Literasi
merupakan sebuah kata yang digaungkan makin lantang beberapa tahun belakangan
ini, terutama saat Kemendikbud semakin intens menggiatkan suatu gerakan yang berama Gerakan Literasi Nasional atau GLN sejak tahun 2016 lalu. Tujuan umum Gerakan Literasi Nasional adalah untuk menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup.
Definisi
literasi itu sendiri dalam wikipedia adalah istilah umum yang merujuk kepada
seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis,
berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu
yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut KBBI, literasi
adalah kemampuan menulis dan membaca. Sementara itu, dalam kamus online Merriam
– Webster, dijelaskan bahwa literasi adalah kemampuan atau kualitas melek
aksara dimana di dalamnya terdapat kemampuan membaca, menulis dan juga
mengenali serta memahami ide-ide secara visual. Berdasarkan definisi di atas,
dapat dikatakan bahwa literasi adalah kemampuan dalam berbahasa yang mana di
dalamnya terdapat kemampuan dasar meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki
seorang anak. Karena kemampuan-kemampuan ini merupakan modal bagi anak untuk
mengembangkan dan memperkaya ilmu pengetahuan serta pemahaman mereka. Kemampuan
dasar ini juga yang akan membawa anak menuju ke tingkat pendidikan berikutnya.
Lalu,
setelah hal-hal dasar tersebut dikuasai, tingkat literasi selanjutnya adalah
anak belajar memahami kata atau kalimat yang ia baca. Setelah berhasil
melakukan ini, selanjutnya anak belajar membaca situasi kondisi. Kalaupun dalam
situasi atau kondisi tersebut terdapat masalah maka anak dapat menemukan
solusinya. Jadi bisa dibilang kemampuan dalam menyelesaikan masalah adalah
bagian dari kemampuan literasi. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya
memiliki kemampuan literasi dalam kehidupan seorang anak. Literasi dapat meningkatkan kualitas hidup anak nantinya.
Berbicara
mengenai kehidupan seorang anak, maka tak lepas dari pengaruh orangtua. Ada
sifat hingga karakter orangtua yang diturunkan kepada anak. Ada begitu banyak
waktu yang dilalui bersama anak bahkan semenjak anak masih di dalam kandungan.
Serta ada banyak momen atau peristiwa yang terjadi dan dialami bersama anak.
Anak mengatakan apa yang biasanya dikatakan orangtuanya. Anak melakukan apa
yang biasanya dilakukan orangtuanya. Anak mencontoh orangtuanya. Hal-hal itu,
secara langsung, mempengaruhi kehidupan seorang anak. Tinggal sekarang apa yang
diinginkan oleh orangtua? Apakah orangtua ingin memberikan pengaruh positif
atau pengaruh negatif kepada buah hati tercinta?
Orangtua Ingin yang Terbaik untuk Anak
Setiap
orangtua, pasti menginginkan hal-hal yang baik terjadi pada anaknya. Setiap
orangtua tentu mengharapkan hal-hal jelek yang ada dalam diri mereka tidak
diadopsi, tidak terjadi, tidak dialami oleh anak. Setiap orangtua tidak ingin
memberikan pengaruh negatif kepada anak.
Saya yakin begitu. Saya pun demikian.
Saya (juga suami), tentu ingin memberikan pengaruh positif dalam kehidupan anak
saya. Saya ingin anak-anak saya mendapatkan bekal yang cukup sebelum ia
mengarungi masa depannya kelak.
Literasi Bagian dari Kotak Bekal Masa Depan Anak
Ada
banyak bekal yang harus dimiliki oleh anak. Salah satunya adalah literasi. Mengingat literasi merupakan salah satu kemampuan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup. Oleh sebab itu, saya (yang mendapat
dukungan penuh dari suami) berusaha untuk menstimulasi literasi anak saya sejak
usia dini.
Peran Orangtua dalam Literasi: Menstimulasi Literasi Anak Sejak Usia Dini
Mulai dari Rumah
Mulai dari Rumah
Mengapa sejak usia dini? Karena pada masa ini, orangtua masih
menjadi poros utama bagi anak. Anak masih banyak menghabiskan waktu bersama
orangtua. Anak belum terpapar pengaruh luar. Sehingga ini adalah masa yang
tepat untuk mulai melakukan stimulasi literasi pada anak agar menjadi fondasi
yang kokoh dan tak mudah roboh terutama saat ia sudah berinteraksi dengan dunia
luar.
1.
Teguhkan niat
Ini
penting, mengingat proses stimulasi literasi ini membutuhkan waktu yang tidak
cepat dan juga membutuhkan ketelatenan. 2 hal itu, seringkali gugur di tengah
jalan. Karena merasa lelah, baik lelah secara raga maupun lelah jiwa.
