Menghitung Gerakan Janin Saat Trimester Ketiga

Hai, Namaku Ken. Kemunculanku di sini, hanya ingin berbagi cerita tentang emakku yang luar biasa. Luar biasa aneh. Luar biasa dudul. Luar biasa lebay. Liar biasa hebat. Luar biasa tangguh. Dan luar biasa sayang padaku.

Ah Emaaakkk. Aku juga sangat menyayangimu mak. Hiks.

Ya udah ah, langsung ke TKP aja ya. Cekidot.

***
Trimester Ketiga

Di Rumah

"Yah, cepetan pulang, anterin ke puskesmas atau kemana kek, cepetan ya"
...........
"Nggak gerak-gerak lagi ini, cepetan"
...........

***
Di Puskesmas

"Aduhhh lama sekali sih Yahhh,..."
" ya namanya puskesmas ya begini ini Mak, antri lama"
" tau gitu kan tadi ke dokter aja"
"Nah itu, itu pertanyaanku juga Mak, koq minta anter kesini"
"Loh siapa yg minta anter ke sini"
"Emak kan"
"Tadi kan Aku bilang kemana aja deh, gitu"
"Ooo gitu "
"Iya gitu "
"Emm gitu ya "
"Udah ah, Aku masuk dulu udah dipanggil tuh"

***
Di Ruang Periksa

"Si kecil ndak apa-apa koq Bu? Sehat"
"Tapi koq nggak gerak-gerak Bu Dokter, Saya hitung, setengah hari ini, gerakannya kurang dari 10, Saya khawatir, takut kenapa-kenapa"
"Nggak kenapa-kenapa koq Bu, memang kalau sudah hamil tua, kita harus sering-sering menghitung gerakan bayi, minimal 10 gerakan, yang ibu lakukan sudah benar, nah sekarang saya tanya, Ibu puasa ?"
"Iya Bu Dokter"
"Nah itu dia Bu"
"Maksud Bu Dokter"
"Si kecil ikut puasa"

APA ???!!!

***
Begitulah Emak.

La wong Aku lagi enak-enak tidur koq di dalam perut. Bulan puasa, kalau tidur kan ibadah Mak. Hemat tenaga juga kan. Emak tadi juga kan telat sahur. Padahal yang bangunin sahur udah kaya' perang dunia kedua aja. Ruameee.
Ya mungkin Emak kecapean. Sabar ya Mak. Bentar lagi Aku keluar koq dan Kita ketemu deh.
Love You Emak

2 Hal yang Harus Disiapkan Bagi Pengguna LPG 3 Kg

Seumur hidup, baru kali ini bisa masang LPG. Hellloooo ??. Biasanya pakek apa buukkk ?. Lilin. Yaelah..babi ngepet kaliiii. Ya begitulah kenyataannya. Apa ? Ngepet ? Enak aja. Ituuu, baru bisa masang LPG itu.

Karena apa ?. Karena takut campur ngeri campur wedi campur cingur campur rujak. Beugghh. Manteb dah tuh.
Pernah beberapa kali nyobak. Sebanyak itu juga si LPG berbunyi ceessss. Bocoorr bocoorrr. Kalau sudah begitu, rasanya pengen lari ke hutan kemudian teriakku : "woyyy LPG ku bocor wooyy".

Aku juga sering mempehatikan suami saat memasang LPG. Tapi doi lancar lancar aja tuh. Koq bisa ? Adakah yang terlewat dari perhatianku ?.

Eits tentu saja. Gimana nggak kelewatan. La wong memperhatikan betul-betul aja nggak. Hehe...betul sekali. Biasa nih mata seneng banget ngelihat yang bening-bening macam Lee Min Ho. Ngganteng puol.

Akhirnya setelah sekian lama. Daku pun paham apa langkah yang terlewat dari perhatiannku. Yakni dua benda yang selalu dijadikan suamiku untuk membuat tabung nggak berbunyi cesss lagi. Apa sajakah itu ?.

1. Karet gelang.
Karet gelang digunakan untuk menguatkan tutup bagian luar. Karena tak jarang, kita menemukan tutup selang LPG yang tidak pas dengan tabung itu sendiri. Alias masih longgar.

