosok yang mirip Dev itu tak lain adalah Dev. Ya itu Dev, Devdan. 

"Kamu mau kemana?" tanya Dev yang sudah berdiri di depan motorku. 

"Saya butuh bantuan kamu, Han"

"Apa lagi?"

"Tolong kamu ke Bu Marni, saya hubungi hpnya nggak bisa-bisa"

"Aku nggak janji, Kak" 

"Maksud kamu?"

"Dah ya, aku pergi" 


***


Gila, gila, gila, gila, sudah 2 hari ini pikiranku penuh Devdan. Berapa kali pun aku berusaha menghapus pikiranku, sebanyak kali itu juga ingatan soal Devdan kembali hadir dipikiran. 

Aku kenapa, ya? Ah enggak mungkin, enggak mungkin aku suka sama dia, kan? Ya memang sih, memikirkan dia saja sudah bikin aku deg-deg an. Tapi kalau ingat dia seorang aktivis, rasanya aku jadi enggan. 




Aku melangkah gontai ke kelas. Rupanya kelas masih kosong. 

"Han, saya cari kamu kemana-kemana, gimana Bu Marni? Kamu sudah ke sana, kan?" tanpa diundang, Devdan masuk ke dalam kelas lalu menghampiriku. 

"Sudah, hp yang kamu kasih dijual, buat biaya transport, makan, lain-lain selama Bu Marni berobat" terangku. Sekilas aku menangkap raut terkejut di wajah Dev. 

"Kamu nanti siang ke Bu Marni, kan?" tanya Dev..

"Enggak"

"Oooo... saya mau ke sana nanti siang, kamu nanti bisa pulang bareng saya, kos kamu dekat dengan rumah Bu Marni, kan?"

"Aku enggak ke sana"

"Emmm...ya sudah kalau gitu, aku balik dulu, ya" pamit Dev. Aku tak peduli, mauku begitu, tapi nyatanya mataku tak lepas memandangnya sampai hilang di balik pintu. Duuhh, hati sama mataku jadi enggak sinkron gini gara-gara Devdan. 

Tapi sebelum menghilang di balik pintu, ia sempat berbalik lalu melemparkan senyum ke arahku. Aku terhenyak melihat senyumnya. Gila, gila, gila, dia makin damn saja. 


***


Akhirnya aku di sini, di rumah Bu Marni bersama Dev. Ya, aku pulang bersama Dev. Dia menungguku lama, katanya. Karena aku merasa tidak enak menolak, jadi aku iyakan saja tawaran pulang bareng dengannya. Kebetulan juga aku tidak membawa motor. 




Sepanjang jalan, kami tak bicara. Aku bersyukur, sih. Dengan begini aku bisa menutupi rasa gugupku saat dibonceng dia. Eh apa? Aku gugup? enggak, enggak, enggak, enggak ada dalam kamus aku suka dengan aktivis. Enggak, aku benci aktivis, titik.

Tiba di rumah Bu Marni, Ika menyuguhkan air putih untukku dan Dev. 

"Ka, sudah kamu siapkan yang saya minta beberapa hari lalu?" tanya Dev to the point.

"Sudah, Kak. Bentar ya aku ambil" Ika berjalan masuk kamar. Tak lama ia keluar dengan map berwarna coklat. 

"Ini, Kak. Di dalamnya ada Jamsostek, slip gaji Ibu, apalagi ya, insyaAllah semuanya yang Kak Dev minta sudah ada di dalam sini" 

"Oke makasih, ya" ucap Dev sembari mengecek isi map coklat yang sudah ada ditangannya. 

"Oya, mungkin besok saya sama teman-teman organisasi akan menggalang dana untuk Bu Marni. Dana yang terkumpul nanti bisa kamu pakai untuk biaya selama menemani Ibu kamu berobat.  Do'akan dapat banyak, ya" 

"Pasti, Kak. Makasih banyak, Kak. Terima kasih sudah bantu aku dan Ibu". Kata Ika. Dev hanya tersenyum pada Ika lalu padaku. 

Ya ampuuunnn, kenapa dia harus senyum padaku lagi. Kenapaaaa? Enggak, aku enggak boleh luluh sama senyuman seorang aktivis yang demo-demo bikin susah bikin rusuh.


