Mendung berarak. Mengundang kesenduan. Menghadirkan keheningan. Antara ibu dan anak.
Memang sengaja begitu. Membiarkan rasa yang berbicara. Tentang segala rasa. Sayang, sedih, dan takut.Tentang sebuah fakta bahwa mereka tak ingin berpisah.
"Coba kalau di situ ada pohon besar ya mah, sebelah sana dikasih bunga-bunga, trus tembok yang di bagian luar, dicat warna putih, kalau yang di dalam boleh deh warna-warni, tapi harus soft mah, satu lagi mah, bikinin jendela di kamarku, biar bisa lihat bintang. Ya mah ya"
Sang ibu mengangguk.
"Aku sayang mamah" ucap sang anak. Lalu memeluk sang ibu begitu erat.
Angin segeralah datang, bawa serta air mata, yang akan jatuh membasahi wajah sang ibu.
***
Sang ibu duduk sendirian di bawah jendela atap tempat tinggal mereka. Mencoba bersahabat dengan sedih di hati sejak setahun yang lalu hingga saat ini. Waktu ini. Tanggal inilah, saat dimana sang anak pergi meninggalkan sang ibu sendiri.
"Hai nak, bagaimana kabarmu ?, kau pasti sudah bertemu ayah kan sayang, mamah sudah mewujudkan semua keinginanmu akan tempat tinggal kita loh. Kau tau, rancanganmu membuat tempat tinggal kita jauh lebih indah. Ah mungkin masih lebih indah tempat tinggalmu di sana bukan. Tuhan pasti memberikanmu yang terbaik. Jadi kapan kau akan mengajak mamah tinggal bersamamu sayang ?"
***
200 Kata
fiksi kah mbak ceritanya?
ReplyDeleteIya mak dwi, fiksi.
DeleteMakasih kunjungannya ya mak :)
bacanya jadi sediiiiiih....fiksi mininya baguuus
ReplyDeleteHehe..makasih kunjungannya ya mbak
DeleteCeritanya sedih, tapi bagus Mba :)
ReplyDeleteMakasih mak pit. Masih harus banyak belajar nih
Delete