2. Karet khusus untuk LPG 3kg.
Di dalam tabung gas LPG 3 kg terdapat karet kecil berwarna merah. Nah kadang kadang saya juga menemukan bentuk karet gelang yg tidak sama dengan karet LPG pada umumnya. Dari segi ukuran, tekstur karet dan lain sebagainya.

Dua hal itu yang sengaja daku simpan di rumah. Sebagai jaga-jaga, kalau ketemu LPG yang agak bandel tingkahnya.

 

Ya udah gitu aja dulu deh. Semoga bermanfaat yah. :D


Cahaya Emak

Kira-kira sepuluh jam yang lalu sebuah nomor tak dikenal menghubungiku. Dan sekarang, nomor itu kembali menghubungiku. Sudah berkali-kali. Jariku pun bergerak. Memencet tombol hijau. Lalu berkata : “Halo...? ”.

“Ini Nina Bang, pulsa Nina abis, ini minjem hp temen, cuma’ mau ngasih tau, Emak nanyain Abang terus. Kata Emak , Abang kapan pulang ?“.

Deg.
***

Kata orang, jadi anak pertama itu enak. Mendapatkan kasih sayang penuh. Bisa minta ini itu. Selalu jadi nomor satu. Siapa bilang ?. Orang. Orang dari mana ? dari Hongkong ? atau dari kolong?. Itu kata orang dari Hongkong kaliii. Bukan dari kolong. Kalau dari kolong, tentu bukan begitu. Tapi seperti ini. Anak pertama adalah anak yang diharapkan dapat membantu perekonomian keluarga.

Ya itulah Aku. Dari kecil, Emak dan Bapak sudah melatihku untuk bisa mencari uang sendiri. Bukan dengan ngamen, bukan dengan ngasong. Tapi dengan ngangon, menjaga dan mengurus sapi atau kambing milik orang. Upahnya, satu anak kambing atau sapi boleh Aku miliki.

Kelihatannya manteb kan?. Tidak. Jauh malah. Kalau yang dipelihara tikus gitu, mungkin bisa untung banyak. Karena sekali beranak, lahir selusin. Kalau kambing atau sapi, sekali beranak ya kadang dua, lebih sering satu. Kalau sudah begitu, yaa tinggal nunggu belas asih dari si pemilik kambing atau sapi. Waktu itu, tak ada sedikitpun rasa sedih berlama-lama singgah di hati. Sungguh.

Sedih mulai menjalari hati, saat mata Emak terkena katarak. Tak ada uang untuk membawa Emak  ke ruang operasi. Karena penghasilan keluarga, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Jika ada sisa, uang akan disimpan untuk biaya sekolahku juga adikku.

Meminta bantuan keluarga?. Tidak bisa. Hidup mereka juga susah. Jadi, Emak  tak pernah bisa ke ruang operasi. Dan mata Emak  tak dapat melihatku lagi.

Sedih bukan kepalang. Karena merasa diri tak mampu berbuat apa-apa. Ingin berhenti sekolah. Emak  malah marah. Lalu harus bagaimana ?.

“Nggak apa-apa Mat, Emak sehat, cuma nggak bisa ngelihat aja” kata Emak. Lalu beliau pergi, ditemani adikku, ke salah satu rumah warga untuk mencuci baju. Iya, sejak saat itu, Emak  memilih untuk menjadi buruh cuci baju saja.

Rasa sakit karena tak mampu berbuat apa-apa, sekian tahun terperangkap di dada. Cukup sudah. Aku tak sanggup lagi menahan ketidakberdayaan ini. Aku harus berbuat sesuatu untuk Emak . Maka begitu lulus SMK, Aku pun berangkat merantau.

Semula, Aku pikir, begitu merantau, Aku bisa segera berhasil. Dan ternyata tidak. Aku hampir seperti orang-orangan sawah. Lalu bagaimana ini ?. Emak  sudah memintaku untuk kembali. Sementara kantongku belum berisi.

Sudah sering, adikku menghubungiku. Mengatakan hal yang sama. Bahwa Emak  rindu. Emak  ingin Aku bekerja di rumah saja. Toh, di tanah rantau juga tak kunjung mendapatkan apa-apa.

“Emak  nggak apa-apa, Emak  sudah biasa, pulanglah”.

Begitu kata Emak. Kata-kata itu terngiang-ngiang di telinga.