2.
Mencari tahu mengenai literasi secara jelas dan terperinci.
Hal
ini juga penting untuk dilakukan. Karena kita bisa tahu langkah atau cara yang
dapat dilakukan agar mencapai suatu tujuan yakni memiliki kemampuan hingga
budaya literasi. Untuk usia dini sendiri ada tahapan dasar yang harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam ranah literasi yakni menstimulasi
kemampuan dasar berbahasa anak usia dini.
Anak
memiliki karakter masing-masing. Salah satunya yakni gaya belajar. Penting bagi
Ibu selaku guru pertama bagi anak untuk mengetahui gaya belajar anak. Bayangkan
jika tidak mengetahui tipe gaya belajar anak. Misalkan anak A memiliki tipe
gaya belajar visual sedangkan ibu A menstimulasinya menggunakan media atau cara
linguistik. Tentu hasil pembelajaran atau stimulasi tidak memberikan hasil yang
maksimal atau mungkin membutuhkan waktu lama untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Alhamdulillah saya sudah mengetahui gaya belajar anak saya yakni gaya belajar
kinestetik. Anak dengan tipe ini
sulit untuk duduk diam tertib di kelas untuk memperhatikan penjelasan guru.
Anak dengan tipe ini lebih suka mempelajari sesuatu hal yang melibatkan tangan
dan kaki. Berdasarkan hal ini, maka cara yang digunakan untuk menstimulus
literasi anak kinestetik adalah melalui metode yang melibatkan kaki juga
tangan.
4. Menentukan Metode untuk Menstimulasi Literasi Anak
Selanjutnya,
dalam kelas parenting di salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang
pernah saya ikuti, narasumber yang juga merupakan seorang dosen UIN Sunan Ampel
Surabaya sekaligus Psikolog yang bernama Ibu Nety mengatakan bahwa anak mudah
belajar saat mereka berada di dalam zona nyaman. Zona nyaman anak adalah saat
ia merasa senang.
Nah, salah satu hal yang dapat membuat anak senang adalah
bermain. Bermain merupakan cara yang tepat untuk dijadikan sebagai cara atau
usaha untuk menstimulasi anak. Karena dilihat juga dari teori perkembangan
kognitif anak versi Jean Piaget bahwa anak usia dini masuk dalam fase
praoperational thinking dan periode pemikiran intuitif.
Pada fase
praoperational thingking, anak mulai membangun konsep sederhana. Untuk membentuk
konsep sederhana dibutuhkan contoh-contoh atau benda-benda konkrit yang ada di
sekitar anak. Sedangkan pada fase pemikiran intuitif yakni anak-anak masih menyelesaikan
masalah secara intuitif bukan berdasarkan kaidah-kaidah logika. Adapun
bentuk-bentuk masalah yang biasanya diselesaikan oleh anak pada fase ini adalah
masalah yang dapat dilihat oleh anak atau masalah yang konkrit.
Adapun
permainan-permainan yang dapat digunakan (dan sudah saya pratekkan) untuk
menstimulus literasi anak adalah sebagai berikut.
Permainan
untuk Menstimulus Kemampuan Menyimak
Permainan ini lebih kepada memperkenalkan nama-nama benda atau gambar yang dilihat anak. Dalam proses perkenalan ini ada aktivitas menyimak didalamnya.
2. Puzzle
Permainan untuk Menstimulasi Kemampuan Berbicara.
Setelah menyimak, anak mulai berbicara mengenal nama-nama yang ada disekitarnya. Nah permainan ini melatih anak berbicara merangkai kata menjadi kalimat-kalimat sederhana. Sembari bermain, anak akan membangun cerita versi anak sendiri yang terkait dengan diorama yang dimainkan.
Setelah menyimak, anak mulai berbicara mengenal nama-nama yang ada disekitarnya. Nah permainan ini melatih anak berbicara merangkai kata menjadi kalimat-kalimat sederhana. Sembari bermain, anak akan membangun cerita versi anak sendiri yang terkait dengan diorama yang dimainkan.
1.
Bermain peran (diorama lalu lintas)
2.
Diorama solar system
Permainan
untuk Menstimulus Kemampuan Membaca
Permainan ini melatih anak mengenal pelafalan dari perpaduan huruf konsonan dan vokal serta melatih membaca sebuah kata demi kata.
4.
Tebak nama bola
Permainan
untuk Menstimulus Kemampuan Menulis
Permainan ini guna melatih motorik halus anak sehingga tangan tidak kaku atau lancar saat menulis huruf-huruf abjad.
Permainan ini guna melatih motorik halus anak sehingga tangan tidak kaku atau lancar saat menulis huruf-huruf abjad.