***


Oalaaahhh...ternyata begini ya rasanya bisa bantu orang. Perasaan senang yang aku rasakan kali ini rasanya beda banget. Apalagi waktu aku lihat ekspresi Ika saat aku menyerahkan hpku yang tidak terpakai padanya. Ika tersenyum lebar hingga nampak deretan giginya yang berbaris rapi jali.

Mungkin ini alasan Dev bantu Bu Marni. Karena ia bisa merasakan rasa senang yang unik nan luar biasa.

Duuh, coba kalau Dev bukan aktivis, mungkin aku tidak akan menahan rasaku padanya. Eh, apa-an, sih? Enggak, aku enggak punya rasa apa-apa sama Dev. Yakali aku suka sama kakak tingkat yang mau kadaluarsa plus aktivis pula. 

Sudah, ah. Waktunya aku tidur. Malam semakin dalam.


***


Kemarin itu, adalah kali pertama aku memberikan sesuatu yang bisa dibilang cukup banyak pada orang lain. Biasanya, paling banyak, yaaaa 100 ribuan. 

Aku sendiri heran mengapa aku bisa berubah sedrastis ini. Ah, sepertinya karena ada gejolak di hati aku manakala aku mengingat bagaimana perjuangan Bu Marni yang didukung Ika untuk sembuh dari kanker. Nah, begitu aku membantu Ika, rasanya gejolak itu berubah jadi sebaran bunga yang wanginya bisa menentramkan dan melegakan jiwa. 


Sekarang, aku melakukan itu lagi. Aku membantu Bu Marni lagi. Bodo amat soal keinginanku yang ingin menghadiahi diri sendiri skincare yang lagi viral saat aku ulang tahun nanti. Biarlah, Bu Marni dan Ika lebih membutuhkan uang. Lagipula aku bisa menabung lagi dari penghasilanku bekerja sebagai guru les privat. 

Aku memberikan uang itu pada Devdan di kantor organisasi buruh. Tak enak rasanya jika aku memberikan langsung pada Ika. 

Saat aku memberikan uang itu, aku sempat cerita ke Devdan kalau uang itu adalah uang tabunganku yang niatnya akan aku gunakan untuk menghadiahi diri sendiri saat hari ulang tahunku tiba nanti. Devdan tersenyum dan hatiku menghangat seketika. 

Iya, aku mulai menceritakan hal kecil tentangku padanya. Aku tahu apa yang kulakukan ini adalah tanda aku memang benar-benar menaruh rasa pada Devdan. Tapi tenang, tekadku masih bulat, aku tidak mau menjalin hubungan dengan aktivis, aku mau rasa ini berhenti berkembang. 

Sebelum aku pamit dari kantor organisasi buruh yang Devdan ikuti, ia menggamit tanganku dan membawaku duduk di kursi di bawah pohon rindang di belakang kantor.

"Terima kasih karena kamu sudah membantu Bu Marni, salah satu anggota organisasi kami. Saya dan teman-teman sudah melakukan tahap demi tahap untuk mendapatkan hak Bu Marni dan beberapa anggota yang bernasib sama. Saya dan teman-teman sudah melakukan Bipartit, namun tidak digubris oleb pabrik. Oleh sebab itu kami melakukan demonstrasi sebagai salah satu cara kami menarik perhatian pihak pabrik, masyarakat, wartawan, dan pemerintah setempat. Namun lagi-lagi, kami masih menemui jalan buntu. Kemudian kami mengajukan tripartit, pertemuan antara yang berwenang di pabrik, Disnaker dan perwakilan buruh. Saya dan teman-teman berharap di titik ini kami berhasil. Namun jika tidak, kami bertekad akan turun ke jalan dan demo lagi" 

"Lalu untuk apa kamu menjelaskan hal itu ke aku, Kak?"

"For your information" kata Dev lalu memberikan senyum manis padaku. 

"Saya tahu seperti apa penilaianmu pada saya dan teman-teman buruh. Hannah, saya jamin, penilaian kamu tentang saya itu salah. Kamu perlu tahu, aktivis, demonstrasi, tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Kami melakukan demo karena ada pemicunya, karena ada yang kami perjuangkan. Andai saja jika pabrik memberikan hak buruh sebagaimana aturan undang-undang yang berlaku, kami tidak akan turun ke jalan" lanjut Dev panjang lebar. 