“Tidak Aku belum menyerah. Aku belum mau pulang Mak. Aku harus jadi orang dulu. Baru Aku pulang. Emak  berdoa saja untukku“.

Terus begitu. Kalimat itulah yang selalu keluar dari mulutku. Iya, Aku yakin di tanah rantau ini, Aku pasti akan berhasil. Entah itu kapan. Tapi Aku yakin. Di sini, Aku bisa menemukan jalan yang bisa membuat kehidupanku juga keluargaku lebih baik lagi.

***

Hidup mulai bersahabat denganku. Ia mau berjalan beriringan dengan ku. Bahkan sesekali ia tersenyum kepadaku. Bahkan deretan giginya yang indah, hampir terlihat semua. Sebuah senyum yang begitu lebar. Dan Aku tidak lagi menjadi orang-orangan sawah. Badanku sudah berisi.

Ya. Di tanah rantau ini, Aku memang bekerja sebagai pelayan restoran. Awal mula, hanya sebagai pelayan restoran biasa. Kemudian, secara bertahap, karierku mulai menanjak. Hingga akhirnya Aku menjadi pelayan restoran berbintang. Hal inilah membuat Aku ngguya ngguyu setiap kali melihat amplop tebal di tanganku.

Penghasilanku dapat dikatakan lebih dari cukup. Tentu saja, Aku ingin berbagi kepada Emak , adik, juga bapak. Sementara sebagian lagi, diam-diam, akan Aku tabung untuk operasi mata Emak . Tapi lagi-lagi Emak  menolak, begitu juga dengan Bapak.


Kasih adekmu saja. Bapak Emak  masih bisa usaha sendiri. Kamu kapan pulang ?”.

Emak . Selalu begitu.

Entah dapat wangsit dari mana. Akhirnya uang yang seharusnya Aku bagi untuk Emak  juga bapak, Aku gunakan untuk sekolah lagi. Ya Aku kuliah. Aku adalah mahasiswa.

Sejak Aku memutuskan kuliah. Perlahan namun pasti. Aku menjadi orang-orangan sawah lagi. Badanku kurus. Tak terurus. Karena Aku harus mengencangkan ikat pinggang. Agar biaya kuliah bisa sanggup Aku bayar.

Dugaanku salah. Aku pikir biaya kuliah hanya mahal di awal saja. Namun ternyata tidak. Ada banyak praktikum yang harus Aku lewati. Dan tentu saja kegiatan itu membutuhkan biaya lagi.

Aku pun tak lagi mengirim uang kepada adikku tersayang. Aku pun memohon maaf akan hal itu, dan apa kata Emak.

"Kurang berapa Mat ?. Emak  Bapak bisa ngusahain”.

Aku terharu. Bukan karena ucapan Emak . Tapi karena Emak  tak menyuruhku pulang lagi. Malah Emak  mau membantu biaya kuliahku. Urusan sekolah, Emak  juga bapak memang nomor satu. Meskipun Emak Bapak bukan orang yang mampu, tapi soal sekolah mereka akan mendukungku penuh.

Ah Emak . Meskipun kau tak dapat melihat seperti dulu, tapi hatimu, semangatmu, tak pernah redup sedikitpun. Baiklah, Aku akan berusaha sekuat tenaga. Aku tak mau kalah dengan semangatmu.

***

Akhirnya, Aku memesan tiket kereta api juga. Dengan tujuan tanah kelahiranku. Ya, Aku akan menginjakkan kaki di tanah kelahiranku lagi. Aku memang belum benar-benar jadi orang. Tapi sesuatu hal mengharuskanku untuk pulang.

“Emak  sakit Bang. Segeralah pulang”.

Begitu kalimat terakhir yang dikatakan adikku. Emak  sakit. Tapi untuk kesekian kalinya, saat Aku berbicara kepada Emak, Emak  pun berkata :
“Ora opo-opo Mat, Adikmu saja yang berlebihan”.

Begitu kata Emak. Tapi, Aku membantah permintaan Emak. Aku mengatakan pada Emak , bahwa Aku sudah mengambil cuti beberapa hari dan 7 hari lagi Aku akan berangkat pulang. Emak  pun berkata :

“Ya sudah kalau gitu, hati-hati di jalan. Emak ora opo-opo mat, nggak usah buru-buru loh ya. Ngge pon, Emak  tak sholat dulu”.

