Dear, Mombeb
Jauh hari aku memang bermimpi memiliki sebuah lembaga pendidikan. Mimpi ini bukan muncul sekonyong-konyong gitu. Ada beberapa momen yang melatarbelakangi mimpi ku itu. Salah satunya karena keprihatinanku akan beberapa lembaga pendidikan yang pernah aku temui, yang mana menurutku, tak serius mendidik anak-anak generasi penerus bangsa. Jadi niatku mendirikan lembaga pendidikan yakni ingin memberikan ikhtiar maksimal untuk mendidik anak-anak generasi penerus bangsa. Aku merasa jika anak-anak mendapatkan stimulasi atau didikan terbaik, inshaallah, mereka pun akan tumbuh menjadi generasi yang luar biasa.
Gayung bersambut, suami pun sepakat dengan mimpiku dan ya, akhirnya kami memiliki mimpi yang sama. Setiap kali kami membahas soal mimpi mendirikan lembaga pendidikan, rasa antusias seakan tumpah ruah. Namun belakangan, aku baru menyadari, ada bahasan yang terlewat yakni soal biaya mendirikan lembaga pendidikan.
Tak murah, sungguh tak murah mendirikan lembaga pendidikan. Jika aku ingat-ingat, mulai dari mengurus izin yayasan hingga izin operasional sekolah keluar, kami sudah mengeluarkan uang lebih dari 100 juta an. Tabungan terkuras dengan sempurna termasuk tabungan pendidikan anak-anak. Belakangan, di lubuk hati yang terdalam, aku berharap Allah ngasih rejekiku dan suami lebih banyak dari biasanya agar bisa membiayai lembaga pendidikanku apalagi saat ini jumlah siswa yang tidak mampu di sekolahku makin bertambah saja.
Mombeb, jalan terjal tersebut tidak hanya berkaitan dengan biaya namun ada hal lainnya yakni kehadiran oknum-oknum pemilik lembaga pendidikan lainnya yang menganggap lembaga pendidikanku ini sebagai ancaman. Oknum ini menggunakan cara-cara dzalim seperti menyebarkan fitnah, melarang orang-orang mendukung lembaga pendidikanku dan sebagainya.
Hal lain yang juga luput dari bahasan kami yakni mengenai masih minimnya kesadaran warga sekitar akan pentingnya memberikan pendidkan untuk anak, terutama anak usia dini. Semula, aku pikir, banyak anak-anak yang tidak menempuh pendidikan anak usia dini dikarenakan terkendala biaya. Namun ternyata aku salah. Tawaran sekolah gratis di lembaga pendidikanku ditolak mentah-mentah oleh mereka.
Hhhhh....
Jujur, kadang rasanya lelah, amat lelah. Karena tidak hanya itu saja alias masih banyak rintangan yang datang berbarengan dan sampai saat ini aku belum menemukan solusi atau cara mengatasi rintangan tersebut. Mbok ya satu-satu gitu datangnya, hahayyy.
Tapi tenang, lelahku ini hanya bersifat sementara saja. Begitu bertemu dengan anak-anak, biasanya, rasa lelah menjadi hilang entah kemana.
Mombeb, doain aku bisa melewati jalan terjal mendirikan lembaga pendidikan ini ya. Doa dari kamu, Mombeb, tentu sangat berarti buat aku.
No comments:
Post a Comment
Biji bunga matahari namanya kuaci
Kupas kulitnya pakai gigi
Eee para pengunjung yang baik hati
Yuk tinggalkan komentar sebelum pergi.
Buah Pir Buah Naga
Jangan khawatir, aku akan mengunjungimu juga. :)