Aku paham maksud Dev. Namun yang tidak aku paham bagaimana dia bisa tahu kalau aku benci aktivis, demo, dan segala yang terkait. Soal ini aku hanya pernah cerita ke satu orang. Masa orang itu yang bilang ke Dev? Ah, enggak mungkin.

"Dih, sok tahu, sudahlah aku pergi" aku pamit. Aku lepaskan genggaman tangan Dev. Lalu beranjak melangkah. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, ..., sepuluh langkah, Dev tidak mengejarku rupanya. Padahal aku yakin Dev akan mengejarku karena tadi aku merasakan genggaman tangannya yang terasa lembut, hangat dan kokoh. 

Seharusnya aku sadar diri bahwa tidak mungkin Dev mengejarku dan memintaku tidak pergi. Siapa aku bagi Dev? Bukan siapa-siapa, jadi tidak seharusnya aku mengharapkan hal itu pada Dev? 

***




Hari ini, hari ulang tahunku. Keluarga, teman-teman kuliah, teman kerja, dan semuanya, sudah mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Beberapa ada juga yang memberiku kado ulang tahun. Senang? seharusnya begitu, seharusnya aku merasa senang. Tapi entah kenapa, rasanya ada yang kurang. 

"Kak Hannah" 

Eh seperti suara Ika. Aku melongok kan kepala di jendela kamar kosku yang terletak di lantai dua. Ika nampak berdiri tepat menghadap jendela kamarku. 

"Apa, Ka?" sahutku dari Jendela.

"Temenin yuk, antar pesanan nasi" 

Ajakan Ika laksana angin segar bagi aku yang tengah dilanda rasa hampa. Pikirku, daripada aku di kamar berkubang sendu lebih baik aku terima ajakan Ika. 

"Kabar Ibu gimana?" Aku memulai percakapan di angkot yang kami tumpangi.

"Alhamdulillah, beberapa hari lalu ibu sudah menjalani operasi pengangkatan payudara, tempat kanker berada. Sekarang tinggal kemoterapi 2 sampai 3 kali trus rongsen payudara untuk memastikan sel kanker sudah tidak ada." Jelas Ika.

"Alhamdulillah, jangan lupa setelah ini kamu juga ibu mulai gaya hidup sehat ya, Ka" saranku yang direspon dengan anggukan kepala Ika. 

"Soal pesangon gimana, Ka?"

"Oiya, aku lupa cerita, alhamdulillah  pabrik akhirnya mau memberikan hak ibu penuh. Aku senang banget, Kak. Aku do'akan semoga pabrik semakin sukses." Raut bahagia tergambar jelas di wajah Ika. Aku ikut senang dengan kabar ini. 

"Ulang tahun ibu kali ini hadiahnya luar biasa banget, Kak. Hadiah itu berupa Kak Dev yang berhasil mendapatkan hak pesangon ibu, trus operasi ibu yang berhasil, dan sebagainya". Cerita Ika. 

"Trus kamu sekarang usaha makanan sama Ibu kamu?" 

"Ini kalau aku pas libur sekolah aja, Kak. Aku nggak mau Ibu capek. Aku mau Ibu di rumah, biar aku yang kerja sepulang sekolah di workshopnya Kak Dev"




"Eh, kak Dev punya workshop?"

"Punya, Kak. Kak Dev punya usaha fotografi, buka kelas sama jualan barang-barang yang berhubungan dengan dunia fotografi" jelas Ika panjang lebar. 

"Syukur, deh. Aku ikut senang, Ka" 

Kami hening. Lalu tak lama Ika meminta berhenti ke pak supir angkot. Katanya sudah sampai. 

"Ka, ini kan arah kantor organisasinya Kak Dev" 

"Iya, nasi ini pesanannya kak Dev" 

"Aku tunggu di sini aja, ya Ka"

"Sebentar aja, Kak, ngasih ini ke Kak Dev abis itu langsung pulang, mau ya kak?"

Akhirnya aku mengiyakan permintaan Ika. Kedatangan kami disambut banyak orang yang ada di kantor. Sepertinya mereka akan mengadakan pertemuan. 

"Duduk sini dulu, Kak, Kak Dev masih di sana, tuh" Ika menunjuk sebuah panggung kecil. Devdan ada di sana dengan tangan kanan memegang mikrofon. 