Ah Emak . Kau selalu begitu.

***

Langit begitu cerah. Padahal, hari-hari kemarin, langit selalu mendung. Mungkin awan ingin beristirahat sejenak. Sekedar meringankan badan, karena sudah terlalu sering membawa berliter-liter air hujan kemanapun awan pergi.

Cuaca memang nampak bersahabat hari itu. Saat Aku menginjakkan kakiku, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun merantau, di tanah kelahiranku.

Saat itu, Aku mempercepat langkahku. Setengah berteriak, kupanggil tukang ojek agar segera mendekat. Kupinta agar laju motor dipercepat. Karena hati sudah begitu ingin bersua, dengan seseorang yang selalu memberi warna dalam hidupku. Seseorang yang selalu ada untukku. Seseorang yang tidak pernah ingin menyusahkanku. Seseorang yang tidak pernah mau membuatku merasa khawatir. Dan seseorang yang selalu dengan senang hati membantuku dengan sekuat tenaga yang dimilikinya.

Dia lah Emak. Pelipur laraku. Penyemangat hidupku. Pencipta ketenangan menghadirkan kekuatan. Untuk terus berjuang demi mendapat hidup yang lebih baik. Demi sekolah lagi. Demi mendapat ilmu lagi.

Dialah Emak . Emak ku tersayang. Yang sangat amat Aku cintai. Yang sangat berarti bagiku. Yang segala-galanya untukku. Dan yang saat ini sudah tidak bersamaku lagi.

Iya, Emak  sudah pergi. Meninggalkan kami. Tuhan begitu sayang padanya, hingga menjemputnya begitu cepat. Bahkan sebelum Aku mewujudkan niatku untuk menghadirkan cahaya lagi di mata Emak . Dan tahukah Engkau Tuhan ?. Kau telah mengambil cahaya dalam hidup kami.

***

1150 Kata



#FFRabu-Jagoan Kampung

Namanya Joni. Jagoan kampung sini. Sedang jatuh hati sama Siti, anak Pak Haji.

Pagi ini, sebelum kerja bakti di Musholla deket rumah Siti, Joni sarapan nasi ditemani telur ceplok, sambal terasi. Selesai. Joni bergegas pergi. 

Joni bersemangat. Ia menyapa orang-orang yang lewat.

"Apa Lue liat-liat" sapanya.

Lalu...

"HWA !!!".

Joni mengagetkan anak-anak yang fokus menyebrang. Melihat itu, Joni tertawa lebar. Namun tak lama. Siti lewat di depannya. Joni melongo. Karena Siti tersenyum melihatnya.

"Woi kenapa Lue Jon?" Sapa kawan Joni yang muncul tiba-tiba.

"Siti  Broo....Siti senyum sama Gueeeehhh".

"Ya iyalah, Noh ada merah-merah di gigi lue".

***

FF 100 Kata

Cara Menghaluskan Daging Tanpa Mesin

Idul Adha. Daging dimana-mana. Bingung mau dimasak apa. Akhirnya dibikin bakso saja.

Yup, meluncurlah kami, daku dan suami, ke pasar, bukan hendak berkeliling keliling pasar, tp hendak menggiling daging kurban dan mengubahnya menjadi adonan. Nanti di rumah, aku tinggal membentuk adonan tersebut bulat bulat plus bikin kuahnya saja. Rebes deh.

Tiba di tempat giling daging. Beugghhh. Hidung serasa diserbu sama aroma daging. Yah namanya jg tempat penggilingan daging. Jadi ya gitu itu kan.

Kami memilih tempat yang sudah direkomendasikan tukang bakso langganan kami. Di tempat itu, kita bisa request mau adonan yang perbandingan dagingnya lebih banyak dari tepung atau sebaliknya. Kalau mau bawa bumbu sendiri juga bisa. Kalau aku sama suami, rencananya, memilih adonan yang lebih banyak dagingnya daripada tepungnya. Kan buat dikonsumsi keluarga. Biar lebih nampol juga kan.

Kami harus mengantri terlebih dahulu, cukup panjang, karena ternyata banyak yang seperti kami. Bingung mau dimasak apa lagi tuh daging sapi.
Masa menunggu, membuat daku bergumam: "koq gitu?".
Kenapa ?
Karena tempat penggilingannya yang tidak higienis menurutku. Becek. Mungkin itu disebabkan air-air tetesan daging setelah dicuci.