2. Mencari jejak di Maze
Alhamdulillah,
sejauh ini, perkembangan literasi si kecil yang meliputi kemampuan menyimak,
membaca, dan menulis semakin meningkat. Meskipun demikian, bukan berarti
stimulasi berhenti sampai di sini. Masih ada stimulasi lanjutan.
Stimulasi lanjutan berupa stimulasi yang bertujuan agar anak suka atau hobi membaca. Kami, ingin sekali, membangun #BudayaLiterasi di dalam keluarga kami. Kami ingin menjadikan literasi sebagai #SahabatKeluarga. Adapun beberapa bentuk stimulasi lanjutan yang saya lakukan ke anak saya adalah sebagai berikut.
Stimulasi mengajak si kecil membaca kata yang ditemui, misal membaca nama-nama produk yang dijual di minimarket atau membaca kata-kata yang ada di iklan tv atau dimana pun tempat.
Stimulasi lanjutan berupa stimulasi yang bertujuan agar anak suka atau hobi membaca. Kami, ingin sekali, membangun #BudayaLiterasi di dalam keluarga kami. Kami ingin menjadikan literasi sebagai #SahabatKeluarga. Adapun beberapa bentuk stimulasi lanjutan yang saya lakukan ke anak saya adalah sebagai berikut.
Stimulasi mengajak si kecil membaca kata yang ditemui, misal membaca nama-nama produk yang dijual di minimarket atau membaca kata-kata yang ada di iklan tv atau dimana pun tempat.
Saya juga mengajak si kecil membaca buku
cerita bersama-sama. Kadang dia meminta untuk membaca buku sendiri di tempat favoritnya, tenda selimut (baca: selendang).
Kalau saya sedang bepergian bersama anak ataupun sekeluarga, saya juga menyempatkan diri untuk mengajak anak saya membaca. Tidak lama. Cukup 5 hingga 10 menit saja.
Namun saat bepergiaan, kadang-kadang saya lupa membawa buku bacaan. Apabila hal ini terjadi, maka saya tidak mau berpangku tangan begitu saja. Saya memanfaatkan gawai saya untuk mencari cerita-cerita atau dongeng-dongeng yang bisa saya baca bersama anak saya.
Stimulasi-stimulasi di atas yang bertujuan membentuk #BudayaLiterasi dalam keluarga atau ingin menjadikan literasi sebagai #SahabatKeluarga, dapat dikatakan cukup sederhana. Hanya saja dibutuhkan ketelatenan, dilakukan secara berkesinambungan dan berulang-ulang.
Apa yang saya lakukan ini di atas berdasarkan pada teori yang diungkapkan oleh Hebb, pakar neurologi, bahwa diperlukan kontinguitas dan frekuensi dalam fase proses belajar awal yang ada pada anak usia dini. Lebih lanjut, Hebb juga mengatakan bahwa untuk membentuk suatu memori jangka panjang maka dibutuhkan pengalaman yang diulang-ulang.
Saya
bersyukur, sampai pada tahap ini, suami selalu mendukung apa yang saya lakukan.
Jika saya memiliki kesibukan, maka suami mau menggantikan saya untuk mengajak
si kecil membaca cerita bersama.
Saya dan suami berharap, ajakan-ajakan sederhana namun konsisten ini dapat membuat si kecil jadi terbiasa membaca hingga aktivitas membaca pun menjadi hobinya.
Saya dan suami berharap, ajakan-ajakan sederhana namun konsisten ini dapat membuat si kecil jadi terbiasa membaca hingga aktivitas membaca pun menjadi hobinya.
Jadi,
seperti itulah usaha yang saya dan suami lakukan demi dapat memberikan yang
terbaik untuk anak kami khususnya dalam dunia literasi anak #LiterasiKeluarga. Besar harapan bahwa
apa yang kami lakukan selama ini dan masih terus berjalan sampai saat ini dan seterusnya, dapat memberikan
pengaruh positif dalam dunia literasi anak kami juga dalam dunia #LiterasiKeluarga Kami.
Akhir
kata, semoga pengalaman sederhana ini dapat memberikan manfaat serta menularkan
semangat untuk berusaha menstimulasi literasi anak. Karena siapa lagi yang akan
melakukan hal ini, kalau bukan kita selaku orangtua mereka. Siapa lagi yang
paling purna memberikan pengaruh positif kepada anak, kalau bukan kita,
orangtua mereka. Jadi, kuy. Mari berusaha menstimulasi literasi anak sejak usia
dini mulai dari rumah demi masa depan mereka.
***
Referensi:
gln.kemendikbud.go.id
gln.kemendikbud.go.id
Hergenhahn,
B.R. & Olson, Matthew H. 2008. Teori Belajar (penerj: Triwibowo B.S.
Jakarta: KENCANA.