"Terima kasih, Ika, sudah membawa Hannah ke sini" kata Devdan sembari mengacungkan jempolnya pada Ika.  

Aku terkejut lalu menoleh ke Ika sembari mencari tahu tujuan Devdan mengatakan itu di depan orang banyak. Sayang, aku hanya menemukan ekspresi sumringah di wajah Ika. 

Duh, jangan-jangan Dev mau memberitahukan semua orang kalau aku membenci aktivis dan segala yang terkait dengan demonstrasi. Aku menggigit bibir untuk meredam rasa khawatir.

Dev turun dari panggung dengan tangan masih membawa mikrofon. Ia berjalan ke arahku dan Ika. Aku takut, takut dikeroyok. 

"Hari ini kamu ulang tahun, kan?" Tanya Dev. Aku mengangguk samar. 

"Ini hadiah buat kamu, silakan kamu buka" 

Aku mengambil sebuah kotak yang diberikan Dev padaku. 

"Bukalah" perintah Dev.

Aku membuka kotak tersebut. Begitu tahu isinya, sontak aku menutup mulut. Agar aku tidak bersorak-sorai. Di dalam kotak itu ada paket skincare yang aku damba serta sebuah kertas bertuliskan 'Maukah kamu menikah denganku, Hannah?'.

"Kak Dev, ini..." Kalimatku menggantung karena Dev mulai bicara. 

"Will you marry me, Hannah?" Kata Dev menatapku dalam. Aku pun menatapnya. Aku mencari sesuatu di tatapan mata Dev dan aku menemukannya. Sesuatu itu adalah kesungguhan. Dev serius mengatakan itu padaku. 

"Apa? Apa maksud kamu, Kak" tanyaku.

"Jawab ya atau tidak, sekarang" 

"Dih maksa, ya udah aku enggak mau"

"Koq, gitu? Tapi ya sudahlah, saya akan mundur teratur jika memang kamu menolak saya" Devdan hendak beranjak, namun ku tahan dengan menarik tangan Devdan. 

"Aku enggak mau sebelum kamu dan aku lulus kuliah" 

"Berarti kamu mau?" tanya Dev memastikan. 

"Mau, Kak" jawabku tersenyum lebar. 




Seketika riuh. Semua yang hadir bersorak. Ada yang menggoda, ada yang memberi selamat, dan ada jg yang nyinyir. Dev lalu membagikan nasi yang dibawa Ika pada orang orang yang hadir di sana. 

"Ka, makasih ya, berkat bantuan kamu, saya bisa mendapatkan ni anak" ucap Dev pada Ika. Ika meresponnya dengan anggukan kepala. Sedangkan aku diliputi seribu tanya. 

"Jadi kalian kerjasama? kamu bilang semua yang aku ceritain ke kamu, Ka?"

"Hehe...maaf  ya, Kak. Kak Dev tu yang nyuruh" 

"Ya begitulah" jawab Dev singkat sambil tersenyum.

"Koq bisa kalian kerjasama, Ka, ceritain?" 

"Minta ceritain kak Dev aja, ya Kak, biar lebih valid, terutama pas bagian kak Dev mengamati kak Hannah secara sembunyi-sembunyi sejak lama" Ika nyengir. Aku beralih menatap Devdan. 

"Iya, saya akan cerita ke kamu, tapi jangan sekarang ya, bisa panjang nih ceritanya kalau saya tuangkan di sini semua, bukan jadi cerpen malah jadi novel"

Aku mengangguk setuju. Dev benar. 

Sama seperti Bu Marni, ulang tahunku kali ini juga paling berkesan. Bagaimana tidak, hadiah yang aku dapatkan adalah dilamar oleh laki-laki yang belakangan ini begitu aku kagumi kepribadiannya, Devdan

***

Cerita ini adalah fiksi yang diikutsertakan dalam Lomba Blog Menulis Fiksi “Ulang Tahun” yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel.




***


Ket:

Cr. Foto IDNtimes, CNBC, liputan6

Narasumber terkait buruh: Ketua organisasi buruh SPBI. 

Narasumber terkait kanker: Anggota keluarga. 


Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

21 Hari Kembali Muda Tanpa Ditunda Pakai Age Revival Theraskin

Mombeb, sejak aku menjadi guru, aku amat peduli dengan penampilan mulai dari wajah hingga pakaian. Sebab penampilan merupakan salah satu car...