Orang yang merekomendasikan tempat penggilingan ini sih bilang kalau ini tempat yang paling bersih dari tempat lainnya. 
Akan tetapi ada yang lebih membuatku menjadi makin kurang sreg karena yang handle adonan itu lohhh, laki laki berkaos singlet. Kalau ada yg netes dari celah lengan dan bahu itu gimanaaaa. Semoga saja tidak *crossfinger.

Mungkin laki laki bersinglet itu kepanasan kali ya. Berada di ruang sempit. Banyak org antri lagi. Tanpa penghadir angin pula alias kipas angin.

Sejak itu, daku nggak mau lagi. Kapok rasanya mau menggiling daging di tempat itu. Aku akan mencari tempat menggiling daging sendiri saja. Yang sekiranya bersih.

Salahku juga sih ya. Seharusnya aku survey terlebih dahulu soal kondisi tempat penggilingan daging yang direkomendasikan oleh pak bakso langganan adekku.

Karena aku keburu ilfeel dengan tempat penggilingan daging itu, aku mengajak suami untuk balik kanan alias pulang.

Tiba di rumah, daging pun segera aku masukkan freezer. Lalu aku bergegas untuk istirahat karena antri di tempat penggilingan tersebut berhasil bikin aku lelah. Sambil istirahat, leyeh-leyeh, aku pun memikirkan gimana caranya menghaluskan daging tanpa mesin.

Nah, tetiba aku dapet wangsit. Aku punya ide gimana caranya menghaluskan daging tanpa mesin.

Ide tersebut adalah seperti ini:
Pertama, aku keluarkan dulu daging yang beku lalu aku tunggu sampai kadar es nya berkurang atau sampai bisa diiris dengan pisau.
Kedua, letakkan irisan daging beku tersebut di atas cobek batu. Lalu ditinju tinju pakai ulekan.
Dan ternyata, cara ini berhasil. Si daging berhasil halus. Meskipun tak sehalus yang digiling. Tapi lumayan.

Masalah terpecahkan. Daku bisa menghaluskan daging tanpa mesin. Daku bisa menghaluskan daging dengan cara manual. Senengnyaaaa.

Jadi bisa bikin pentol bakso lagi nih. Aseeggg. Sajian bulan dzulhijjah, gk melulu sate gule rendang aja. Tapi bisa dijadikan bakso pula.

O ya, kalau daging ayam lebih mudah dihaluskan (seperti di gambar). Daging sapi, masih sedikit berserat. Semoga bermanfaat dan selamat mencoba ya.

Baca juga : Cara cepat membuat daging empuk .

Membaca Ayat-ayat Al Quran Saat Hamil

Hai, Namaku Ken. Kemunculanku di sini, hanya ingin berbagi cerita tentang emakku yang luar biasa. Luar biasa aneh. Luar biasa dudul. Luar biasa lebay. Liar biasa hebat. Luar biasa tangguh. Dan luar biasa sayang padaku.
Ah emaaakkk. Aku juga sangat menyayangimu mak. Hiks.
Ya udah ah, langsung ke TKP aja ya. Cekidot.

***
Trimester Ketiga

Pertama kalinya aku bertemu emak itu tanggal 12 November 2012. Jam nya lupa. Tapi kayaknya sore deh.

Waktu itu memang aku belum bisa melihat wajah emak, namun aku bisa mengenali suara emak yang khas itu. Ngebas ngebus ngebos. Mirip laki-laki.

Aku mulai benar benar bisa mendengar suara emak itu, kalau nggak salah, saat usiaku 25 minggu di perut emak.
Tapi kata ayah, sejak aku masih usia 6 minggu, emak sudah suka mengajakku ngobrol. Tentang apa yang sedang emak lakukan. Jalan-jalan yang dilewati emak.  Lihat apa. Bahkan mau makan pun emak selalu bilang menu makanan yang akan ia makan. Nggak semuanya sih pembicaraan emak aku dengerin. Kadang kalau aku ngantuk berat, emak mash pengen ngobrol, ya udah aku cuekin aja. Maaf ya mak. Maklum, bayi memang butuh banyak tidur kan mak.

Selain itu, emak juga suka mendendangkan lagu untukku. Entah lagu apa, pokoknya ada was wes ach ich uch gitu dah. Nggak jelas. Emak juga suka mengajakku mendengarkan musik klasik mozart. Kalau aku bisa request waktu itu, lebih baik dengerin mozart dah daripada harus denger emakku nyanyi. Soalnya suara emak gitu sihhh.

Emak juga senang mengajakku mengaji. Pernah ya, bukan pernah sih, tapi sering, iya sering. Kalau emak ngaji biasanya nggak satu surat aja, tapi minimal 2 surat, yusuf maryam, yusuf dan al kahfi, dan apa lagi ya. Lupa. Emak baca surat surat itu ada maksudnya loh, katanya kalau aku perempuan bisa cantik kalau laki laki jadi tampan.

"Udah lah mak, be your self mak, be your self " aku mengirimkan telepatiku pada emak. Tapi emak tetep ngotot. Tetep ngaji surat surat itu aja. Aku kan pengen emak nggak hanya ngaji surat surat itu aja. Tapi ya sudahlah.

Usia 0 sampek 5 bulan, kata ayah, emak memang sering ngaji 2 surat itu. Nah setelah tau jenis kelaminku laki laki, surat yang dibaca emak mulai berubah yusuf sama al kahfi.

Pikirku ya mungkin emak sudah paham bahwa kalau bibitnya begitu, jadinya ya begitu. Masak bibitnya begitu, buahnya jadi justin bieber.

Tapi makin kesini, aku sadar ternyata emak masih sama saja. Bedanya cuma maryam diganti dengan al kahfi.

'koq berubah mak ?"telepatiku pada emak.
Emak pun menjawab : "biar jadi laki laki sejati,  nggak 'lentik' kayak anak alay".

Aku ?. Tepuk jidat.

Saat Posisi Janin Belum Pada Tempat Seharusnya

Hai, Namaku Ken. Kemunculanku di sini, hanya ingin berbagi cerita tentang emakku yang luar biasa. Luar biasa aneh. Luar biasa dudul. Luar biasa lebay. Liar biasa hebat. Luar biasa tangguh. Dan luar biasa sayang padaku.

Ah emaaakkk. Aku juga sangat menyayangimu mak. Hiks.

Ya udah ah, langsung ke TKP aja ya. Cekidot.

***
Trimester Ketiga.

Hoaammmm..ngantuk berat nih. Mata nggak bisa melek, gara-gara diajak emak nonton bola tadi malem. Mau tidur nyenyak juga nggak bisa. Soalnya emak lagi bertingkah aneh.

Aneh gimana ?. Ya begitu itu, suka nungging. Bukan karena pengen ngentut. Kalau karena pengen ngentut, ngapain juga emak sujudnya lama banget. Sampek aku ngira emak tertidur... eee beneran tidur ternyata.

Kebiasaan aneh emakku ini dimulai saat emak habis periksa kandungan ke Puskesmas. Setelah perut emak dipencet-pencet yang berarti kitik-kitikan  geli di tubuhku, lalu ibu bidan berkata begini :
"bayinya belum di posisi yang pas ni Buk, sering-sering nungging ya".

Pulang dari situ, langsung dah si emak berubah.
Nonton tv, nungging.
Ngobrol sm ayah juga nungging nungging.
Ngepel juga nungging.
Untung aja BAB nggak sambil nungging. Kalau sambil nungging, beuugghhh, gimana dah itu jadinya. Jangan dibayangin yaaa. Pokoknya setiap hari emakku ini pasti nungging-nungging.

Aktivitas emak yang baru nih membuat aku nggak nyaman di dalam perut. Ya mau nggak mau kan akhirnya aku harus mencari posisi enak, padahal aku udah nyaman banget di tempat kemarin.

Ya udahlah pindah aja deh. Kebetulan juga udah ketemu tempat enak nih. Kaya'nya pas banget di kepalaku. Coba ah. Tuh kan pas.

***

Facebook  Twitter  Google+ Yahoo

21 Hari Kembali Muda Tanpa Ditunda Pakai Age Revival Theraskin

Mombeb, sejak aku menjadi guru, aku amat peduli dengan penampilan mulai dari wajah hingga pakaian. Sebab penampilan merupakan salah satu car...